002

7.9K 476 3
                                    

> sebelum baca silahkan vote

Avan yang niatnya pulang sekolah ingin berkumpul bersama teman-temannya harus mengurungkan niatnya karena sudah papahnya pulang.

Avan memarkir motornya di halaman rumahnya, sebelum itu, ia tersenyum kearah satpam yang ada di depan rumahnya. Langkah kakinya berjalan masuk kedalam rumahnya, ia menatap seluruh penjuru rumahnya . Ia bernafas lega saat tidak mendapati kedua orangtuanya di rumah, ia melangkahkan kakinya kearah tangga untuk memuju ke kamarnya yang berada di lantai dua.

Setelah sampai di kamarnya, ia merebahkan tubuhnya di kasur king size tanpa sadar ia memejamkan matanya tanpa melepaskan baju seragam yang ia gunakan . Namun sebelum benar-benar terlelap , avan buru buru bangun dari tidurnya setelah mendengar teriakkan dari dirga ayahnya.

"AVAN PRADIPTA , KEMARI KAMU"

Avan menampar kepalanya yang berkunang kunang karena di sebabkan, ia bangun secara tiba tiba . Tanpa sadar ia menabrak pintu yang sebelumnya tertutup.

BRAK

Ia meraih knop pintu kemudian berlari turun kelantai satu untuk menemui papahnya mengabaikan rasa sakit di kepalanya akibat bangun tergesa gesa serta tadi menabrak pintu.

Tak membutuhkan waktu lama avan sudah sampai di depan kedua orang tuanya yang menatap dirinya tak suka. Dirga melemparkan surat panggilan kearah avan yang ia dapatkan di sekolahan milik anaknya tadi pagi.

PLAK

Satu tamparan dari Agnes tepat mengenai pipi kanan milik Avan, membuat sang empu tertoleh ke samping.

" Kamu tahu , hari ini saya ada meeting dengan klien penting karena dirimu berbuat ulah saya harus memundur meeting itu" Agnes berucap sembari menatap tajam kearah avan yang sedang menunduk dengan tangan memainkan yang ujung baju miliknya.

" Maaf ma"

Avan sedikit mendongak menatap agnes yang menatap tajam dengan tangan yang sedang memainkan ujung baju.

" Kamu urus anak ini, saya mau balik kekantor ada meeting"

Setelah menampar avan agenes berjalan menuju meja kemudian mengambil tasnya dan kunci mobil yang ada di atas meja . Avan menatap punggung agnes sampai tak terlihat lagi, sedang asik memikirkan hukuman apa lagi yang ia terima selanjutnya.

" Buka baju mu, dan berbalik"

Avan menatap ayahnya yang sudah memegang ikat pinggang di tangannya, entah kapan pria paru baya itu melepas ikan pinggang nya. Ia menuruti perintah ayahnya , hingga terlihat badan yang putih serta banyak bekas luka disana.

" Hitung" sambung dirga

Ctar

"Satu"

Ctar

" Dua"

Ctar

"T-tiga"

Ctar

" E-empat"

Ctar

" L- lima"

Avan mengigit bibir bawah menahan rasa sakit di punggung nya.

" Saya masih ada urusan , jadi hukuman mu sudah cukup kembali ke kamar mu"

Dirga kembali memasang ikat pinggang nya kemudian berjalan kearah pintu meninggalkan avan yang menatap punggung dengan raut yang tak bisa di artikan.

Avan menghela nafas kemudian ia berjongkok sembari tangannya meraih baju kaos yang sempat ia lepas tadi, kemudian ia memasangnya membuat dirinya meringis saat luka di punggungnya tak sengaja bergesekan dengan baju miliknya

Shhh

Avan meraih baju seragam yang tergeletak di lantai kemudian ia melangkahkan kakinya menuju tangga untuk menuju kamar miliknya.

Setelah sampai di depan pintu kamar miliknya, ia meraih knop pintu dan masuk kedalam . Ia menutup pintu kamarnya dan tak lupa mengunci pintu, kemudian avan berjalan menuju kasur king size miliknya. Ia mendudukkan dirinya di atas kasur dan kembali membuka kaos yang yang dikenakan nya menampilkan perut yang sixpack,. kemudian ia bangkit dari duduknya melangkah kakinya medekat kearah cermin yang ada di kamarnya , ia memposisikan punggungnya ke depan cermin kemudian ia sedikit menoleh untuk melihat luka punggungnya.

Avan menghela nafas panjang saat mendapati memar di punggung. Setelah selesai ia berjalan kearah kasur dengan tangan yang meraih gitar yang ada di atas kasurnya, ia berjalan kearah balkon tanpa menggunakan baju . Avan membuka pintu balkon . Ia melepaskan gitarnya ke sofa yang sengaja ia taruh di sana , tangannya meraih rokok yang ada di saku celana sekolahnya.

Kemudian ia mendudukkan dirinya ia sofa bersebelahan dengan gitarnya, kemudian menyimpulkan mulutnya dengan rokok yang sudah ia nyalakan mengabaikan rasa sakit serta dingin di tubuhnya. Avan meraih gitar yang berada di samping nya , kemudian ia memainkannya sembari bernyanyi sembari menikmati angin sore hari kota Medan .

Malam ini hujan turun lagi
Bersama kenangan yang ungkit luka di hati
Luka yang harusnya dapat terobati
Yang ku harap tiada pernah terjadi
Ku ingat saat Ayah pergi, dan kami mulai kelaparan
Hal yang biasa buat aku, hidup di jalanan
Disaat ku belum mengerti, arti sebuah perceraian
Yang hancurkan semua hal indah, yang dulu pernah aku miliki
Wajar bila saat ini, ku iri pada kalian

Avan sedikit tersenyum saat menyanyikan lirik tersebut. Lagu diary depresiku sangat mencerminkan dirinya saat ini.

Yang hidup bahagia berkat suasana indah dalam rumah
Hal yang selalu aku bandingkan dengan hidupku yang kelam
Tiada harga diri agar hidupku terus bertahan
Mungkin sejenak dapat aku lupakan
Dengan minuman keras yang saat ini ku genggam
Atau menggoreskan kaca di lenganku
Apapun kan ku lakukan, ku ingin lupakan
Namun bila ku mulai sadar, dari sisa mabuk semalam
Perihnya luka ini semakin dalam ku rasakan
Disaat ku telah mengerti, betapa indah dicintai
Hal yang tak pernah ku dapatkan, sejak aku hidup di jalanan
Wajar bila saat ini, ku iri pada kalian
Yang hidup bahagia berkat suasana indah dalam rumah
Hal yang selalu aku bandingkan dengan hidupku yang kelam
Tiada harga diri agar hidupku terus bertahan
Wajar bila saat ini,
Ku iri pada kalian yang hidup
Bahagian berkat suasana indah dalam rumah
Hal yang selalu aku bandingkan dengan hidup ku yang kelam
Tiada harga diri agar hidupku terus bertahan
Tiada harga diri agar hidupku terus bertahan
Tiada harga diri agar hidupku terus bertahan

Setelah menyelesaikan nyanyian , Avan kembali masuk ke kamarnya tidak lupa untuk mengunci pintu balkon. Ia merebahkan tubuhnya tanpa memasang baju , tak lama ia pun terlelap dengan posisi terlentang .

>BERSAMBUNG...

GAVAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang