8 November 2003. Bukan tanggal yang cantik, tapi Sanji senang telah dilahirkan dihari itu. Atau mungkin lebih tepatnya dia senang karna ia dilahirkan di keluarga yang hangat?
Dengan senang hati melangkah menuju kampus, hari ini adalah hari ulangtahunnya yang ke 20. Dia benar benar berharap bahwasanya teman temannya akan memberikannya ucapan selamat ulang tahun.
Ia berjalan dengan riang, menyapa para tetangga bahkan sempat menggoda seorang gadis random yang ia temui dijalan.
...
"Mengapa ini tidak sesuai harapan?" Batin Sanji begitu melihat teman temannya sedang sibuk mengobrol satu sama lain dan tidak memperdulikannya.
"Owh mungkin surprise nya nanti." Sanji mencoba ber–positif thinking pada teman temannya. "Kita sudah berteman cukup lama, tidak mungkin mereka melupakannya."
Sanji duduk disebelah salah seorang temannya yang sedang sibuk dengan ponselnya. Tersenyum ramah pada temannya dan mengeluarkan buku miliknya.
Jam jam berlalu, akhirnya waktunya Sanji untuk kembali ke rumah. Sebelum benar benar berdiri dari tempat duduknya, Sanji memperhatikan teman temannya, sayangnya tak satupun dari mereka yang merespon tatapan Sanji.
Ia dengan kecewa menggendong tasnya dan keluar dari kelas. Berjalan gontai menuju gerbang hingga ia akhirnya menyadari seseorang sedang menunggunya di depan gerbang.
"Oho, Luffy!" Sanji berjalan cepat menuju arah sahabatnya itu.
"Sanjii, happy birthday ma brouuuu!" Luffy dengan semangat memeluk Sanji dan beberapa kali menepuk punggungnya.
"Woy woy, udah udah sesak napas!" Nafasnya sedikit tercekat karna pelukan yang begitu erat dari Luffy.
Walau begitu Sanji sangat senang karna akhirnya ada orang yang mengucapinya setelah sedari tadi menunggu.
"Hehe, maaf maaf. Oh iya, Sanji.....aku sangat lapar, ayo makan daging!" Luffy dengan suara khasnya meminta Sanji untuk memasukkannya daging kesukaannya—sebenernya siapa yang ultah?
"Hm.." Sanji tampak berpikir sebentar "Baiklah, aku akan memasakkan mu daging lalu kau pulang ya, aku masih harus bekerja paruh waktu!" Sanji berjalan meninggalkan Luffy yang sedang mempertimbangkan permintaan Sanji.
"Yosh, Sanji tunggu akuu"
.
.
.
Sanji sedang mengelap gelas di tempat kerja paruh waktunya ketika seorang pria yang familiar dimata Sanji masuk dan menghampirinya."Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?" Sambut Sanji ramah, dangan senyum manisnya.
"Emm...bisa aku memiliki beberapa alkohol?" Pria itu mengucapkan yang ia inginkan setelah sekian lama berpikir.
"Haha tuan maaf, kami tidak menjual alkohol disini" Sanji dengan kik kuk menanggapi pria aneh dengan rambut hijau dan kaus putihnya itu.
"Dimana aku pernah melihat orang ini?" Batin Sanji begitu ia benar benar memperhatikan wajah pria yang masih berpikir didepannya itu.
"Baiklah, berikan aku apapun yang menurutmu itu enak!" Pria itu hendak beranjak pergi setelah memesan.
"Tunggu tuan, atas nama siapa?" Sanji menghentikan langkah pria itu dengan cup dan spidol di kedua tangannya.
"Zoro." Jawaban singkat itu menjadi akhir percakapan mereka hari ini.
.
.
Shift Sanji berakhir pada pukul 8 malam. Ia berganti baju dan menarik napas dalam begitu keluar dari kafe.Ia mengitarkan pandangannya dan menemukan pria tadi sore, ia berdiri dengan kaki kirinya ditekuk kebelakang—menempel pada tembok—kedua tangannya dilipat dan matanya yang terpejam.
"Apa dia tertidur?" Lirih Sanji sebelum ia mendekati pria itu.
"Maaf tuan, anda tidak boleh tidur disini!" Sanji menepuk dua kali pundak kanan pria itu.
"Owh, tidak bisakah aku? Maaf." Pria itu beberapa kali mengedipkan matanya dan membenahi bajunya.
"Apakah shift mu sudah selesai? Sudah pukul segini, aku akan mengantarkan kamu pulang!" Pria itu mengeluarkan kunci motornya dan menarik tangan Sanji menuju parkiran.
Sanji yang kebingungan hanya mengikuti langkah pria aneh itu. Ia bisa bela diri, dia akan baik baik saja. Batin Sanji.
Pria itu memberikan satu helm kepada Sanji dan menyalakan motornya. Motornya juga hijau, apa pria ini maniak hijau?
"Tuan, apakah anda tau dimana rumah saya?" Sanji telah selesai memasang helm dan sedang berusaha menaiki motor Kawasaki ninja 250R itu.
"Kau bisa memberitahu aku saat di jalan, jangan merasa aneh. Ini bentuk terimakasih ku padamu karna memberiku kopi yang enak." Setelah memastikan Sanji telah duduk dengan nyaman, pria itu mulai menjalankan motornya menyisiri jalan malam kota Semarang.
"Mas, di perempatan didepan, nanti ke utara!" Sanji memberikan arah tercepat untuk menuju kerumahnya. Sayangnya satu hal yang ia tak tau....
Setelah sampai di perempatan yang dimaksud Sanji merasa aneh. Mengapa pria ini berbelok ke kiri? Bukankah tadi ia bilang untuk menuju ke utara?
Tapi tidak salah jika mengambil jalur ini, hanya sedikit lebih lama. Sanji hanya diam sambil memperhatikan jalan yang semakin sepi, bukankan ini baru pukul 8?
"Nanti ke barat ya mas!" Sanji kembali memberikan arah kepada pria aneh yang masih saja tidak merespon Sanji.
Wait wait wait....
"Mas mas mas, salah arah, ke kiri tadi harusnya!" Sanji menepuk pundak pria itu beberapa kali. Pria itu mengerem secara mendadak karna kaget.
"Emang barat tuh kesana ya?" Pria itu hanya memutar motornya dan melanjutkan perjalanan.
"Dia buta arah ya?" Batin Sanji, ia memakluminya tapi...sejenak Sanji merasa was was, apakah ia akan diculik? Haha.
.
.
"Makasih mas, lain kali dateng ke kafe lagi ya, saya buatin kopi yang lebih enak!" Sanji dengan excited mengembalikan helm milik pria berambut hijau itu."Oh iya mas, mas hafal jalan pulangnya? Saya takut mas nyasar!" Sanji berbalik begitu ia ingin masuk ke kos kosannya.
"Alah paling kalo nyasar gak ada yang nyariin mas." Pria itu seketika pergi melaju dengan lumayan kencang meninggalkan Sanji yang sedikit khawatir.
"Happy birthday my love cook"
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
November Rain
Fanfiction"Keberuntungan ku telah berakhir saat kita berakhir. Saat aku menulis ini dalam tangisku. Haha aku memang pecundang"