Bab 1 (Noda Merah)

34 1 0
                                    

"Pak Harno jangan!" rintih Suji yang berusaha melepas jeratan tangan Harno.

Plak!

Ia pun menampar wajah pria itu dengan rasa kecewa. Melihat Harno yang merah menahan amarah Suji berusaha untuk mengatakan kalimat maaf dari bibirnya. Namun itu semua kini sia-sia, ketika pria itu dengan cepat meraih kembali tubuh Suji.

Tanpa rasa kasihan, Harno mulai melucuti pakaian yang melekat pada tubuh wanita itu. Suji berusaha untuk berteriak namun mulutnya telah tertutup tangan Harto yang kini telah tak bisa menahan kendali atas dirinya.

"Sudahlah Suji, kamu nurut saja sama Aku, aku sudah suka sama kamu sejak lama Suji!" ucap Harno sembari menarik paksa Suji untuk masuk ke kamar.

"Ehmm!! Em!" Suji berusaha berteriak dan berharap mendapatkan bantuan.

Namun Harno berhasil membuat Suji berada di dalam kamar. Ia langsung melempar tubuh Suji di atas ranjangnya. Tubuh putih yang mulus darinya, semakin membuat Harno lupa diri. Tubuh Suji yang tanpa sehelai kain itu pun, membuat gejolak besar di dalam diri Harno.

Ia menindih tubuh wanita itu dan menciumi beberapa kali bibirnya. Teriakan kecil dan desahan pelan dari Suji pun terdengar, begitu juga dengan Harno. Ia pun melakukan adegan selanjutnya agar Suji mau menerimanya.

Ia pun mulai mengusap pelan setiap tubuh Suji dengan kecupan bibirnya. Melihat Suji yang sudah tidak berdaya, ia pun mulai mengusap lembut kedua gumpalan lembut di dada Suji. "Ah!" Suji berusaha menahan gejolak dalam dirinya.

"Ayolah Suji, mau sampai kapan kamu menolak semua kenikmatan ini?"

Harno dengan pelan mengecup gumpalan lembut yang indah milik Suji, membuat desahan lembut keluar dari mulut Suji. Harno melakukan secara bergantian, sembari beberapa kali mencium bibir wanita itu.

Tak berselang lama, Harno mulai melepas celananya dan memasukkan Mr. P nya pada V nya Suji. Dorongan lembut yang kuat itulah yang membuat Suji berteriak pelan.

Yang lebih membuat Harno terkejut adalah, Suji masih perawan. Melihat hal itu dirinya pun tak kuasa menahan diri, untuk berhubungan dengan wanita Cantik seperti Suji.

****

Malamnya Suji terbangun dengan rasa sakit di tubuhnya. Ia telah melihat noda merah diatas kasurnya. Ia pun menangis bersedih meratapi kebodohannya. Namun nasi telah menjadi bubur, kini Harno telah merenggut keperawanannya yang seharusnya milik suaminya.

Selama 1 tahun pernikahan antara Suji dengan Mas Tio, ia tak pernah menjalani berhubungan intim sama sekali. Ia bahkan tak pernah disentuh oleh suaminya sendiri. Sungguh malang nasibnya kini, harus kehilangan suami sekaligus ternodai.

Pria yang amat di cintainya kini telah meninggal. Entah apakah Suji yang terlalu polos membiarkan suaminya berselingkuh di luar sana, ataukah dia yang terlalu bodoh untuk tidak membuka hatinya setelah dua tahun kehilangan seorang suami.

Harno adalah seseorang yang sangat penting atas kasus kematian Tio suami Suji. Namun apa yang terjadi saat ini merupakan hal di luar rencananya. Tubuhnya yang kini telanjang di balik selimut, membuatnya seakan tak memiliki harga diri. Ia kini telah berhubungan dengan pria selain suaminya.

****

"Bu Fatimah, selamat pagi Bu," sapa para tetangga.

"Eh Ibu, Ibu tumben pagi-pagi sudah beli sayur," balas Fatimah.

"Hehehe, iya nih Bu, Suami lagi pingin dimasakin sayur," ucap Bu Retno yang sering dipanggil ibu kost.

"Gimana Bu, kabar anak-anak kost?" tanya Fatimah.

Retno menggeleng pelan dan tertawa, "Owalah tiap saat itu loh, ada-ada saja mereka,  tapi belakangan ini banyak rumor dari para tetangga yang gak enak."

Mendengar hal itu Fatimah pun di kuasai rasa penasaran terhadap rumor yang beredar dikalangan warga. "Rumor apa ya Bu?" tanya Fatimah.

"Owalah gini Lo Bu, beberapa hari yang lalu ada orang yang mati bunuh diri, kabarnya arwahnya masih bergentayangan di desa ini," ucap salah satu ibu-ibu di pedagang sayur.

"Ah masa Bu? Jangan bercanda atuh, gak mungkin ada hantu di tahun baru," ucap Fatimah tidak percaya.

Para Ibu-ibu yang ada di tukang sayur itupun saling berpandangan satu sama lain.

Lalu si tukang sayur bernama Pak Amat pun mulai membuka suara, "Maaf Bu, tapi apa yang dibilang Ibu-ibu di kampung sini, memang bener,  beberapa hari ini, saya sering menjumpai seorang wanita yang lehernya banyak mengeluarkan darah Bu." Pak Amat sembari bergidik ngeri dengan peristiwa yang dia alami.

"Iya Bu, suami saya kemarin sehabis pulang kerja, gak saya bolehin buat keluar, soalnya takut sama penampakan hantu itu, banyak yang sudah jadi korban," ungkap Retno menambahkan.

"Hei ibu-ibu daripada bahas yang serem begitu, lebih baik kita cepet-cepet pulang saja," ajak salah satu pembeli di tukang sayur.

"Nah betul itu Ibu-ibu," ucap pak Amat.

Mereka pun bergegas membayar dan pergi meninggalkan Pak Amat dan Fatimah.

"Bu, saya pergi dulu, kapan-kapan mampir ya," pamit Retno.

Setelah Retno pergi Fatimah merasa was-was, karena dia tinggal agak jauh dari perkampungan, apalagi suaminya selalu pulang malam. Di dalam hatinya ia berdoa, "ya tuhan, semoga apa yang dibicarakan warga tidak menimpa ku dan suamiku."

"Sudah Bu, gak usah takut, " ucap Pak Amat menenangkan. "Para warga memang beberapa hari ini sering di teror oleh hantu itu, tapi saya harap Ibu dan sekeluarga baik-baik saja."

"Iya Pak, terima kasih," balas Fatimah dengan senyuman.

"Tolong bungkusin tahu, tempe dan sayur kangkungnya Pak," ucap Fatimah sembari menyodorkan bawaannya.

"Ah iya Bu, ini totalnya jadi dua puluh ribu," ucap Pak Amat.

Fatimah segera memberikan uang kepada Pak Amat, ia pun berencana bergegas pulang dan memasak.

Saat di rumah, Fatimah mulai memasak makanan, ia melihat suaminya baru baru dari tidur.

"Sayang, baru masak?" tanya suaminya.

"Sudah kamu buruan mandi dan makan, inikan hari libur kamu di tahun baru," ucap Fatimah yang masih sibuk memotong-motong sayur.

"Ada apa Sayang, kok kamu tampak memikirkan sesuatu?"

Fatimah yang sadar sedang diperhatikan suaminya pun, hanya tertunduk diam. Suaminya yang heran menatapnya dengan penuh tanda tanya. Ia pun berniat untuk mendekati istrinya itu.

"Kamu gak mau cerita?" tanya suami Fatimah sembari memeluknya dari belakang.

Fatimah tersenyum. "Gak apa-apa kok, aku cuma kepikiran ucapan tetangga, mereka kebanyakan nonton film horror!"

"Ya, wajar dong, lagian zaman sekarang banyak orang hobi gosip," jelas suami Fatimah.

"Nyindir aku nih ceritanya?" ucap Fatimah sedikit kesal.

"Kan istriku tidak ikutan gosip, cuma ikutan ngerumpi aja ...."  Sembari mengecup kening Fatimah.

Fatimah tertawa dengan ucapan suaminya. "Jangan bikin ibu-ibu komplek baper ya!"

Suaminya hanya tersenyum melihat tingkah laku istrinya.

Sudah lama ia merantau hingga menikah serta berumah tangga. Menjadi seorang pekerja rumah sakit sudah menjadi kebiasaan, dibawah tekanan atasan yang sering memarahinya. Walau begitu ia merasa beruntung mendapatkan wanita secantik Fatimah.

"Siapa wanita yang tak ingin mendapatkan pasangan yang tampan dan kaya?" Pikirnya sembari bergegas pergi meninggalkan Fatimah.

Retakan di Jalur Undangan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang