Miku benar-benar tidak menggugurkan anaknya karena tidak ada Dokter yang datang ke rumahnya. Boran tidak heran. Ahli gugurin kandungan mana yang mau wajahnya terlihat di khalayak? Mau dibantai masyarakat? Haduh!
Jadi Miku mempertahankan anaknya.
Sebenarnya dia capek harus hamil, merasakan mual berlebihan, tidak nafsu makan, tidak nafsu menonton anime, tidak nafsu mandi. Hmm, mungkin yang terakhir bisa diabaikan karena sesungguhnya sebelum hamil pun Miku sudah malas mandi. Tapi selain itu, benar-benar merepotkan.
Ah, ada satu hal lagi yang lebih-lebih merepotkan. Menjadi tontonan publik karena perutnya yang membesar. Awal-awal kehamilan perutnya masihlah rata hingga dia hamil di bulan ke empat perutnya mulai terlihat membesar dan menjadi pertanyaan bagi yang melihat.
Tapi, karena Miku bukanlah manusia yang repotan jadi dia memberitahukan kalau dirinya hamil kepada teman kampusnya, kepada tetangga kosnya, kepada tetangga di rumah orang tuanya, kepada anak-anak yang kepo, kepada semua orang yang bertanya.
Boran sudah hampir menangis melihat Miku yang dengan santainya membeberkan hal tersebut. Perempuan saja yang belum memiliki suami takut memberitahukan kalau dirinya hamil. Dan ini? Dia laki-laki! Apa tidak semakin buruk pandangan orang-orang?
Tapi lagi, Miku bodoh amat. Dikatai homo, dikatai pecinta pedang, dikatai kaum sodom, dikatai hamil anak haram, dikatai aneh, dikatai korban eksperimen, ah pokoknya segala perkataan yang buruk, Miku tetap tidak ambil hati dan pikiran, santai menjalani hidupnya.
"Kan aku yang hamil kenapa mereka pada sibuk? Aneh," katanya ketika Boran memintanya untuk cuti kuliah sementara sampai ia melahirkan.
Boran tidak merespon lagi. Cukup melakukan apa yang dikatakan oleh orang tuanya. Ya, sesuai kata orang tuanya tugasnya sekarang hanyalah untuk tetap berada di sisi Miku sehingga tidak akan ada yang berani mengganggu Miku secara fisik berhubung Ayah Boran seorang polisi.
Boran, kamu adalah teman sejati. Benar!
Tapi tetap saja Boran mengkhawtirkan keadaan Miku. Biar bagaimana pun Miku tidak bisa selalu santai. Memang sih bagus tidak overthingking tapi kalau terlalu tidak peduli bisa saja membahayakan.
Apa lagi orang tuanya Miku itu orang terkenal. Orang kaya yang usahanya entah apa saja. Semua yang dilihat memiliki peluang, semua diambil oleh orang tua Miku. Dan karena itulah bisa sangat membahayakan.
Bagaimana kalau ada saingan orang tua Miku yang berlaku curang dengan memanfaatkan keadaan Miku yang sedang hamil? Seperti mempermalukan?
Benar sih hamil itu sebuah anugrah, sebuah keajaiban yang luar biasa. Tapi kalau bagi perempuan. Sedangkan Miku laki-laki. Entah apa nanti yang akan muncul di berita mengenai kondisi Miku. Apa lagi 'kan berita suka hiperbola.
"Saking serakahnya dengan harta pasangan suami istri–Mickhael dan Syaina–sampai menjadikan anak sebagai bahan eksperimen."
"Anak dari pengusaha bernama Mickhael tidak layak menjadi penerus warisan. Lantas siapakah yang layak menggantikan?"
"Ajaib. Laki-laki hamil. Diduga bahwa anak dari pengusaha bernama Mickhael seorang transgender."
Wajah Boran membeku. Bagaimana kalau itu terjadi? Apa yang akan terjadi kepada Miku? Temannya yang memiliki otak satu persen itu?
Miku yang tidak tahu sedang menjadi bahan overthinking dari Boran menatap Boran dengan bingung. Akhir-akhir ini raut wajah Boran terlihat tidak sehat. Dahinya selalu berkerut, seolah memikirkan hal yang berat.
"Kamu kenapa?" tanya Miku pada akhirnya, sembari menepuk pelan bahu Boran.
Boran terlihat sedikit tersentak. Terbukti kalau sedari tadi dia tidak fokus pada apapun yang terjadi.
"Aku ... aku enggak tahu harus apa."
Sekarang malahan dahi Miku yang berkerut. Memangnya Boran kenapa sih? "Kamu enggak tahu ngapain? Aku ajarin."
Boran langsung menatap tepat di manik mata Miku. Tatapan yang penuh akan ketajaman omongan tetangga. "Bisa apa kamu, Mik?" tanyanya dengan serius.
Miku menjadi gugup ditanyai dengan serius oleh Boran. Dan lagi, dalam hal apa dia bisa atau tidaknya? Boran kalau sedang serius ternyata menjadi sedikit bodoh ya.
"Aku bisa tidur."
Raut wajah Boran seketika mendatar.
"Aku salah jawab ya?"
Miku cengengesan. Raut wajah Boran semakin mendatar.
"Miku. Aku tahu kamu bego tapi aku enggak nyangka kamu sebego ini."
Miku bukannya marah atau sakit hati justru dia semakin cengengesan. Senang dikatai oleh Boran. Ya, sejak hamilnya bertambah bulan moodnya memang melenceng. Suka berbanding terbalik dari seharusnya.
Seperti ketika dia menonton anime sad ending dia bukan menangis tapi tertawa. Dan ketika menonton anime dengan happy ending dia justru menangis. Begitu juga ketika dia diejek oleh orang lain, dia hanya akan merasa bahagia. Tapi ketika dia dipuji, bawaannya kepengin marah.
Boran sudah akan angkat tangan menghadapi Miku kalau tidak ingat Miku adalah temannya. Huh!
Apa Boran hanya terlalu memikirkan keadaan? Sedangkan pemilik keadaan justru sedang asik tidur sambil mengorok. Bahkan orang tua dari Miku juga terlihat santai.
"Kalau saingan Ayahku mau jahatin aku udah dari lama pasti. Udah ah kamu jangan terlalu jauh mikirnya. Aku pasti baik-baik aja, 'kan Om Bima polisi," kata Miku, masih dengan mata tertutup. Entah tertidur atau tidak, tidak pasti.
Yah ... Boran hanya overthinking saja. Tidak apa Boran, memiliki teman yang santai dalam menghadapi masalah apa pun memang terkadang menjengkelkan. Tapi biar bagaimana pun, kamu hanya perlu selalu berada di samping temanmu yang menjengkelkan itu. Ingat, saling melengkapi.
••••
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
TO RETURN
Ficción GeneralMiku adalah orang yang pemalas dalam beraktivitas, santai dalam melakukan apa pun, dan bodoh amatan dalam menghadapi segala hal. Bahkan, ketika dirinya dinyatakan sedang hamil pun, Miku tetap biasa aja. Kalau katanya, "ya udah sih biarin."