Sabar Kanata menanti kembalinya Tanizaki. Musim demi musim. Hingga tahun berganti, dan berganti. Tanizaki tak kunjung kembali. Kabarnya pun tak terdengar sekatapun. Kanata duduk di pelataran pada suatu musim dingin, ia menangis sendirian kala benaknya mengingatkan bahwa kekasihnya mungkin terbunuh.
Dikala hatinya telah menerima bahwa Tanizaki tak akan kembali, Kanata melanjutkan hidupnya yang terus berputar. Kenangan satu malam akan dipajang dalam galeria jiwanya dan dijaga baik-baik.
Sayang, pigura itu jatuh dan retak. Begitupun jiwa dan hati sang penjaga. Kekasihnya telah bergandeng dengan yang lebih sejahtera dibandingnya, seorang bangsawan. Putus asanya, tidak sanggup Kanata bersitatap dengan lelakinya di seberang danau sana. Seribu maaf seakan terucap dari mata gelap dalam raut penuh kehancuran.
Sepanjang malam Kanata menangis. Menangisi hatinya, kebodohannya, atas waktu-waktu yang terbuang dalam menegakkan kesetiaannya. Tiada tega seorangpun yang mendengar isak lirihnya dari balik pintu. Kanata bukanlah orang yang sama semenjak itu. Tidak lagi ia mau berurusan dengan dengan sukiyaki, sedikitpun. Sementara, tidak ada satupun yang bisa memasak sup sukiyaki seperti Kanata; sekalipun Katsuyu, atau Ibara.
Hujan turun di penghujung musim panas, tanda bahwa musim akan segera bergilir. Restoran Haizaka mendadak kosong tak berjiwa dalam sekejap malam. Ketiga bersaudara itu pergi, menghilang tanpa jejak seperti ditelan kabut musim gugur.
-SELESAI-
KAMU SEDANG MEMBACA
SUKIYAKI (CERPEN) (SELESAI)
Historia CortaSetelah restoran sukiyakinya lambat laun disulap menjadi rumah bordir terselubung, Kanata enggan ikut campur selain masalah bahan dan rasa. Sampai suatu hari, ia dipertemukan dengan Tanizaki, seorang mantan samurai yang hanya menginginkan Kanata seb...