𝐓

658 92 16
                                    

"JADI aku harus menerjemahkan buku ini?" Pemuda bersurai moca bertanya tak senang sambil menatap buku bersampul merah polos yang ia pegang. Wajahnya terlihat tidak sudi untuk hal ini.

Mikasa mengangguk. "Iya, Jean. Apa kau bisa?" Sahut wanita berwajah oriental itu dengan lembut, membuat orang bernama Jean itu segera menatapnya.

"Memangnya ini buku apa?" tanya Jean sembari membuka sampul buku. Ia baca beberapa kata dan tak lama keningnya berkerut. "Sejarah Paradise?"

"Itu buku sejarah asli Paradise, hanya saja itu ditulis dengan huruf aksara kuno. Jadi bisakah kau menerjemahkannya?" ungkap Mikasa.

Jean menutup buku merah yang ada di tangannya kemudian ia tatap Mikasa sejenak lalu kembali bertanya. "Kau ada butuh apa dengan buku ini, Mikasa? Lagi pula kenapa kau tidak mencari buku sejarah di perpustakaan atau toko buku?"

Sontak Eren berdecak mendengar pertanyaan Jean yang terus terlontar. "Tugasmu hanya menerjemahkan, tolong jangan banyak tanya," ketus Eren. "Aku membayarmu untuk ini."

Tatapan sinis Jean layangkan. Sekalipun Eren dikabarkan hilang ingatan, tetapi pemuda ini tetap menjadi sosok yang mudah marah. Ah, Jean pikir Eren akan berubah, rupanya sama saja.

Jean Kirsten, salah satu teman Eren sewaktu SMA dulu. Saat SMA, mereka berdua itu bisa dikatakan rival sebab masing-masing dari mereka tak ada yang mau kalah. Hubungan mereka berdua juga sebenarnya cukup solid, hanya saja setelah memiliki jalan yang harus ditempuh sejak tamat SMA, mereka sudah jarang berinteraksi lantaran terpisah jarak. Jean pergi ke Distrik Sina untuk kuliah Sastra dan Eren menetap di Shiganshina untuk kuliah Kedokterannya.

"Kau itu jangan mudah marah-marah." Jean berucap. "Nanti kau bisa cepat tua."

Bungsu Jeager itu berdecih kemudian berdiri dari duduknya dan bersidekap dada. Pandangannya tampak begitu nyalang kepada Jean sehingga Jean turut melemparkan tatapan yang sama.

"Sudahlah, kalian jangan bertengkar!" Armin melerai tegas. "Jean, kau tolong terjemahkan saja buku ini dan jangan beritahu siapa pun mengenai isinya setelah berhasil diterjemahkan. Kami akan menjelaskan semuanya nanti setelah buku ini selesai diterjemahkan," ucap Armin.

Pemuda pirang itu tampak tidak tidur dengan cukup sehingga ia tidak mau ada kericuhan di apartemen Mikasa. Itu akan menganggu dirinya. Jean lantas menghela nafas kemudian mengangguk pelan. Pemuda itu kembali membuka buku bersampul merah yang sempat ia tutup lalu memperhatikan setiap huruf aksara kuno yang tertulis. Sepertinya ini akan jadi pekerjaan yang memakan waktu.

***

Berjam-jam Eren dan Armin lalui sembari menunggu Jean dan Mikasa menerjemahkan buku tersebut. Rasa bosan menyerang kala mereka tidak melakukan apa-apa. Terlebih ketika Eren harus melihat di beberapa kesempatan Jean modus kepada Mikasa.

"Kenapa wajahmu begitu kusut?" Armin bertanya dengan nada bosannya. Baru saja pemuda ini tertidur sejenak kemudian terbangun karena hawa tak sedap dari Eren.

"Bukankah wajahku memang begini?" Kalimat tersebut terdengar ketus meski tidak menyiratkan tanda seru.

Armin merotasi bola matanya. "Sejak kapan kau di apartemen Mikasa?" Tiba-tiba pertanyaan tersebut terlintas di benak Armin yang membuat Eren menoleh ke arahnya.

Eren menatap Armin datar. "Semalam."

Hening sejenak. "Kau tidur di sini?" Eren mengangguk. Refleks Armin menjepit leher Eren dan berbisik dengan nada yang mengintimidasi. "Kau tidak menidurinya kan? Jika kau melakukan itu, kau kubunuh."

Plak!

Eren memukul pipi Armin lalu menatapnya sinis. "Hei sinting, aku tidur di sini karena semalam ada badai. Aku juga tidur di sofa dan dia tidur di kamarnya!"

𝐄𝐍𝐂𝐇𝐀𝐍𝐓𝐄𝐃 || Eremika ✔︎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang