Kami masih terdiam dengan pikiran masing-masing. Aku berjalan menuju jendela di sisi lain yang menghadap ke luar gerbang depan sekolah. Aku menyibak tirai yang menutupi kaca jendela tersebut.
Tampak pintu gerbang terbuka lebar, sementara sebuah mobil suv terlihat menabrak pagar teralis
Tepat di pos satpam, terlihat mayat pria dengan anggota tubuh yang sudah tidak lengkap tengah di kerumuni zombie yang saling memperebutkan lengan pria tersebut.
Pandanganku menyusuri situasi di sekelilingku.
Dari arah lain, sekumpulan zombie berlarian di jalanan mengejar seorang wanita.
Tidak ada harapan baginya, aku yakin.
Wanita itu akhirnya harus berakhir menjadi santapan makhluk mengerikan itu setelah tersungkur dan di serang habis-habisan dari segala arah.
Pemandangan yang sangat mengerikan.
Teks yang sudah diperbaiki:
Aku tidak bisa hanya duduk diam di sini.
Aku harus memikirkan cara untuk keluar dari tempat ini. Satu-satunya jalan keluar adalah melalui gerbang belakang.
Tapi, apakah itu mungkin?
Itu yang selalu terlintas dalam pikiranku karena makhluk itu telah menguasai seluruh sekolah. Keluar dengan cara nekat melalui gerbang depan hampir seperti bunuh diri. Mungkin aku bisa melakukannya, tapi bagaimana dengan yang lain?
Saat ini, setiap tindakan yang kami ambil penuh dengan risiko. Berdiam diri bukanlah solusi.
Tiba-tiba, sebuah rencana muncul dalam pikiranku.
Aku menatap sekelilingku dan melihat beberapa sapu dan pel yang tersusun di sudut ruangan ini.
"Kau sedang apa Luna?" tanya Glen.
Aku tidak menjawabnya, tetap melepas semua gagang sapu dan pel yang mungkin dapat kugunakan sebagai senjata darurat .
"Tidak Luna, jangan berpikir untuk melakukan tindakan nekat lagi," ucap Ray dengan nada tercekat.
"Lagi? Padahal sedari tadi kita belum berbuat apa-apa, sampai kapan kita berada di sini Ray? " kutatap tajam matanya. "Sampai ada yang menolong kita semua? Atau sampai satu persatu dari kita berakhir menjadi makhluk mengerikan itu."
Semuanya terdiam, aku meraih tasku lalu melepas seragamku, hanya mengenakan camisole dan rok pendek selutut.
Pakaian sebelumnya sempat menyulitkan aku saat Pak Hendra dan sekumpulan zombie itu mengejarku.
"Dengarkan aku... Kita tidak bisa berdiam diri saja menunggu bantuan datang, jumlah mereka semakin banyak. Tidak ada harapan bila kita tidak keluar dari tempat mengerikan ini secepatnya. " Aku menatap Ray.
"Jadi apa yang akan kita lakukan Luna?" bisik Lamira.
Pakaian sebelumnya sempat menghambat gerakku ketika Pak Hendra dan segerombolan zombie mengejar.
"Dengarkan aku... Kita tidak bisa hanya duduk diam menunggu bantuan datang; jumlah mereka semakin bertambah. Tidak ada harapan jika kita tidak segera meninggalkan tempat yang mengerikan ini," kataku, menatap Ray.
"Jadi, apa rencanamu, Luna?" bisik Lamira.
Aku beralih pandang ke arah Lamira.
"Aku akan keluar dan memancing mereka agar mengejarku. Selagi perhatian mereka teralihkan padaku, kalian segera menuju gerbang belakang sekolah dimana mobil..."
"Tidak, Luna! Jangan bilang kau akan menjadi umpan mereka demi kami..." potong Glen.
"Jangan nekat, lebih baik aku yang menjadi umpan hidupnya," tawar Ray.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARTIFICIAL HUMAN
Science FictionSedari awal aku memang tidak mengenal siapa diriku yang sebenarnya. Rentetan peristiwa sejak awal mula aku hidup bak robot manusia yang harus memenuhi keinginan mereka. Dan percobaan demi percobaan menciptakan monster yang menghabisi jutaan manusia...