Bagian 6

0 0 0
                                    

Aku melanjutkan telepon sambil menghabiskan makanannya, beberapa menit kemudian aku mematikan telepon karna harus bersiap pergi ke mini market, karena hari ini adalah hari minggu. Aku pergi keluar rumah, mengunci pintu dan gerbang. Saat membalikkan badan, sudah ada Xavier yang sedang berdiri di belakangku dengan pakaian serba pendek dan keringat yang membasahi tubuhnya membuat dia semakin keren. Aku hanya menyapanya dengan senyuman dan pergi, baru berjalan sebentar aku teringat bahwa hari ini Lidia tidak akan masuk dan aku siap menerima pekerjaan dooble.

Xavier terdiam dan menanyakan kenapa Lidia tidak masuk, aku mencari alasan bahwa Lidia harus menemui ibunya di luar kota, Xavier akhirnya percaya dan menyuruhku untuk berangkat jam 11.20, aku melihat jam yang menujuk oukul 9.25, tanpa basa - basi aku mengiyakan dan pergi bergegas. Karena letak rumahku sangat strategis, dekat dengan kampus, tempat makan, tempat kerja bahkan minimarket jadi aku hanya perlu berjalan saja hemat biaya transportasi.

Saat sampai minimarket, aku mengeluarkan ponsel dan bercerita bahan apa saja yang akan aku beli. Jun menyuruhku untuk membeli banyak sayur dan daging, dia juga menyuruhku untuk pergi ke Mall dan membeli barang yang aku ingini. Tapi aku menolaknya agar uangnya bisa disimpan saja. Setelah selesai berbelanja, aku pergi ke cafe duduk-duduk meminum kopi sambil menelepon Jun.

"Iya, nanti kalo misalkan aku dateng ke sana, hal pertama yang bakal aku lakuin yaitu peluk kamu, peluk sampai kamu sesek nafas," kata Jun

"Oke, diterima. Kalo aku bakal ajak kamu jalan-jalan, kita piknik bareng dan makan di pinggir sungai, kasih makan ikan-ikan,"

"Oke, diterima. Tambahan, buat liburannya aku bakal ajak kamu ke pantai dan kita berjemur bareng, malemnya kita tidur dihamparan pasir dan liat bintang,"

"Aaaa! Kenapa ide kamu bagus banget?"

"Drama yang aku tonton di sini banyak ngasih referensi,"

"Haha, oke lanjut. Nanti kita bakal makan ice cream sepuasnya terus-"

Aku terus bercerita mengenai khayalanku dan Jun, hingga tidak menyadari kalau waktu sudah menunjuk pukul 10.55, akhirnya aku pergi pulang dan segera bersiap. Mandi, memakai baju dan sedikit memoleskan riasan wajah. Melihat jam yang sudah menunjuk pukul 11.18 membuatku putus asa dan pasrah kalau aku pasti akan dimarahi oleh Xavier.

Aku keluar rumah dan menutup pintu, namun aku melihat seperti Xavier yang sedang berdiri di depan pagar dengan setelan serba hitam, aku mendekatinya.

"Pak?" tanyaku

"O-oh, kamu lama banget,"

"Bapak ngapain di sini?"

"Sa-saya cuma mau liat aja seberapa tepat waktunya kamu, ternyata bener kamu bukan orang yang tepat waktu,"

"Maaf, Pak,"

"Ya udah ayo cepet." Xavier pergi berjalan

Aku mengikutinya dari belakang, saat sampai restoran sudah sangat ramai karena ini hari sabtu, aku dan Xavier saling tatap dan berlari ke arah restoran. Aku mengganti baju dan mulai bekerja menerima pesanan para pelanggan.

***

Aku terdiam saat telepon dari Sya mati, sedikit tersenyum setelah mengingat hal kita lakukan tadi, mengkhayal bersama. Tiba-tiba sekretarisku mengetuk pintu dan masuk, namanya Yeona aku sudah sering menceritakan dia kepada Sya. Dia bilang bahwa nanti malam akan ada makan malam antar keluarga, aku cuma mengangguk dan dia pun pergi keluar.

Iya, aku dan Yeona bukan hanya sebatas hubungan antara bos dan sekretaris. Saat itu, saat Sya meneleponku dan aku bilang bahwa aku lembur hingga tertidur di kantor, sebenarnya malam itu keluargaku dan Yeona bertemu, membahas tentang perjodohan kami, aku menolaknya dan meninggalkan acara makan malam itu. Karena aku tidak ingin bertemu dengan orang tuaku, akhirnya aku memilih tidur di kantor, aku tahu Sya meneleponku, tetapi aku takut tidak bisa mengontrol emosi dan menceritakan semuanya sehingga membuat Sya sakit.

Aku sudah menolak perjodohkan itu mentah-mentah, bahkan aku sudah menemui keluarga Yeona secara langsung dan berkata aku sudah memiliki calonku, jadi jangan paksa Yeona untuk bersamaku. Namun, ternyata keluargaku tahu dan ayahku langsung menamparku.

"Kamu mau rusak hubungan papah sama teman papah?" tanya ayahku

"Bukan gitu Pah, Jun udah punya Sya, aku gak mungkin ner-"

"Sya? Cewek yang belum jelas itu?"

"Pah, hubungan aku sama Sya udah lama banget dan memang udah seharusnya Jun kasih kepastian ke Sya, Jun sama Sya udah 4 tahun jalin hubungan ini. Jun sebagai cowok harus bertanggung jawab Pah, kalo Jun minta dia buat tunggu artinya Jun harus dateng, Jun gak mau buat hati dia sakit,"

"Jun, Eoma mohon ikutin kata papah ya,"

"Ma? Jun ada di sini karna Jun ikutin kata papah, Jun pikir kalo bukan abang berarti harus Jun. Tapi kalian tolong, tolong ngertiin Jun juga,"

Ayahku berjalan ke arah sofa dan duduk. "Oke, papah punya syarat buat kamu, laksanain proyek yang ada di Jeju dalam waktu dua bulan ini dan kamu boleh ketemu sama dia, orang yang ikat kamu itu,"

Aku menghela nafas. "Oke deal." Aku berjalan pergi ke kamar.

Jadi, hari ini aku harus menemui mereka lagi, mungkin mengulang hal kemarin lagi, berdebat. Aku melihat jam yang menunjuk pukul 14.00, beranjak dari dudukku dan pergi ke arena tembak. Saat aku sedang stress aku akan pergi ke sini, menurutku hal ini bisa meredakan stress ku.

Satu tembakan.

Dua tembakan.

Tiga tembakan.

Dipikiranku saat ini adalah tentang Sya, kenangan yang kami lakukan bersama, tertawa, bercerita hingga bersedih kita lalui bersama. Aku tidak mungkin memutuskan hubungan ini begitu saja. Aku menurunkan pistolku dan melepas pelindung telinga, tiba-tiba seseorang memelukku dari belakang.

"Jangan banyak pikiran Jun, aku gak mau kamu stress, aku gak mau kamu sakit," katanya yang terdengar seperti suara Yeona.

"Apa-apaan kamu?" aku melepas kasar pelukannya.

Aku pergi keluar dan meninggalkan Yeona sendiri. Yeona berlari mengejarku, entah mungkin dia memang wanita ceroboh, dia pun terjauh, mau tidak mau aku harus membantunya. Aku menjulurkan tangan, namun dia malam menangis.

"Kenapa kamu tolak aku Jun? Apa aku kurang cantik atau aku kurang baik?"

"Karna kamu terlalu sempurna, jadi aku gak bisa nerima kamu." Aku membantunya berdiri dan pergi.

Aku bergegas pulang, meninggalkan Yeona sendiri. Aku berteriak memanggil kedua orang tuaku, namun tidak ada satu jawaban pun dari mereka, aku berjalan ke arah dapur, melihat ibuku dan ibu Yeona yang sedang memasak. Ibuku menampilkan wajah tanya mengapa aku berteriak. Aku mengabaikannya dan pergi ke halaman belakang, benar saja ayahku dan ayah Yeona sedang bersama, tanpa basa basi aku langsung meminta ayahku untuk berbicara dua mata saja. Ayah mengikutiku.

"Apa ini? Kenapa masih ada acara makan bersama? Bukannya semua sudah selesai sama perjanjian kita?" tanyaku

"Itu cuma silaturahmi saja,"

"Papah yakin cuma silaturahmi aja?"

"Iya, apa lagi? Perjanjian pertunangan kamu sama Yeona,kan sudah batal,"

Aku hanya mengangguk dan pergi masuk ke dalam kamarku. Aku yang sangat lelah dengan semua, merobohkan tubuh ke atas kasur, saat melihat ke arah samping tidak sengaja melihat fotoku bersama Sya yang di pajang sebelah ranjangku. Aku mengulurkan tangan dan mengambil foto itu, mengelus foto Sya yang sedang tersenyum ceria, perlahan aku mulai mengingat semua kenangan indah yang telah kami lalui bersama.

"Aku gak akan ngalah sama Papah Sya, aku bakal terus perjuangin hubungan kita, meski aku tau dari awal hubungan ini orang tua aku gak pernah restuin kita, perlakuan mereka ke kamu juga pasti ngebuat kamu sakit hati dan gak akan pernah bisa kamu lupain. Tapi yang aku tau kamu pantes Sya buat aku perjuangin," ucapku

***

Jun ngeselin. Dia bohong.

Okeee next ya guys, udah ada pemeran baru, Yeona:)

TERNYATA KAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang