Aku merebahkan badanku diatas kasur. Beberapa hari ini adalah hari yang berat untukku dan El. Bukannya aku tidak tahu kalau Niall memang semakin menjauh, bukannya aku juga tidak menyadari perubahan dari El, bukannya aku tidak peduli, hanya saja aku ingin mereka berdua sadar dengan sendirinya. Aku yakin mereka bukan anak kecil lagi yang harus kutuntun saat melakukan sesuatu, bahkan faktanya, akulah yang paling muda diantara kami bertiga.
Niall menjauh bukan karena ia ingin, aku yakin ia melakukannya tanpa sadar. Si pirang itu terus saja sibuk melarikan diri dari penggemarnya sampai terkadang aku atau El harus menyusulnya ke tempat persembunyiannya untuk mengantarkan makanan. El sendiri semakin merasa tersingkirkan dengan sikap Niall yang terkesan plin-plan, ia bisa diperlakukan dengan lembut satu hari dan bisa diacuhkan oleh Niall sampai berhari-hari. Aku yang terus bersikap netral malah dipusingkan dengan sikap penggemar Niall yang semakin anarkis. Memang, ada penggemarnya yang baik dan menolongku, tapi tidak sedikit yang terus mengancamku.
Mataku melirik ke arah jam dinding, masih jam empat sore. Klub sepak bola pasti belum pulang dan masih sibuk berlari di lapangan. Aku sering menonton pertandingan Niall, tapi aku tidak suka saat melihat mereka latihan. Pelatih dan manajernya terus berteriak menyemangati, bukan hal yang menyenangkan untukku. Tanganku bergerak mengambil buku jadwal. Aku selalu mencatat jadwal kami bertiga, supaya saat kami ingin melakukan sesuatu, bisa dilakukan bertiga.
Bertiga? Ah.. benar, kami perlu waktu bertiga untuk membicarakan hal ini, agak merepotkan sih, karena Niall bisa menjadi orang yang paling tidak peka dan El yang selalu menyembunyikan perasaannya. Aku tidak suka kalau melihat mereka berdua seperti ini, menjauh dan canggung pada satu sama lain. Aku tahu kalau El memiliki perasaan spesial pada Niall, tapi yang aku tidak tahu adalah perasaan Niall pada El. Aku tidak peduli bagaimana perasaannya padaku, karena bagaimana pun juga ia akan terjebak bersamaku dalam waktu yang lama, tapi El terlalu sensitif. Si pirang itu selalu ramah pada semua orang, sampai membuat orang lain salah paham dengan sikapnya.
Aku menemukan cela diantara jadwal kami yang sama-sama sibuk. Hari minggu ini klub sepak bola tidak ada latihan dan aku sendiri juga tidak pernah memiliki kegiatan yang penting saat hari minggu, mungkin aku bisa mengadakan sleepover di rumah Niall atau di rumahku? Bibi Maura bilang, beliau tidak ada di rumah minggu ini karena ingin menginap di rumah saudaranya, Paman Bobby dan Greg juga ikut bersama mereka. Jangan tanya aku kenapa Niall tidak ingin ikut.
Lebih baik aku bertanya pada El dulu sebelum menghubungi Niall. Agak lama sebelum El mengangkat telepon dariku, mungkin ia sedang membereskan bola yang ada dilapangan.
"Halo, Jo. Ada apa? Tumben sekali kau menelponku?" terdengar bising dari seberang telepon. Hah.. pasti anak-anak dari klub itu sedang berteriak.
"Aku hanya ingin bertanya, hari minggu ini klubmu tidak ada latihan, kan?"
"Tidak, memangnya ada apa? Kau ada acara minggu ini?" balas El dengan suara keras.
"Aku ingin kita bertiga sleepover, kau tahu, untuk membuat kita bertiga menyelesaikan kesalah pahaman ini. Hanya ini yang terpikirkan olehku," kataku.
"Baiklah, aku tidak keberatan. Biar kupanggilkan Niall dulu," hening sebentar, lalu aku mendengar teriakan El yang memanggil nama Niall.
"Yo, ada apa Jo?"
"Sleepover. Minggu ini. Rumahmu, oke?"
"Baiklah, baiklah. Memangnya ada apa? Kenapa tiba-tiba ingin mengadakan sleepover?" aku bisa menebak raut wajah Niall sekarang. Ia kebingungan sambil menggaruk kepalanya dan menatap El dengan pandangan bertanya yang dibalas dengan bahu yang diangkat oleh El.
KAMU SEDANG MEMBACA
With You
FanfictionBanyak kata ingin disampaikan, tapi tidak bisa terungkapkan. Banyak hal yang ingin dilakukan, tapi tidak bisa terwujudkan. Hanya dengan bersamanya, aku tidak perlu mengungkapkan. Hanya dengan melihatnya, mimpiku sudah terwujudkan. Bagaimana bisa han...