Chapter 09

1K 147 34
                                    

Jayden bangun dari tidur singkatnya, efek dari pereda nyeri yang dia terima setelah sampai di rumah sakit, mengurus ini itu sekaligus menjelaskan apa yang terjadi kepada Tian.

Dia pikir setidaknya akan dimarahi, namun hal itu jauh dari perkiraannya. Orang yang sudah dia anggap seperti keluarganya sendiri itu hanya menghela napas sambil menepuk bahunya pelan, tak lupa juga mengatakan semuanya hanya musibah yang tak perlu disesali.

Lagipula, pengemudi yang secara tak langsung terlibat dengan kecelakaan mereka cukup bertanggungjawab, ditambah dengan kondisi jalan yang licin juga. Jadi, Tian tak menemukan satupun kesalahan Jayden di sana.

Jayden bersyukur sekaligus merasa bersalah, telebih ketika dia melihat ke  bed sebelah, di mana Jece masih tertidur. Katanya anak itu tidak apa-apa selain luka memar di bahu kanan yang sama seperti lukanya di betis kiri, lalu dahinya hanya perlu tiga jahitan. Selebihnya, dia pingsan karena shock dan anemia.

Fakta baru yang Jayden baru tau.

"Eh, kenapa bangun?"

Jayden terlonjak kaget melihat Janu masih dengan baju pasiennya; duduk dengan setengah mengantuk di pangkuan Diana; ibu mereka.

Reflek jayden meletakkan jari telunjuk di bibir; meminta supaya sang adik tidak mengeluarkan suara kencang dan malah membangunkan Diana.

"Ngomongnya pelan-pelan aja." ucap Jayden setengah berbisik.

Janu yang mengerti lantas mengangguk dan menggaruk bekas infus di tangannya yang sudah dilepas.

"Abang sakit, ya?" tanya Janu dengan sedih.

Kemudian Jayden balas dengan menggeleng.
"Enggak, ada luka kecil aja di kaki."

Jawaban itu sebenarnya tidak berhasil membuat Janu merasa lega, wajahnya tetap saja sendu, lalu matanya beralih menatap Jake.
"Kita semua pakai baju sama. Niki juga, hum!"

Jayden tersenyum kecil, lalu merentangkan tangan supaya Janu masuk ke rengkuhannya. Lalu dengan pelan Janu menurut dan naik ke atas bed dengan susah payah.

"Tidur Cil, masih sakit 'kan?"
Ucap Jayden ketika Janu sudah merem melek di rengkuhannya sambil berhati-hati supaya tidak menyentuh luka memar di kaki Jayden.

"Nggak sakit lagi, tapi Niki iya."

Jayden menepuk-nepuk puncak kepala sang adik, lalu kembali beralih menatap Jece.

Entah dari mana asalnya, yang jelas ada perasaan tak nyaman seperti ... sedih? Ketika dia sadar kalau tak ada satupun orang yang berniat mengetahui kabar Jece; tidak Tian, apalagi Gracia.

Bagaimana kalau Jece bangun dan tidak menemukan siapapun?

Tanpa sadar dia jadi menghela napas berat.

"Jay ... " Jayden menoleh; mendapati bunda dengan tatapan sayunya.

"Bunda tidur lagi aja. Apa mau aku mintain extra bed?"

Yang ditanya lantas berdecak lalu beranjak menghampiri Jayden, tangannya terulur mengusap pipi anak sulungnya itu lalu beralih menatap luka lebam di kaki anaknya.

"Ini kakinya masih sakit?"

Jayden balas menggeleng.
"Nggak terlaku, 'kok. Tiga hari paling nggak sakit lagi."

Jayden tau ucapannya bohong dan bunda juga tidak percaya, tapi itu semua cukup untuk menciptakan kelegaan.

"Jay ... Jay ... padahal baru beberapa jam aja kamu pamit abis jagain Janu. Sekarang malah gantian kamu yang baring di bed rumah sakit."

Valley of LiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang