Bulan bulan berlalu, Sanji dan Zoro semakin saling mengenal. Tapi semakin mereka saling mengenal, semakin sering pula mereka bertengkar.
"Dijaga itu mata biar gak ngelirik cewek mulu!" Zoro menutup mata Sanji dengan kain yang biasa ia bawa agar ia tak bisa lagi asik mengagumi kecantikan teman sekelas mereka.
"Woy bajingan, ngajak gelud lu?!" Sanji meronta dan mencoba menendang Zoro yang berada dibelakangnya, dan itu tepat mengenai perutnya. Zoro kesal dan membalas memukul Sanji.
"WOY SANJI!! ZORO!! MAU SAMPEK KAPAN KALIAN GELUD??!!" Teriak seorang wanita dari belakang mereka. Nami, salah seorang teman Sanji yang baru Sanji kenal setelah Sanji berteman dengan Zoro.
Didalam hati, Sanji berterima kasih kepada Zoro karna berkatnya Sanji bisa mengenal wanita secantik Nami.
"Haha maaf Nami-san, tadi kita cuma bercanda doang kok, ya kan Zoro?!!" Sanji menatap Zoro dengan matanya yang melotot meminta bantuan.
"..." Zoro tak membalas, ia hanya berpaling dan meninggalkan mereka berdua. Hatinya sedikit terbakar melihat Sanji yang selalu memperhatikan Nami lebih dari dirinya.
.
.
"Pulang sama siapa lu?" Zoro mendekatkan motornya pada Sanji yang sedang berdiri di pinggir jalan sambil celingukan."...bus." Balas Sanji singkat dan matanya yang kembali mencari kendaraan umum.
"Mana ada bus jam segini, sama gue aja!" Pinta Zoro sambil menepuk body motor kesayangannya itu.
"Oh gue baru sadar, lu beli motor baru ya? Beda warnanya?" Sanji tersentak menyadari warna motor Zoro sudah tak lagi hijau seperti dulu.
"Lucu warnanya cobalt blue!" Sanji mengelus motor Zoro, tertarik dengan warnanya yang indah.
"Dah dari lama kali, lu nya aja yang gak pernah liat." Zoro dengan iseng mencolek hidung Sanji hingga membuat pemiliknya merah merona.
"Dih apaan sih, pelecehan ah." Sanji protes dengan sikap Zoro yang selalu tiba tiba. Jantungnya tak bisa diajak bekerja sama jika keadaannya seperti ini.
"Ayok naik, udah mau ujan ini!" Zoro mendongak ke langit dan merasakan tetesan air mulai membasahi dirinya.
Zoro menyodorkan sebuah helm dan dengan sedikit terpaksa Sanji menerimanya dan naik ke atas motor Zoro.
.
.
"Lu bawa helm cadangan terus, nganter siapa aja lu?!" Di bawah rintikan hujan yang lumayan deras, Sanji teringat sebuah hal random di kepalanya."Cuma lu" lirih Zoro. Ia bukanya tak sengaja, tapi ia masih tidak kau Sanji mengetahui perasaannya yang sebenarnya.
"APA?!! GAK KEDENGARAN?!!" Teriak Sanji untuk memastikan apa yang dikatakan Zoro.
"BANYAAKK!!" Zoro mengeraskan suaranya dan sedikit menoleh kebelakang. Setelahnya mereka sama sama hanya terdiam.
Hujan semakin deras, mereka memutuskan untuk meneduh sebentar di sebuah ruko yang telah tutup.
Hanya hawa dingin yang mereka rasakan. Baju yang basah dan tertiup angin hujan malam membuat siapa saja akan menggigil kedinginan merasakannya.
Zoro membuka tasnya mengeluarkan sebuah jaket yang lumayan tebal. Menyodorkannya pada Sanji sambil memalingkan pandangan.
Sanji tak tau apa yang harus ia lakukan dan hanya menerima jaket itu. Merasa jaketnya telah diambil Zoro mengalihkan pandangannya pada Sanji.
Sanji hanya memeganggi jaket itu. "Dipakek!" Ucap Zoro tegas sambil sedikit merebut kembali jaket itu.
Tangannya dengan cekatan membuka kemeja Sanji dan memasangkan jaketnya. "Bangke, kenapa tiba tiba buka baju orang sih. Kaget tau!" Protes Sanji setelah ia menyadari apa yang terjadi.
Zoro tak menanggapi ia hanya menerawang jauh ke langit, dan memberikan helm pada Sanji. "Ayo pulang, udah lumayan reda!" Zoro memasang helmnya sendiri sebelum ia melangkah menuju motornya yang terparkir.
.
.
Teringat ayahnya, Sanji kembali menitihkan air mata nya dalam diam. Seseorang sedang bersamanya sekarang, tidak mungkin ia menjatuhkan harga dirinya dihadapan seorang pria yang mengantarnya pulang tadi."Gak apa apa san, nangis aja!" Ucap Zoro lembut tanpa melihat kearah Sanji yang sedang sibuk menahan isakannya.
"Hiks....Zorooo...." Tangisan Sanji pecah, ia memeluk punggung Zoro erat-erat. Menangis sepuas yang ia inginkan. Yang tak terduga, Zoro berbalik arah dan membalas pelukan Sanji.
"Beliau udah tenang disana san." Ucap Zoro menenangkan, sembari tangannya mengelus punggung Sanji.
"Kangen ayah...." Sanji semakin erat memeluk Zoro, ia tak lagi mementingkan harga dirinya. Yang ia butuhkan sekarang hanyalah tempatnya bersandar dan berkeluh kesah.
Tanpa ia sadari, ia mempercayainya Zoro lebih dari siapapun di kota ini.
"Iya..besok gimana kalo kita ngunjungin beliau?" Tawar Zoro lembut yang membuat Sanji mengangkat kepalanya dan menatap Zoro.
Mata biru indah itu kini dipenuhi air mata, tatapan yang begitu pilu, begitu kosong. Membuat siapapun yang melihatnya tau bahwa dia benar benar kesepian.
"Ayah gak ngebolehin aku pulang apapun yang terjadi.." Ucap Sanji lesu, ia kembali membenamkan wajahnya di dada Zoro.
Aroma tubuh Zoro menerabas masuk penciuman Sanji.
Zoro beralih mengelus belakang kepala Sanji. Sambil memikirkan apa yang bisa membuatnya tenang dan tak lagi merasa kesepian.
Isakan Sanji perlahan mulai menghilang.
"Apa yang akan terjadi setelah ini? Apakah dia akan menjauhi ku?" Batin Zoro tak tenang selama beberapa saat.
Tapi saat melihat Sanji yang tertidur dengan damai ia merasa lega. Seakan setengah beban dipundaknya telah terhapuskan.
"I love it when my heart smiles but when it does, it smiles because of you. I love you and only you"
Zoro mengungkapkan perasaannya dalam diam.Mereka tertidur nyenyak dalam hangatnya pelukan satu sama lain.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
November Rain
Fanfiction"Keberuntungan ku telah berakhir saat kita berakhir. Saat aku menulis ini dalam tangisku. Haha aku memang pecundang"