8 : Twins ( END )

71 6 5
                                    

#Beberapa bulan kemudian
.
.
.
.

Setelah waktu terus berjalan, mau tidak mau akhirnya aku merestui hubungan Eun Woo dan Junhe. Mau bagaimana lagi? Mereka sudah saling mencintai dan tidak bisa di pisahkan, aku juga senang melihat dua orang yang aku sayang bahagia. Sekarang, aku hanya perlu menikmati masa-masa menjadi ibu hamil dengan perutku yang sudah mulai membesar.

Di pemeriksaan pertamaku dokter mengatakan jika aku mengandung bayi kembar. Aku sempat terdiam, antara senang dan bingung. Apa yang terlintas dalam pikiranku adalah kelahiran bayi kembar akan membuat segalanya menjadi ganda. Dan tentunya sedikit mengejutkan aku yang baru mengandung pertama kali. Hamil anak satu saja melelahkan, apalagi hamil dua anak? Sakit punggung dan kram kaki kerap kali kurasakan hampir setiap hari. Belum lagi aku harus memikirkan lahiran normal atau caesar. Aku juga takut bayiku akan lahir prematur.

Di bulan kelima aku juga sering mengeluh karena berat badanku terus bertambah dan tubuhku semakin membesar, beberapa kali menghabiskan uang untuk membeli pakaian baru dan juga USG rutin untuk mengecek perkembangan bayi dalam kandunganku. Setiap kali pergi ke dokter, Sanha selalu ikut mendampingiku. Dia seperti ayah kedua untuk calon anak-anakku.

Di tengah mood ku yang kadang berubah-ubah dan juga overthinking yang sering kali datang, aku beruntung karena selalu mendapatkan suport dari orang-orang terdekatku. Termasuk mertuaku yang selalu memanjakan aku lebih dari orangtuaku sendiri. Sanha? Dia juga sering datang ke rumah membawakan makanan. Eun Woo sudah tidak memusuhinya lagi.

Meskipun banyak keluh kesah yang aku rasakan di kehamilan pertamaku ini, aku tetap merasa bahagia bisa membeli perlengkapan bayi bersama suamiku. Memikirkan tentang nama mereka, lalu akan mirip dengan siapa? Dan juga melihat mereka tertawa bahagia saat si kembar memberikan pergerakkan di dalam perutku.

Awalnya, aku pikir semua akan baik-baik saja. Aku pikir, aku dan Sanha sudah benar-benar bahagia dengan hidup kami. Meskipun kadang dia ingin memelukku di waktu-waktu tertentu, menurutku itu bukanlah masalah besar. Kami selalu memberikan semangat satu sama lain.

Hubungannya dengan suamiku juga terlihat baik-baik saja. Tapi entah kenapa, di usia kehamilanku yang semakin tua aku semakin tidak ingin jauh darinya. Mungkin, karena dia sering datang berkunjung ke rumah. Jadi jika dia tidak muncul berhari-hari, si bayi juga merindukannya. Kadang hatiku juga tiba-tiba merasa sesak melihatnya dekat dengan wanita lain, padahal itu adalah adik iparku sendiri.

Aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan Sanha karena Moon Bin sibuk bekerja. Tapi memang, aku tidak pernah memberitahunya jika Sanha sering datang ke rumah tanpa Sua. Aku tidak ingin membuatnya merasa cemburu.

Sampai suatu hari, menjelang hari persalinanku, aku tidak sengaja mendengar pembicaraan Sanha dengan Sua di teras rumah. Cukup membuatku terkejut dan sedikit terenyuh.

"Sua, sepertinya aku tidak bisa melanjutkan ini lagi. Aku sadar, aku terlalu memaksa perasaanku untuk mencintaimu." Sanha menunduk.

"Aku tahu, semua memang salahku. Seharusnya sejak awal aku tidak membuatmu kesulitan. Hatiku juga tidak bisa terima ketika tahu siapa perempuan yang kamu cintai. Kenapa harus kakak iparku?" Sua menangis.

"Awalnya aku berpikir dengan menjalin hubungan denganmu, mungkin pelan-pelan aku bisa melupakan Ae-Ri. Namun ternyata tidak. Tapi berkat berkencan denganmu, aku bisa selalu dekat dengan Ae-Ri setiap saat meski tanpa status apa-apa. Tanpa sadar, aku mempertahankan hubungan ini tanpa cinta. Sua, ternyata aku masih sangat mencintainya, kakak iparmu. Mianhe," kata Sanha.

Sua menangis tersendu-sendu mendengar ucapan Sanha.

"Kau sudah membuat pilihan yang tepat, semoga suatu saat kamu bertemu dengan wanita yang bisa membuatmu bahagia lebih dari kakak ipar."

HUSBAND & BOYFRIEND (21+) - [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang