Freya terkunci di kamarnya selama seharian penuh. Dia tentu saja kesal dengan itu, kenapa mereka menguncinya di sini? Pintu itu dibuka hanya untuk mengantarkan makan siangnya, sebelum itu terkunci lagi. Freya menunggu sampai sore dengan bosan, terkadang dia membaca buku-buku yang tidak dia ketahui, yang kebetulan berada di kamarnya.
Kemudian waktu makan malam pun tiba. Dia diizinkan keluar, dan harus segera menuju ke ruang makan. Tapi dia tidak sengaja menabrak dengan saudara laki-laki Luke, Lucien, dalam perjalanan ke ruang makan.
“Maafkan aku,” katanya kepada pria itu.
Lucien memberikan anggukan singkat, kemudian berjalan lagi. Freya mengikuti dengan pelan di belakang. Semua orang sangat sunyi hari ini, bahkan Rivalian seperti kota mati jika dilihat dari jendela kamarnya.
Aneh, dia tidak melihat ada penjaga yang berdiri di depan pintu seperti biasanya. Lucien membuka pintu dan mereka masuk, di dalam sudah ada Luke dan Nicholas yang menunggu.
Keduanya menggunakan pakaian hitam yang serasi. Kecuali milik Nicholas memiliki corak emas yang rumit. Luke juga memiliki corak, tapi dengan warna perak yang hampir tidak terlihat. Freya duduk di samping Luke lagi.
Nicholas tidak memberikan sambutan apapun, dan tidak ada percakapan di antara mereka berempat. Hanya ada dua pelayan di sana untuk menyajikan makanan mereka. Sebenarnya apa yang terjadi?
Luke makan dengan cepat, lebih cepat dari biasanya. Freya memperhatikan itu, ekspresi pria itu berbeda. Mata birunya terlihat agak redup seperti milik Lucien, tidak ada senyuman seperti biasanya, hanya ada kesedihan di sana.
Nicholas juga memiliki ekspresi serupa. Lucien terlihat seperti biasanya, muram.
Luke berdiri, membuat Freya terkejut. Dia menoleh ke Nicholas. “Aku akan pergi sebentar, jika boleh?”
Nicholas mengangguk. “Hati-hati.”
Freya menyaksikan Luke pergi, tapi pria itu tidak memberikan lirikan sedikitpun padanya. Dia ingin bertanya kenapa dia di kunci di kamarnya selama sehari ini. Oleh karena itu, Freya menghabiskan makanannya dengan cepat dan menyusul Luke.
Nicholas tidak mengatakan apa-apa saat dia pergi.
Dia berkeliling di sekitar kastel, mencari Luke. Ini sangat aneh. Tidak ada pelayan, tidak ada penjaga. Setelah sepuluh menit mencari, dia menemukan Luke di suatu tempat yang terlihat seperti kuburan. Freya tidak berani mendekat. Luke hanya berdiri di sana, sebuket bunga mawar merah di tangan kanannya digenggam dengan erat.
“Tunjukan dirimu.” Dia mendengar Luke berkata dengan kasar, sebelum berbalik. Mata pria itu melembut ketika melihatnya berdiri di sana. “Freya.”
“Luke. Maaf, aku bisa pergi jika kau ingin sendirian.” Freya siap untuk pergi. Dia tidak harus tinggal dengan pria yang berkabung di pemakaman.
Tapi Luke menggelengkan kepalanya. “Tidak, tidak. Tetaplah,” pinta sang pangeran. Dia bahkan tidak menatapnya, Luke hanya menatap buket di tangannya. “Kau pasti bertanya-tanya mengapa kau terkunci di kamarmu sepanjang hari. Maaf untuk itu, tapi hari ini, seluruh Rivalian sunyi.”
“Kenapa?”
“Ini adalah hari di mana ibuku meninggal,” balas Luke sambil menatap ke kuburan. “Ratu Rivalian yang sangat disayangi. Bahkan seluruh keheningan ini adalah sebuah tradisi untuk mengenangnya.”
Luke berjongkok di samping kuburan itu, membersihkan debu yang ada di batu nisan. Terpampang sebuah nama di sana. LUCIANA WINTERS. Luke meletakkan buket yang ada di tangannya di sana. Kepalanya menunduk, matanya terpejam, seolah dia berdoa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rise of Blood [Completed]
FantasyLuke, seorang pemuda yang sedang berkelana dikejutkan oleh rumor pembunuhan di Troich, daerah para Dwarf. Rasa penasaran membuatnya ingin mengungkap siapakah orang dibalik pembunuhan tersebut. Tidak disangka, rasa ingin tahunya membawanya menuju mas...