BAB 2

22 6 4
                                    

Happy reading!💛

“Kalau lo yang ngatur gue gimana?”

— Cakra

•••

Cakra, Cakra, Cakra. Entah mengapa nama itu selalu Vania dengar setiap harinya. Bahkan ketika dia ingin bersembunyi dari semua orang pun, dia akan mendengar nama itu disebut. Entah apa yang telah dilakukan oleh cowok itu, sehingga semua orang mengenalinya. Teman-temannya mengatakan bahwa cowok itu melakukan banyak kesalahan bahkan sebelum ospek dimulai. Menarik. Tapi Vania tidak terlalu kepo untuk mengetahui bagaimana tingkah cowok itu.

Vania membuka pintu kaca dan dia keluar dari ruang BEM dengan menggunakan almamater kebanggaannya. Vania terlihat sangat cantik menggunakan almamaternya itu, apalagi ketika rambutnya yang bergelombang itu diurai begitu saja. Dandanan yang sederhana, mungkin membuat beberapa orang mengira bahwa Vania tidak menggunakan make up.

Kerutan di dahinya terlihat, kala kedua matanya melihat seorang cowok yang tengah duduk di kursi panjang yang ada di taman sambil mengepulkan asap-asap rokok ke udara.

Plak.

Vania memukul tangan kanan cowok yang sedang memegang seputung rokok yang ada di tangannya hingga jatuh. Cowok itu melihat ke bawah, melihat 'jajan' nya jatuh dari genggamannya.

"Bisa baca peraturan apa enggak? Udah jelaskan di buku peraturan, maba gak boleh ngerokok?" Pertanyaan Vania itu terdengar seperti orang yang sedang mengintrogasi seorang pelaku kejahatan yang mencoba untuk membunuh orang lain.

Si pelaku itu ikut mengerutkan dahinya, dengan satu jari berada di dagunya. "Kayaknya lo deh yang lupa sama isi peraturannya. Disitu kan di tulis kalo 'selama acara berlangsung maba tidak diperkenankan untuk membawa senjata tajam, merokok, minuman beralkohol, dan sejenisnya', nah sekarang kan udah gak ospek lagi, udah pulang. Jadi terserah gue dong mau ngerokok atau enggak," bantah si pemilik bola mata coklat gelap itu.

"Tapi ini ..."

"Tapi apa?" tanya cowok itu menyela pembelaan Vania.

Vania terdiam. Cowok itu mengatakan hal tersebut dengan menatap kedua mata Vania dengan begitu dalam. Kalau tahu Vania tidak akan pernah mendapatkan si pemilik mata itu, Vania tidak akan mempersilakan dia masuk dengan hati yang lapang.

"Banyak aturan banget sih kalo sama lo. Tadi juga ada tuh kating yang liat gue ngerokok disini, tapi gak bawel kayak lo," ucap cowok yang diketahui bernama Cakra itu.

"Bawel kata lo?" tanya Vania heran.

"Iya, lo tuh bawel. Banyak aturan. Jujur aja, gue bukan tipikal orang yang suka dikasih banyak aturan," jawab Cakra.

"Ya terus? Hubungannya sama gue apa? Kan itu urusan hidup lo sendiri bukan hidup gue. Mau lo gak suka aturan kek, mau lo jungkir balik kek, orang kayak lo emang gak akan bisa dipegang sama yang namanya aturan," balas Vania.

Cakra tersenyum kecil. Ini kali pertamanya berbicara dengan Vania sedikit lebih lama daripada kemarin. Meskipun tetap saja cewek itu menunjukkan gelagat cueknya, tapi Cakra tahu jika Vania sangat mempedulikannya. Beberapa orang mungkin akan menganggap bahwa yang dilakukan Vania adalah hal yang berlebihan, menurut Cakra juga begitu.

"Bagus juga jawaban lo. Oke, gue mau di atur. Tapi yang jelas gue mau nya lo yang ngatur gue gimana?" tanya Cakra sedikit menantang.

"Sedikit yang perlu lo tahu tentang gue. Gue bukan baby sitter yang harus ngurusin bayi besar kayak lo. Jadi kalo lo gak mau diatur sama orang lain ya itu urusan lo. Gue gak ada hak buat ngatur-ngatur kehidupan lo karena gue cuman ngejalanin tugas gue aja disini," ucap Vania dengan memperjelas.

Cakra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang