It's Me Jeno • 9

19 1 0
                                    

Malam kembali menyapa. Dimeja makan sudah ada 7 orang yang tengah menyantap makan malam mereka. Ketiga curut Jeno sudah pulang sore tadi.

"Agam kenapa?" tanya Jeno yang nampak tak berselera makan. Ia nampak murung.

"Makan aja, Gam, ga ada yang bakal marahin lo kalau lo makan banyak," ucap Carlos. Bukannya menyentuh makanannya, Agam pergi meninggalkan meja makan.

"Biar abang aja, mi," Jeno menyusul langkah Agam yang ternyata berlari menuju kamarnya.

"Agam, abang masuk ya,"

Pintu terbuka, ia mendapati Agam tengah duduk dengan menyembunyikan wajahnya dibalik tangannya. Ia nampak menahan tangisan.

"Kalau mau nangis, nangis aja," ucap Jeno sambil memeluk adiknya. Beberapa saat kemudian terdengar isakan. Perlahan, tangan Jeno mengusap lembut kepala Agam.

"Agam kenapa?"

"Agam takut bang,"

"Takut kenapa? Disini aman, ada opa dan abang yang bakal jagain Agam,"

"Ta-tadi papi nelpon Agam, katanya kalau Agam ga pulang bakal disamperin,"

"Ga usah takut, papi ga akan berani dateng ke sini,"

"Sekarang, Agam makan mau?" Agam menggeleng.

"Kenapa?"

"Makanannya enak semua, nanti mereka nyuruh Agam bayar," Jeno terkekeh pelan.

"Agam, ini rumah opa bukan dirumah kita. Yang punya makanan juga opa bukan papi, makan ya, nanti kamu sakit," akhirnya Agam mengangguk. Mereka pun menuruni anak tangga menuju ruang makan.

"Lah, ayam gue mana?" tanya Jeno. Tadi, saat ia mengejar Agam, ayamnya masih anteng diatas piring.

"Oh lo masih mau?"

"Zeck anjing!" kesal Jeno.

"Sudah, jangan bertengkar, masih banyak juga,"

"Selesai makan, temui gue di rooftop," ucap Carlos seraya berlalu. Jeno tak menanggapi, malas merespon saja.

Seperti perintah Carlos tadi, Jeno menemui pemuda itu di rooftop. Ia mendapati Carlos dengan minuman merah dengan tutup botol berwarna oranye. Pemuda itu tersenyum dan meminta Jeno untuk bergabung. Jeno tak menolak, apalagi disuguhi minuman kesukaannya.

"Kenapa lo ga cerita sih? Selain senior, gue juga sepupu lo,"

"Lo tau dari Arkan?" Carlos menggeleng.

"Dari Bang Fajri dan opa. Sejahat itu ternyata,"

"Gue harus gimana, kak, gus capek dijadiin robot sama dia. Dia selalu ngancem bakal buat mami sama Agam celaka. Gue ga bisa biarin itu terjadi," Carlos diam. Ia akan membiarkan Jeno meluapkan semuanya.

"Sekarang, Adi malah nyewa Btiger buat hancurin Rexsan. Dia pikir, dengan kayak gini gue nurut?"

"Lain kali cerita, Jen, jangan ngerasa sendiri,"

"Kalau gue nyerah, jagain Agam demi gue,"

"Lo ga boleh nyerah. Masih ada Agam sama Rexsan yang harus lo jaga,"

"Umur ga ada yang tau,"

*:..。o○ ○o。..:*

Hari baru dengan luka yang masih belum kering. Jeno Akrian, pemuda itu masih berada didalam kamarnya dengan tatapan kosong kearah jalanan komplek. Mentari semakin memperlihatkan cahayanya, namun tak ada niatan sedikitpun meninggalkan area balkon.

Prangg

Dengan penuh emosi Jeno meninju kaca yang menjadi objeknya setelah jalanan komplek. Untuk kesekian kalinya ia mengatakan ini, ia lelah dan ingin rasanya menyerah.

"Gue benci diri gue sendiri," gumamnya. Padahal beberapa hari yang lalu ia mengucapkan kata 'I Love Myself' masih ingat?

"Astaga, bang," Jeno menoleh. Ia tersenyum melihat sang mami.

"Ya Tuhan, kamu kenapa sih? Jangan lukai diri kamu sendiri, bang,"

"Ga papa mi,"

"Sayang, tangan kamu berdarah," Jeno tersenyum dan menggeleng.

"Biarin, mami ada perlu apa?"

"Obati dulu, bang,"

"Ga perlu, mi, mami ada perlu apa?"

"Kamu dipanggil opa," Jeno mengangguk dan meninggalkan sang ibu. Ia membiarkan darah di tangannya terus mengucur. Ini tak sebanding dengan luka batin yang ja terima.

"Kenapa?" tanya Jeno.

"Tanganmu?"

"Tidak usah diperdulikan. Ada perlu apa?"

"Benar tanggal 30 nanti kamu perang?"

"Iya,"

"Sudah sampai mana persiapan nya?"

"50 persen,"

"Tentang gadis itu, apa sudah kamu dapatkan?"

"Sudah, malam ini akan dapat jawabannya,"

"Kapan pernikahan itu akan diadakan?"

"Belum tau, untuk tunangan akan diadakan 2 atau tiga hari, dihitung dari hari ini,"

"Mau melaporkan Adi?"

"Tidak, hanya ingin menghabisi saja,"

"Opa cuma berpesan, sebenci apapun kamu dengan papimu, tetap hormati dia. Opa tak mau hubungan mu dengan Adi renggang. Ya walaupun dia telah menyakiti anak cucuku, tapi itu tak merubah takdir Tuhan kalau dia ayah dari cucu-cucu ku,"

"Hmm,"

*:..。o○ ○o。..:*

Malam yang cerah kembali menemaninya. Ia baru saja kembali dari kediaman Fenji. Ia bersyukur lamarannya diterima oleh Anis dan 3 hari lagi akan diadakan acara tunangan. Besok ia akan mencari cincin itu sendiri tanpa bantuan siapa pun.

"Lo, kak,"

"Gimana tadi?"

"Diterima, btw sampai kapan lo di sini?"

"Selamanya, mungkin. Lo taukan bokap gue bakal ada di Amerika 3 tahun, sedangkan nyokap malah hura-hura ga jelas,"

"Gue paham,"














Btw, beberapa adegan yang ada di Anis Shakila ga akan aku ulang di sini ya. Biar kalian baca Anis Shakila juga. (buat yang belum baca)

Nb : Jangan jadi silent readers ya. Hargai penulis/author dengan memberi votmen dan jika tidak suka dengan alurnya bisa pergi, boleh memberi masukan asal tidak menghina, paham?

It's Me Jeno Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang