BAB 1

393 51 7
                                    

"Plislah anjir! Panik dikit kek!" Boran sudah meraung-raung sedari tadi, memaki-maki temannya yang sungguh mampu untuk memancing emosi.

Miku yang menjadi bahan makian dari Boran hanya menghela napas pelan. Kalau ditanya dia panik atau tidak, sebenarnya panik. Sedikit. Kalau tadi dia perempuan dia tidak akan merasakan sedikit kepanikan. Karena perempuan memang sudah seharusnya hamil. Tapi dia laki-laki.

Miku laki-laki. Dan dia hamil. Laki-laki hamil?

Miku hamil, dan dia tidak tahu kenapa bisa hamil dan dia juga tidak tahu siapa yang menghamilinya, atau sebenarnya dia tahu tapi otaknya malas memutar memori untuk mengingat kembali wajah dari laki-laki yang menyodoknya.

Karena semua sudah terjadi, ya sudah terjadi. Dari pada panik berlebihan seperti Boran sekarang, mendingan dia tidur. Tapi tidak bisa tidur sekarang. Dia harus menenangkan Boran terlebih dahulu sehingga dia bisa segera tidur dengan damai.

"Boran, udah. Aku nanti pasti bakal mikirin gimana jalan keluarnya."

Mata Boran menyipit. Terlihat sekali dirinya tidak percaya dengan ucapan Miku.

"Alah bangsat! Bilang aja kamu mau tidur 'kan?"

Miku membenarkan dalam hati, "enggak. Aku bicarain dulu ke orang tuaku."

Boran menghela napas pasrah. Sedikit frustasi menghadapi temannya yang kelewat santai ini. Bisa-bisanya Miku tetap santai dan tenang saat tahu penyebab dari mual-mualnya belakangan ini adalah kehamilan. Temannya ini sebenarnya terbuat dari apa?

Tapi kalau dipikir-pikir lagi sepertinya Boran tahu bagaimana bisa Miku hamil.

Miku itu orangnya 'kan santai ya? Terus bodoh amatan pula. Bisa saja ketika Miku sedang berjalan pulang ke rumah, dia dicegat pereman terus diajak ke semak-semak. Nah karena Miku terlalu malas untuk bertanya jadi dengan santainya ikut. Dan setelah dia di sodomi, dia bodoh amat dan langsung pulang.

Boran mengangguk-angguk dengan pemikirannya.

"Enggak salah lagi!" teriaknya.

Miku yang tadinya mau menutup mata terpaksa membuka matanya kembali. "Jangan berisik, aku mau tidur."

Ck!

"Jangan tidur dulu, kamu harus jujur! Pereman mana yang hamilin kamu?! Di semak-semak mana kamu diajak?!"

Dahi Miku mengernyit. "Bukan di semak-semak. Tapi di sini. Di kos ini."

Boran semakin terguncang mendengar pernyataan dari Miku. Di kos? Berarti temannya ini menyewa begitu?

"Sejak kapan kamu nyewa-nyewa lonte?"

Miku terdiam sejenak. Kemudian menatap lekat pada Boran. "Bukan dianya lonte. Tapi aku deh, 'kan aku yang disodok."

"Eh?"

"Iya 'kan?"

Boran berpikir keras.

"Kamu lonte?"

Miku mengangguk.

"Berarti kamu menggoda?"

Miku menggeleng.

"Kok enggak menggoda? Lonte 'kan suka menggoda!"

Tubuh Miku membeku. Benar, lonte suka menggoda. Tapi dia tidak menggoda. Dia tidur saat itu. Dan orang tidur tidak mungkin bisa menggoda.

"Aku lonte halal. Aku enggak menggoda."

Mata Boran seketika berbinar! Dia mendapat pencerahan. "Benar, kamu lonte halal!"

Keduanya berpelukan.

Berpelukan.

Ya ...

Boran sudah tidak berisik lagi, dia sudah mengetahui alasan mengapa bisa Miku hamil. Karena Miku lonte halal. Jadi dia ikut berbaring di samping Miku. Keduanya bersiap untuk tidur.

"Kapan mau bilang ke orang tua kamu?" tanya Boran pelan dengan mata yang hampir terpejam.

Miku diam sejenak. Dia berpikir kapan enaknya memberitahukan orang tuanya. Secepatnya atau se-lamanya? Kalau secepatnya orang tuanya bakalan bisa melacak keberadaan yang menghamilinya dan dia akan dibuat repot. Tapi kalau kelamaan, dia bakalan jadi sasaran kemarahan orang tuanya.

"Sekarang aja deh," jawabnya.

Mata Boran yang tadinya sudah tertutup kembali terbuka dengan tiba-tiba. Dan semakin membukalah matanya ketika melihat Miku yang sudah menelpon orang tuanya. Mana diangkat lagi.

"Halo, Dek? Ada apa nelpon siang-siang?" tanya Mira, Bundanya Miku.

"Adek hamil, Bunda," jawab Miku tanpa basa basi. Langsung ke pointnya.

Tolong, Boran ingin menenggelamkan dirinya sekarang juga di lautan. Bisa-bisanya temannya ini?!

"Hamil? Udah berapa lama hamilnya?" tanya Mira ketika sadar dari terkejutnya.

"Hm, hamil. Tiga minggu lebih mungkin."

Terjadi keheningan.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga puluh detik.

"Adek tunggu di kos ya? Ayah sama Bunda jemput Adek."

"Oke."

Miku meletakkan kembali handphone tersebut dengan sembarangan di lantai. Dia ingin kembali tidur.

"Udah? Gitu doang?" tanya Boran entah kepada siapa. Dia pikir bakalan ada sesi perang bacotan antara ibu dan anak tersebut. Tapi ternyata?

Boran sungguh tidak percaya. Apa sekeluarga Miku adalah orang yang santai? Sampai-sampai berita hamil saja dibawa selow begitu? Wah!

"Heh! Mik?"

Miku berdeham.

"Itu orang tua kamu enggak bakalan marah?"

Miku berpikir sejenak. "Enggak."

Boran merenung. Enggak marah. Hm? "Serius enggak marah? Dari mana kamu tahu?"

"Ya kalau marah mereka enggak bakalan jemput aku."

Iya juga ya?

"Tapi seandainya orang tua kamu minta kamu gugurin anak kamu gimana?" tanya Boran lagi. Seriusan, dia masih enggak percaya dengan kesantaian keluarga Miku!

Miku menguap sebentar sampai ujung matanya berair. Dia beneran mengantuk. "Kalau dokternya yang datang ke rumah ya udah gugurin," jawabnya tanpa beban. Aih!

"Kalau enggak datang?"

Mata Miku sudah terpejam. Dia menguap kembali. "Enggak gugurin."

Ya, Boran harusnya tidak terkejut lagi dengan jawaban Miku. Mungkin kalau Miku disuruh mencari siapa bapak dari anaknya mungkin Miku akan menjawab, "ngapain? Malasin ah."

Boran lelah. Hahaha haha ha ....

Jambu!

•••••
TBC

TO RETURNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang