5

90 20 12
                                    

Mungkin benar kata pepatah, cinta itu buta dan membutakan. Saat cinta sudah berubah menjadi obsesi, segala cara akan dilakukan agar obsesi itu bisa terwujud tanpa hambatan.
Entah dengan cara baik atau buruk, segala cara akan ditempuh demi obsesi itu. Hingga kadang lupa, bahwa karma juga hadir berdampingan dalam setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia.

Sakusa, cintanya pada Atsumu yang begitu besar dan harus putus dalam sekejab, membuat Sakusa agaknya sudah jadi sedikit gila. Perasaannya yang belum tuntas itu mendorongnya untuk berbuat hal nekat ketika ia melihat ada kesempatan. Dia melihat ada kesempatan untuk kembali menghidupkan sosok Atsumu pada diri Siren itu.
Sakusa menilai, siren itu sangatlah mirip dengan sosok Atsumu. Baik secara fisik maupun tingkah laku. Cintanya yang harus pupus karena maut itu membuatnya menghalalkan segala cara untuk mengembalikan sosok Atsumu karena adanya kesempatan ini.

Lalu disinilah Sakusa sekarang, berada di sebuah gubuk di puncak gunung. Sesuai intruksi dari Kakek Nekomata, Sakusa nekat mencari rumah si cenayang sakti itu. Tekadnya sudah bulat, dia ingin menjadikan siren itu sebagai Atsumu keduanya. Karena Atsumu yang pertama tidak akan pernah ada gantinya sampai kapanpun.

Tanpa rasa takut sedikitpun, Sakusa segera menemui cenayang itu. Langkahnya begitu yakin, nampak tak gentar sama sekali. Rasa rindu dan cintanya pada Atsumu yang sangat besar itulah yang membuatnya melangkah dengan yakin pada sang cenayang.
Yang mana sebenarnya ini adalah cara yang salah, Sakusa sama saja merenggut hak hidup makhluk hidup lain secara tak langsung. Sakusa memaksa siren itu untuk hidup bersamanya dan menjadi sesuai keinginannya.
Manipulasi? Ah, mungkin saja.

Setelah menceritakan maksud kedatangannya dan segala macam naitnya, Sakusa berhasil mendapatkan sebuah apel dari cenayang itu. Cenayang itu juga menjelaskan segala resiko yang akan Sakusa tanggung jika saja siren itu melanggar pantangan. Dan apa yang disampaikan oleh cenayang itu rupanya sama persis dengan apa yang telah disampaikan oleh Kakek Nekomata.
Merasa mendapatkan kunci untuk membuka surga, Sakusa segera bergegas untuk kembali ke kediamannya setelah berpamitan pada cenayang itu. Tak lupa, Sakusa juga memberikan mahar yang cukup besar pada cenayang itu. Sampai-sampai, cenayang itu agak syok.

Dengan buru-buru, Sakusa menuju ke dermaga dengan sebuah apel di genggamannya. Perasaannya campur aduk, antara senang, haru, dan tak sabar. Dia sangat antusias, akhirnya dia bisa kembali bertemu dengan sosok yang sudah tiada itu. Meski dalam wujud yang agak berbeda, namun itu bukan masalah. Sakusa akan membuat siren itu menjadi sama seperti Miya Atsumu.

Dengan napas yang terengah-engah, Sakusa berdiri di tepi dermaga. Dia lalu bersiul untuk memanggil siren itu. Napasnya terasa sudah hampir putus karena semua perasaannya berkumpul menjadi satu di dalam dadanya. Rasanya ingin meluap karena terlalu banyak.
Tak butuh waktu lama, siren itu muncul di depan Sakusa. Dengan senyuman cerianya, siren itu menyapa Sakusa. Seperti kebiasaannya pada hari-hari sebelumnya.
"Halo." Ucap Siren itu. Dia sudah bisa bahasa manusia walau sangat sedikit.
Sakusa tersenyum lega saat melihat sirennya muncul. Suara siren ini juga mirip dengan Atsumu. Dan itu semakin membuat Sakusa candu.
"Aku lega kau datang. Kemarilah." Pinta Sakusa. Dia duduk di tepi dermaga untuk menyambut siren itu.
Lalu tanpa rasa takut sedikitpun, siren itu melompat dan duduk di samping Sakusa seperti biasanya.

Sakusa membelai lembut surai pirang basah itu. Lalu pindah untuk membelai pipi siren itu, merasa nyaman akan belaian Sakusa, siren itu semakin menyamankan dirinya dalam belaian Sakusa.
"Aku membawakan sesuatu untukmu." Ucap Sakusa.
"Ini." Lanjutnya sambil menunjukkan apel merah itu pada sang siren.
Dengan tatapan antusias, siren itu melihat apel itu dengan teliti. Dia belum pernah melihat benda itu sebelumnya. Warnanya merah mengkilat, nampak begitu menarik perhatian.
"Aku membawakan ini spesial untuk mu. Makanlah." Ucap Sakusa
Walau terdengar seperti dusta, namun itu ada benarnya. Sakusa memang spesial membawakan apel itu untuk sirennya seorang.

SERANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang