WTBAFIL9

7 2 0
                                    

Harga: 70 ribu
Bisa Shopee 🤍

Hai, masih setia membaca?
Selamat bersenang-senang 三三ᕕ( ᐛ )ᕗ

ᕦ( ͡° ͜ʖ ͡°)ᕤ

"Hujan menjadi penghapus jejak kenangan langkah kaki dan kau penghapus jejak masa lalu yang menyakitkan."

√√√

"Kau mau apa lagi, My Lady? Jus alpukat? Itu baik untukmu dan baby," ujar Nicholas sembari memandang Ariana dengan senyuman.

Pagi ini, mereka hanya sarapan berdua, karena jam sudah menujukan angka sembilan, itu artinya semua sudah sibuk pada urusan masing-masing.

"My Lady ...?"

"Aku ingin kau diam, Nicholas!" teriak Ariana, masa bodoh dengan beberapa pelayan di sini yang mendengar, lagi pula mereka sudah terbiasa. Ariana sedang dalam suasana hati yang tidak baik.

"Semua karena kau! Pagi yang dimulai dengan omong kosong kau dan Noah, aku muak," ujar Ariana tajam. Ia memakan rotinya dengan kesal. Untung saja tadi Noah percaya pada alasannya. "Aku tidak akan mempercayai pria seperti kau."

"Karena aku miskin, Lady?" Nicholas menambahkan dengan tawa pelan.

Ariana mengibaskan tangan. "Itu salah satunya."

"Kau lucu, Honey." Nicholas tersenyum manis. Mendekat dan mengusap sudut bibir Ariana yang terdapat selai. Ariana terdiam, napasnya mulai tidak beraturan. Dirinya teringat pada Andrew!

Setetes air mata berhasil jatuh dari pelupuk mata dan itu membuat Nicholas panik. "Hei, kau kenapa? Ariana, you oke, Honey?" Nicholas menghapus air mata dengan ibu jari. "Tersenyumlah, sekarang aku yang menjadi masa depanmu, lupakan kenangan buruk tentang dia."

Ariana tersenyum kecil. Nicholas memang pria yang sangat peka terhadap pasangan. "Yang lalu, biarlah berlalu, intinya sekarang kau punya aku untuk masa depan. Semua memiliki masa lalu, baik itu buruk atau pun baik, tapi jangan buat masa lalumu menjadi penghalang untukmu bahagia." Nicholas berujar dengan jelas. Senyuman yang ia berikan membuat Ariana ikut tertular.

"Sudah selesai? Aku akan bersiap pergi ke kantor. Ini sudah terlambat," ujar Nicholas. Ia mengulurkan tangan yang disambut oleh Ariana. "Kau harus istirahat, My Lady." Nicholas mengantar Ariana ke kamarnya.

"Jaga dia, jika terjadi apa-apa hubungi aku. Mengerti?" ujar Nicholas pada dua bodyguard yang bertugas.

"Mengerti, Sir!" Mereka menjawab dengan serentak.

"Kalian boleh beristirahat. Bertugaslah kembali setelah beberapa jam. Oh, ya. Jangan lupa perintahkan pada Ryan untuk memeriksa gudang belakang, aku ingin memastikan yang tempo hari." Setelah mengucapkan itu, Nicholas berlalu pergi.

★★★

"Tuan, aku izin pergi untuk menyelesaikan sesuatu." Nicholas meminta izin pada Noah.

Noah berpikir sejenak, mengangguk tanpa bertanya, karena dia tahu, semua orang memiliki privasi. "Kembalilah sebelum jam makan siang, aku menunggumu untuk rapat jam dua siang nanti," ujar Noah.

Nicholas mengangguk dan mengundurkan diri. Dirinya berjalan memasuki lift untuk turun ke lantai dasar. Sembari menunggu Nicholas memainkan ponsel, mengirimkan pesan pada Ariana dengan isi pesan. "Kau merindukanku, My Lady?"

Sudahlah, Nicholas menjadi seperti anak remaja yang jatuh cinta. Dirinya tertawa sendiri, merasa geli dengan isi pesan yang ia kirimkan. Tetapi, tawa itu berganti dengan seringai jahat. "Tidak, jangan sampai," desisnya.

Nicholas termenung di depan pemakaman. Langkah kakinya mulai maju, memasuki tempat peristirahatan terakhir manusia. Kakinya berhenti bergerak tepat pada dua makam yang berdekatan. Ia berjongkok dan menaruh bunga pada keduanya. "Sudah sepuluh tahun kalian pergi dan sebentar lagi aku akan membalasnya."

Tangannya mengusap pusara dengan gemetar. "Demi kalian aku berusaha lepas dari trauma itu. Ya, aku berhasil ayah, ibu. Kalian pasti bangga padaku." Nicholas tak bisa membendung air matanya. Air mata itu lolos begitu saja. "Aku merindukan kalian. Damailah di sana, aku akan menyelesaikan urusan yang belum terselesaikan."

Nicholas berdiri. Merapikan jas dan menunduk. Ia berdoa untuk kedua orang tuanya. "Aku sangat merindukan kalian. Aku pamit pulang, ibu, ayah. Selamat tinggal," ujarnya lirih.

★★★

"Siapa dia?!" tanya Nicholas dengan sedikit emosi. Dia baru pulang dari kerja lemburnya dan lihatlah sekarang. Ariana sedang tertawa senang bersama seorang pria di ruang tamu. Pria! Ingat itu.

"Bukan urusanmu," jawab Ariana cuek. Pria yang tidak diketahui namanya oleh Nicholas itu sedikit canggung oleh tatapan yang diberikannya.

"Ini sudah malam, Sayang. Tidak seharusnya pria ini tetap di sini. Dengan kalian berdua saja tanpa pelayan ataupun bodyguard di sini, apakah aku harus percaya kalian tidak melakukan yang aneh-aneh?" Nicholas menatap kedua orang yang sedang duduk di atas sofa yang sama dengan tajam. Pria itu berdiri dan mengulurkan tangan pada Nicholas. "Perkenalkan, saya Jonathan Edwards, manajer Ariana." Pria yang diketahui bernama Jonathan itu memperkenalkan dirinya.

Uluran tangan Jonathan disambung dengan sedikit amarah oleh Nicholas. Walau sedang marah, kesopanan harus tetap ada. "Nicholas Salvatore. Calon suami Ariana," ujar Nicholas dengan sedikit tekanan di dalam kalimatnya.

"Oh, ya?" Jonathan melirik Ariana, perempuan itu hanya menggeleng. "Tentu saja, perempuan seperti kau banyak sekali fans, bukan hanya dia yang mengaku menjadi calon suami, bahkan ada yang mengaku sebagai suami." Jonathan kembali duduk setelahnya.

"Ya, kau benar Jonathan. Dia hanya ajudan dan tangan kanan dari kakakku, Noah." Ariana terseyum miring. Mengibaskan tangan dan tertawa. "Lucu sekali, bukan?"

Nicholas memasang mimik wajah datar. Tatapannya menajam dan tangannya terkepal. Ariana sudah menyinggung egonya. Harga dirinya seakan jatuh ke pelosok jurang.

Matanya memindai Jonathan. "Bahkan tidak lebih tampan dariku," ujar Nicholas lirih.

Nicholas berdiri di sebelah Ariana, tidak sedetik pun ia memalingkan wajahnya. Jonathan tidak boleh terlalu dekat dengan Ariana!

Pukul sebelas malam, akhirnya Jonathan pulang, mengangkat kaki dari rumah ini. Nicholas menghela napas lega, berakhirlah penderitaannya.

"Kau harus istirahat, My Lady. Bergadang itu tidak baik," ujar Nicholas sembari mengekor Ariana naik tangga.

Sesampainya di koridor kamar, mereka bertemu dengan Alhena. Perempuan itu menatap Ariana sejenak dan setelahnya menunduk. "Tidak seharusnya seorang perempuan bertemu dengan pria sampai larut malam, apalagi dirinya sudah punya calon suami," ujar Alhena lirih.

"Oh, ya? Terima kasih, adik kecilku," ujar Ariana dengan sinis.

"Aku hanya tak ingin kau mengikuti jejak ibumu, Kak. Ke sana dan kemari menggoda para pria, termasuk daddy." Alhena berkata tajam, tetapi tidak dengan nadanya, dia masih tetap perempuan yang lembut.

Ariana mengepalkan tangan. Ingin mengelak, tetapi semua ini nyata. "Ya, aku memang anak haram yang tidak diinginkan kehadirannya," ujar Ariana sebelum kata itu keluar dari mulut manis adiknya.

"Terima kasih sudah sadar kedudukanmu, Kak. Karena walau bagaimana pun, kau tetap bukan anak dari mommy kami. Baiklah, selamat malam, Kak." Setelah mengucapkan itu, Alhena berlalu pergi.

"Jika ingin menyalahkan, salahkan perselingkuhannya. Ariana tidak bersalah sedikitpun, dia juga tidak ingin lahir dalam situasi seperti itu. Tapi apakah kita bisa memilih?" Suara Nicholas terdengar, membuat Alhena yang sudah beberapa langkah menuju kamar pun berhenti.

"Kau tidak tahu apa-apa Kakak Ipar. Kau hanya orang baru di sini," ujar Alhena sembari tersenyum.

When The Bodyguard A Fall In Love (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang