"Selamat sore, saya Jayden dan akan menjemput anda menuju rumah utama hari ini."
Jece menghela napas berat, bahkan jas hitamnya masih tergantung apik di balik pintu kamar. Ternyata ayahnya memang nggak punya hati.
"Biasa tunggu sehari lagi? Ini gue baru banget pulang dari pemakaman." tolak Jece dengan suara serak, tenggorokan dan kepalanya lumayan sakit karena kebanyakan nangis.
Jayden, pemuda yang diminta untuk menjemputnya diam-diam menggigit bibir. Dia ditugaskan untuk membawa Jece pulang hari ini juga, sementara hati kecilnya juga tak tega.
Hello? Anak muda seumurannya ini bahkan belum melepas semua baju dukanya.
Jece menghela napas berat lalu memijat pangkal hidungnya singkat. Dari gelagat orang di depannya ini, dia sudah tau kalau permintaan sederhananya tak akan pernah disetujui.
"Kalau gitu tunggu."Jayden mengangguk, diam-diam dia merasa enggak enak hati. Serba salah, membantahpun dia enggak ada hak.
Akhirnya, Jayden berbalik ke ruang tengah, kemudian duduk dengan perasaan tak enak karena suasana duka masih terasa; dia menatap sekitar dan segala miniatur yang diletakkan dengan rapi.
Ah, rumah itu tak sebesar rumah utama. Namun rumah Jace dan mendiang ibunya ini terasa nyaman dan rapi, juga ... Terasa kosong disaat yang sama.
"Ayo."
Jayden menoleh dan mendapati Jece sudah siap; lengkap dengan kopernya. Tanpa banyak bicara, Jayden bangkit dan mengambil alih koper dari tangan Jace.
"Biar saya bantu."
Jece mengganguk singkat, terserah apa yang mau dilakukan orang di depannya ini.
"Terima kasih."
Katanya dengan sopan, lalu berjalan mendahului Jayden, berpamitan kepada para pekerja yang akan mengurus rumahnya dan masuk ke mobil dalam diam.Di perjalanan, Jace berusaha mengingat apakah dia pernah merasa begitu kehilangan seperti sekarang.
Tak cuma tentang ibunya, tapi juga rumah, aktivitas pagi dan hiruk pikuk kotanya, anak-anak yang main layangan di sore hari, sandwich telur simple yang biasanya jadi menu sarapannya; Jece akan rindu setengah mati nanti.
***
Halo! Long time no see ... Selamat bertemu lagi. Kalian harus tau kalo work satu ini dah puluhan kali ganti gaya narasi (awalnya formal dan sesuai EYD banget, tapi kemudian aku nggak begitu ngerasa cocok T.T)
Aku ga terlalu pecaya diri dengan cerita ini sebenernya, tapi draftnya udah lumayan banyak. So, I'll try my best!
Selamat membaca, kritik dan saran selalu aku terima. Jadi, feel free buat tulis di komen yaaa.
-Nana
KAMU SEDANG MEMBACA
Valley of Lies
FanficSetelah ibunya meninggal, Jece tak punya pilihan selain bertahan dan mengorbankan segala miliknya. ©HimawariNa | Valley of Lies 2023