PROLOG

3.5K 149 2
                                    

Bismillah

•°•°•

"Ck, ceritanya jelek banget sih! Gak sesuai ekspektasi."

"Cerita terburuk yang perna gue temui!"

"Saran thor, mending lo gak usah nulis deh. Cerita lo alay banget sok suci!"

"Wah ceritanya bagus banget, semangat yah kak nulisnya."

"Semangat!!"

"Cerita burik! Najis thor."

Dan masih banyak lagi berbagai macam komentar yang gadis itu baca di laptop miliknya. Lagi, ia hanya bisa membuang nafas kasar.

"Iya tahu, cerita saya memang jelek, gak jelas dan paling buruk! Saya sadar kok, saya memang gak layak buat menjadi seorang penulis. Nggak seperti penulis penulis yang kalian puja."

"Tapi apa salah, kalau saya pengen berusaha? Namanya kan juga belajar? Oke, di lain sisi saya senang. bahkan bersyukur, karena kalian mengkritik cerita yang saya buat."

"Tapi apa harus banget yah, dengan menjatuhkan semangat saya? Saya hargai cara kritikan kalian. Tapi jujur, hati saya juga sakit. Setiap buka laptop, pasti notif yang pertama kali muncul kritikan kalian."

"Jadi saya mohon, beritahu saya! Gimana cara membuat cerita yang menurut kalian bagus? Menarik? Bahkan sesuai dengan ekspektasi kalian. Katakan!!" Ucap gemas gadis itu entah kepada siapa.

Hening..

Iris mata legamnya, menatap bulan dan bintang yang menerangi langit. Gelapnya malam, menjadikan bulan serta bintang tampak terlihat serasi. bahkan mampu meriahkan langit di malam ini.

Safiyah Khuwailid Al-Qibtiyah. kerap di sapa Fiyah bagi orang yang mengenal dirinya. Sedangkan keluarga? Mereka memanggil gadis itu Sakhuwa, gabungan dari awalan Sa dan Khuwa.

Safiyah adalah gadis berniqab yang mempunyai hobi menulis. Saat ini, ia telah meginjak usia 20 tahun. Dan menjadi salah satu mahasiswi jurusan sastra bahasa, di salah satu kampus ternama di kotanya.

Karena hobi itu pula, ia berhasil meyakini dirinya untuk membagikan karya fiksi yang ia buat untuk di publishkan ke khalayak umum.

Cerita yang kebanyakan berbau genre islami itu, ternyata banyak mengundang berbagai komentar. Bahkan tidak ayal, banyak sekali kritikan serta cemooh yang dirinya dapati setelah membagikan karya fiksinya.

"Saya berjanji, akan membuktikan ke pada para pembaca bahwa cerita bergenre islami itu sangat bagus. Saya juga akan membuktikan kepada kalian, bahwa karya yang saya buat akan di sukai dan di senangi oleh para pembaca novel. Yah! Saya berjanji!!" Ujar Safiyah bersungguh-sungguh.

Kembali mengambil laptop nya yang tadi ia simpan. Safiyah menatap kolom komentar itu sejenak, pikirannya kini kembali berputar di dalam otak kecilnya.

Ia harus merombak kembali cerita yang ia buat. Bagaimana pun, ia sudah bertekad dan akan membuktikan pada dirinya. bahwa, ia juga pasti bisa membuat karya yang dapat di senangi oleh para pembaca.

Semakin menatap komentar itu, rasa hasrat untuk membuat cerita fiksi dalam dirinya semakin menggebuh. Safiyah menyungging senyum penuh arti di kedua sudut bibirnya.

"Sakhuwa?! Lagi di atas atap yah sayang? Ini bunda." Suara yang sedikit menggelar dari dalam kamarnya, terdengar sehingga membuyarkan lamunan Safiyah.

Gadis itu menoleh ke arah pintu tangga yang tertutup. Mendengar suara bundanya dari bawah atap, ia meringis kecil. Sepertinya telinganya ini harus siap-siap untuk mendengar ceramah panjang lebar dari bunda tercintanya.

"Iya bun, Sakhuwa lagi di atas!" Jawab Safiyah sedikit meninggikan oktaf suaranya. Ia segera menutup laptopnya yang sudah ia matikan.

"Turun sayang! Bunda bawakan makanan nih. Kamu harus makan dulu, nanti magh kamu kambuh loh. Jangan malas deh! Bunda Kan udah ngingetin, kalau udah sholat isya turun makan! Jangan cuman ngebantu bunda masak doang. Nanti kamu sakit Sakhuwa!"

Benarkan? Ia belum turun saja, bundanya sudah mulai mengomeli dirinya. Ia kembali meringis, sepertinya ia pasrah saja kali ini.

"Iya bundaku sayang, Sakhuwa turun nih." Safiyah mulai beranjak dari posisi duduknya. Merenggangkan tubuhnya sejenak, entah kenapa kepalanya sedikit linglung.

"Astaghfirullah, kepalaku kok pening gini sih? Ini kenapa?" Gumamnya sedikit memijat area kepalanya yang terasa memberat.

Tes

Merasakan tetesan yang keluar dari bawah hidungnya, Safiyah perlahan menyekahnya dengan jari.

Darah?!

Sontak, kedua bola matanya membulat dengan raut panik yang terlihat jelas di wajah pucatnya. Ia mimisan? Tidak! Ini tidak mungkin, ia tidak perna mengalami hal seperti ini sebelumnya. Ini pertama kalinya ia mengalami mimisan, dan?

"Argh, kepalaku!"

"Astaghfirullah, ya allah aku kenapa?!" Jeritnya dalam hati. Sungguh, ia semakin panik dan khawatir. Bahkan ia telah berpikir yang tidak tidak saat ini.

"Akhh, b-bunda .. kepalaku? Sakit!" Safiyah tidak dapat lagi menahan rasa sakit yang semakin menyerang di kepalanya. Rasa nyeri membuat ia tidak tahan, sehingga dirinya terjatuh dengan sedikit kasar.

Bruk!

"Argh sakit! Ya allah, ampuni hamba." Lirihnya sendu. Air mata yang telah mengalir deras membuat rasa sakit di kepalanya semakin menjadi-jadi.

Apakah ini ajalnya?

Astaghfirullah!

Bunda? Ayah? Kakak?

Maaf ...

Buram? Pandangannya kini semakin memburam. Lidahnya keluh, ia hanya bisa memasrahkan dirinya. Air matanya mengalir tanpa henti.

Kembali, ia mendengar suara bundanya yang memanggil dirinya dari bawah. Kali ini, terdengar gurat khawatir dari sosok wanita paruh bayah itu. sebelum pandangannya benar benar menghilang, ia berlirih sayu.

"Maaf."

•°•°•

Alhamdulillah

Transmigration Or Dream? [REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang