"Haizaka-san..." suara lirih teredam oleh pintu kertas kamar Kanata. "Seorang pelanggan menginginkan pelayanan anda."
Kanata menghela nafas berat, menolak. Namun ketika pelayan itu mengatakan bahwa sang pelanggan adalah lelaki dari waktu lalu, Kanata kembali berubah pikiran.
Ditemuilah sang lelaki. Wajahnya muram, seperti nafsu makannya telah kering. Dalam berjalan ke bilik, ia sempat berpapasan dengan pelayan yang ia gantikan posisinya—yang kemarin mengomentarinya. Wajah pelayan itu sama muram durjanya. Langkahnya tergesa-gesa meninggalkan bilik. Tetumbenan sambil menutup rapat-rapat dadanya. Sepertinya ia diusir dengan tak hormat.
"Maaf menanti, dan maaf atas ketidaknyamanannya." Kanata menunduk hormat.
Seperti sebelumnya, Kanata berakhir duduk di ujung ruangan menemani pelanggannya makan dan minum. Tanpa perbincangan, tanpa kontak mata.
"Terima kasih atas makanannya." Bariton lelaki itu serak kasar, namun nadanya lembut, selembut gesturnya kepada sang pelayan. Kemudian ia pergi, meninggalkan Kanata dan sekantong uang seperti sebelumnya.
Skenario serupa terus berulang selama beberapa malam. Sang lelaki semakin sering datang dan Kanata-lah yang selalu diminta melayaninya. Mereka masih belum pernah benar-benar berbincang. Selalu, sunyi kata dalam bilik. Kanata bahkan tidak tahu siapa nama sang lelaki meski sudah sering.
Sampai suatu malam, di tengah sukiyaki yang masih sebagian, sang lelaki akhirnya bersuara.
"Namaku Tanizaki," katanya. "Aku seharusnya memperkenalkan diri sejak awal. Terima kasih telah bersedia menemaniku selama ini."
Kanata tertegun. Kali ini baru pertama mereka benar saling bersitatap. Mata yang semula mati telah menemukan kehidupannya. Sang lelaki, Tanizaki, membuka lebar kesempatan bagi Kanata untuk berbincang.
"Kalau saya boleh tahu, mengapa anda selalu meminta pelayanan saya?"
Tanizaki membuang nafas. "Karena pelayan yang lain berisik dan mengganggu," ungkapnya. "Mereka bilang bahwa sukiyaki Haizaka nikmat, namun merekapun bilang bahwa Haizaka sebenarnya rumah bordir terselubung. Beruntung, kau meninggalkan kesan yang baik kepadaku."
Tanizaki bercerita tentang bagaimana hanya Kanata yang benar-benar melayaninya. Lainnya terus mencoba berbincang, sampai menggodanya genit agar mau memanfaatkan pelayanan spesial yang tersembunyi dari menu. Padahal Tanizaki hanya ingin makan.
"Sukiyaki Haizaka memang senikmat kata mereka. Aku berharap dapat memakannya setiap hari."
Sudah lama Kanata tidak mendengar pujian demikian, matanya berkaca tanpa sadar. Ia tetap mempertahankan senyum meski genangan di ujung kedua matanya berusaha tak pecah.
"Terima kasih." Ia menunduk. "Saya senang anda menyukai racikan saya. Terima kasih banyak."
Malam itu, Kanata menerima kantong yang lebih berat. Namun yang lebih berarti baginya adalah bagaimana ia bisa melihat Tanizaki tersenyum tulus, penuh kepuasan.
Malam-malam berikutnya terulang. Tanizaki datang, Kanata akan melayaninya. Mereka kini tak ada canggung, keduanya terkadang bercerita tentang hidup, tentang rahasia. Kanata bercerita tentang Katsuyu yang hebat namun mata duitan, dan Ibara yang pekerja keras namun pemalas ulung di waktu lain. Tanizaki bercerita tentang kala ia masih seorang samurai dan kehidupan kerasnya. Baru ketika pindah kemari, ia menemukan tenang sebagai prajurit bayaran.
![](https://img.wattpad.com/cover/331317449-288-k68121.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SUKIYAKI (CERPEN) (SELESAI)
Cerita PendekSetelah restoran sukiyakinya lambat laun disulap menjadi rumah bordir terselubung, Kanata enggan ikut campur selain masalah bahan dan rasa. Sampai suatu hari, ia dipertemukan dengan Tanizaki, seorang mantan samurai yang hanya menginginkan Kanata seb...