"Halo, Kak Radit!"
Radit tersenyum menatap layar ponsel. Lebih tepatnya menatap wajah lucu Gerald yang tiba-tiba video call jam 8 malem.
"Halo juga, Esën."
"Kak Radit maaf ya aku ga jadi chat kemarin, soalnya aku sakit. Jadi ga bisa nongkrong depan PC, nanti dimarahin."
Raut wajah Radit berubah jadi khawatir.
"Kamu sakit? Sakit apa?"
"Demam aja kok, tapi sekarang udah sembuh."
"Kamu vicall pake hp? Udah ga disita?"
"Ngga dong, aku sama Papa kan udah damai. Aku kangen sama Kak Radit, makanya vicall."
"Ya tinggal main ke kosan."
"Ngga bisa, les aku ditambah soalnya mau ulangan. Terus udah gitu nanti selama pekan ulangan aku ngga dibolehin keluar rumah, main gadget dilarang."
"Papa kamu strict juga ya."
"Hu-um, tapi biasanya kalau ulangannya udah selesai imbalannya aku boleh minta apa aja hehe."
"Enak dong."
Blak
Radit dikagetkan dengan pintu kosannya yang tiba-tiba dibuka--memang belum dikunci soalnya Radit baru masuk habis nongkrong di ruang tengah.
Mirza muncul dengan wajah tanpa dosa. "Bang, minjem mangkok!"
Radit berdecak. "Bikin kaget aja sih anak setan. Kalo masuk tuh ketuk pintu dulu!"
Mirza menatap tangan Radit yang terangkat tinggi menggenggam ponsel.
"Ciee lagi teleponan ama siapa sih?"
Pertanyaan retorik. Sebab alih-alih menunggu jawaban, Mirza dengan seenak jidat malah merampas ponsel di tangan Radit.
"Heh!"
"Ih! Halo, Gerald!"
Mirza melambaikan tangan pada Gerald di layar ponsel sambil sibuk menghindari tangan Radit yang berusaha merebut ponselnya kembali.
"Halo, Kak."
"Gerald kok ngga ke sini-sini? Ditanyain tau sama Kak Cio."
"Nanti deh aku main ke sana kalau udah ga sibuk."
SET
Setelah banyak gocekan dan sabetan tangan membabi buta, akhirnya Radit berhasil juga merebut ponselnya kembali.
Buru-buru Radit menendang Mirza keluar.
"Dadah Gerald!" seru Mirza seraya mengambil mangkok yang jadi niat awalnya masuk ke kamar Radit.
Radit akhirnya mengunci pintu demi kedamaian dunia.
"Kak Radit masih belum kerja?" tanya Gerald begitu Radit kembali berbaring di kasur menatapnya lewat kamera ponsel.
"Belum, udah dapet panggilan sih. Doain keterima ya."
"Pasti! Nanti kalau keterima Kak Radit traktir aku ya, kita makan lele lagi di tempat yang waktu itu."
"Haha! Doyan nih ceritanya? Ya udah iya nanti Kak Radit beliin lelenya dua porsi."
"Janji ya!" Gerald tetap saja mengulurkan kelingking meskipun hanya terhubung lewat video call.
"Janji."
"Ya udah, aku belajar dulu ya. Kalau kelamaan teleponan nanti Papa marah lagi. Oh iya, mungkin beberapa waktu ke depan aku ngga bisa chatting atau vicall. Soalnya aku mau ulangan, jadi dilarang keluar sama main gadget. Biar fokus belajar."
"Semangat belajarnya, Esën. Jangan nakal-nakal terus, kasian papa kamu."
Sambungan pun terputus saat itu juga.
Radit mendekap ponselnya di dada, matanya menerawang.
"Gawat. Kok kayanya gue mulai nyaman."
#
8 hari sejak terakhir kali Gerald menelepon Radit. Dan 7 hari sejak Radit menjalani wawancara kerja di perusahaan rekomendasi Farah, mantan rekan kerjanya di perusahaan papa Gerald.
Hari ini Radit sedang gembira.
Dia baru saja dapat pesan yang isinya dia diterima kerja.
Senyum tidak hilang dari wajah Radit sejak menerima pesan dari perusahaan tempatnya akan mengabdi.
Ding
Setidaknya sampai satu pesan baru masuk ke ponselnya.
Senyum Radit hilang.
Jantungnya berdebar-debar.
Bukan. Radit bukannya dapat pesan menang lotre.
Itu pesan ajakan bertemu.
Dari papanya Gerald.
"Ini ngga salah? Ngapain anjir? Gue ada salah apa lagi nih?"
Entah kenapa kalau berurusan dengan papanya Gerald, Radit selalu merasa akan disidang.
"Bales ngga ya? Ngga usah kali ya? Ganti nomor aja ga sih?"
Radit galau.
Sejujurnya, Radit masih mau terus bertemu dan mengobrol dengan Gerald. Beberapa hari tidak melihat maupun dichat anak itu saja Radit mulai merasa ada yang hilang.
Kalau begitu artinya Radit tidak boleh memutuskan hubungan dengan mantan bosnya seenak jidat, kan? Bisa-bisa malah Radit diblacklist.
Maka Radit membalas pesan kejutan itu sesopan mungkin.
Dan di sinilah Radit. Di salah satu restoran ternama yang menu paling murahnya saja tidak kurang dari 50.000, untuk sebotol kecil air mineral.
"Gimana kabar kamu?" tanya Pak Andrew setelah menyesap kopi mahalnya.
"Baik, Pak."
"Udah dapet kerjaan baru?"
"Sudah."
'Ini perasaan gue doang atau emang aura membunuhnya berkurang?' batin Radit heran dengan nada bicara Pak Andrew yang lebih bersahabat.
"Masih suka kontakan sama Gerald?"
Nah, loh. Radit mulai gugup, mau bohong tapi hati kecilnya bilang kalau bohong nanti hasilnya jelek. Jadi Radit jujur.
"Masih, Pak."
Pak Andrew mengangguk.
"Seengganya kamu jujur. Gini ya Dit, tujuan saya bertemu kamu itu sebenernya cuma mau titip pesen."
Radit menelan ludah gugup, dia bisa merasakan perubahan pada nada bicara Pak Andrew jadi lebih serius.
"Kamu sadar kan Dit, anak saya masih kecil, lulus SMP aja belum. Saya tahu kok Gerald tertarik sama kamu, tapi perasaan anak seusia Gerald itu cepat berubah. Dia juga mudah terpengaruh, apalagi kalau dalam otaknya dia cinta mati sama kamu. Kamu minta apa dia pasti turutin. Makanya saya kurang suka dia terlalu deket sama kamu, saya ngga mau kamu manfaatin dia."
Radit tertohok. Satu sisi Radit tidak terima dituduh ingin memanfaatkan Gerald, tapi di sisi lain Radit sadar pemikiran Pak Andrew sangat beralasan.
Radit juga tertohok dipaksa lagi untuk berpikir tentang usia fisik dan mental Gerald yang pada dasarnya memang mencetus perang batin dalam dirinya.
"Maaf, Pak. Saya sama sekali ga ada niat manfaatin Gerald. Ya memang tindakan saya di awal pertemuan kita salah, tapi itu pertama dan terakhir kali saya minta sesuatu sama Gerald. Saya juga sadar kok, saya ngga seharusnya anggep perasaan Gerald serius karena Gerald masih labil, makanya saya ga mengiyakan untuk jadi pacarnya."
"Saya percaya kamu orang baik Dit. Makanya saya ngga akan larang-larang Gerald lagi untuk bergaul sama kamu. Kamu tau batasannya kan? Jadi pesen saya cuma satu: jangan ikat Gerald dengan hubungan lain kecuali teman."
To be continued...
Nah loh suram 😌
Open tampol author ⏭️
Double-up, hore?
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Baby [SeoChan Local AU]
Fiksi PenggemarRadit (Seoham) sadar betul sih dia tuh ganteng maksimal, mana tinggi semampai pula, banyak lah yang suka sama Radit. Cuma ya ngga bocil juga dong! Ya kali macarin anak SMP? Eh...dipenjara ngga sih? "Kak, pacaran yuk!" --Gerald (Jaechan), bocil pilek...