3.Laa Tahzan

4 0 0
                                    

"Ingat, Allah membeti apa yang kita butuh, bukan yang kita inginkan."

Yaman.

Suasana di asrama khusus santri Darul Muttaqin di sibukkan dengan kegiatan beres-beres barang, dikarenakan besok mereka akan kembali ke Indonesia tercinta.

Kecuali satu orang, yaitu Ayra. Ia hanya menatap kosong teman-temannya yang sedang berkemas dengan ekspresi bahagia mereka. Ia ikut tersenyum, dengan alasan kebahagian saudara-saudaranya.

"Kamu beneran masih mau nunggu setengah tahun lagi?" Tanya Hasna.

"Iya, masih berat buat aku, Na. Entah kenapa, aku malu. Dan juga aku sudah dapat izin dari kiai Abdul Ghofur buat masih bertahan setengah tahun di sini." Jawabnya dengan senyuman.

Hasna menanggapinya dengan senyuman lalu kembali beberes. Memang, seandainya Hasna hadi Ayra mungkin Hasna akan memilih bertahan lebih lama menormalkan perasaan.

Ia tahu pembatalan lamaran Gus Yahya, tapi ia tidak tahu Ayra menyukai suaminya. Atau bahkan, saling mencintai.

***

Koper-koper diangkat ke atas bis. Sekitar 30 santri putri yang akan pulang ke Indonesia, ada 14 orang santri putri Darul Muttaqin diantara mereka.

Wanita-wanita lengkap dengan beberapa lapis baju dan niqob serba hitam berbaris ingin menaiki bis. Barisan terakhir ada Hasna dan Ayra.

"Nanti sampaikan salamku sama teman-teman yang di sana, ya. Kalau bisa mereka jangan sampai tahu masalahku, aku yakin beliau pasti masih malu juga. Tunggu aku setengah tahun lagi, ya." Ucap Ayra sambil memusut bahu sahabatnya itu.

"Iya, insyaAllah. Mereka pasti kangen kamu, Ay." Jawab Hasna sambil memeluk Ayra. Air mata keduanya terhamburkan.

Hasna dengan air mata sedih akan berpisah sahabatnya dan sedih karena akan meninggalkan kota dengan seribu walinya ini, sedangkan Ayra menangis karena perpisahan dan menahan supaya tidak menangis karena hal yang melukai hatinya.

***

Seminggu kemudian

Ayra sedang mengistirahatkan tubuh dikasurnya, setelah menjagakan 10 setoran murid-murid baru sejak tadi pagi.

Drttt drtt

Ayra merasa ponselnya bergetar, melihat sang penelpon ialah Dea, adik Hasna.

"Assalamu'alaikum ka, ini Dea."

"Wa'alaikumsalam, kenapa, De?"

"Ka Hasna koma di rumah sakit," ucap Dea dari seberang telepon sana dengan suara menangis yang tertahan.

Bagai ada petir yang lewat di jendelanya, apa yang ternyadi dengan sahabatnya?

"Innalillah, kenapa bisa koma?"

"Luekimianya sudah sampai stadium akhir, aku takut ka..."

"Do'a yang terbaik buat kaka kamu De. Perasaan selama lima tahun di sini dia cuma pernah tiga kali kambuh,"

"Itulah lah, suasana di sana sama di sini beda. Kemarin pas mau pindahan ke rumah baru tiba-tiba ka Hasna sudah nggak sadarkan diri. Padahal mereka belum sempat serumah, soalnya bang Zean pergi ke Bandung beberapa hari untuk ketemu keluarga." Dea menceritakan semuanya tanpa ia minta.

"Ya Allah, pengennya aku pulang ke sana buat nemenin dia."

"Do'a kaka sama temen-temen di sana lebih mustajab, ka Ayra nggak perlu khawatir. Di sini banyak ko yang ngedampingi ka Hasna. Jangan sampai kabar tentang ka Hasna ini bikin ka Ayra kepikiran terus, insyaAllah tiap minggunya bakal aku kasih kabar ko."

"Iya, jangan lupa bacain burdah, minimal seminggu sekali. Soalnya kiayi Abdul Ghofur kalo lagi sakit suka banget dibain burdah,"

"Iya ka, udah ya ka.. aku mau ke kantin dulu makan."

"Iya,"

"Assamu'alaikum.."

"Wa'alaikumsalam."

'Ya Allah, berikanlah kesembuhan kepada sahabat hamba Hasna. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim Ya Mujibassailin...'

***

Seminggu kemudian.

Ayra mencek pesan masuk dari Dea.

Deadeadea:
Ka Hasna masih koma.

Sampai empat bulan kemudian hanya pesan itu yang dia terima, tidak ada perubahan.

Sampai minggu ke tujuh belas.

Deadeadea:
Kak Hasna sudah nggak ada ka.... kiai Abdul Ghofur koma di rumah sakit yang sama.

Ya rabb... sepertinya dia memang harus pulang ke Indonesia sekarang.

Tunggu kaka ya De, insyaAllah lusa kaka balik ke Indonesia kalo dapat izin dari guru di sini.

Deadeadea:
Iya ka, ka Hasna akan di makamnkan di alkah pondok pesantren Darul Muttaqin dekat sama kubur kakek.

Sudah diumumkan sama warga pesantren?

Deadeadea:
Sudah ka, ini lagi buat halaqoh khatam Qur'an sekali duduk.

Ayrabingung ingin membalas bagaimana lagi.

Sababat lillahnya.... sudah tiada. Perlahan air matanya turun deras tanpa permisi. Di bukanya Qur'an surah Yasin dan tidak lupa di niatkan  untuk almarhumah sahabatnya Hasna.

Kehilangan cinta, kini ia kehilangan sahabatnya.

Tapi ia ingat,

لا تحزن، ان الله معنا

Apapun yang terjadi itulah yang terbaik.

Allah memberi apa yang hambanya perlukan,
Bukan yang hambanya inginkan.

.......

Loh kok pendek-pendek? Namanya juga mini seri. Beberapa part lagi tamat ko. Tapi setelah mini seri yang ini ada kemungkinan aku buat mini seri yang lain, entah entah ini lagi atau bukan.

Ini Ayra(mini Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang