Bab 4 (Khawatir)

1.1K 79 2
                                    

Tidak ada yang tahu bagaimana perasaan Yasmin saat ini.

Dia bingung dan bahagia bercampur menjadi satu. Dia bahagia dengan kehamilannya yang sangat dia nanti itu, tapi dia juga bingung dengan nasib anaknya kelak.

Bagaimana jika anaknya nanti bertanya tentang keberadaan ayahnya? Apa yang harus dia jawab?

“Hmm, pikirkan saja nanti. Masih lama juga kamu lahirnya, ya, Nak?“ gumam Yasmin seraya mengelus perutnya dengan penuh kasih sayang.

Yasmin benar-benar tidak menyangka akan diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk mengemban amanah menjaga seorang anak. Meski harus menjadi single mother,  dia akan melakukannya dengan baik dan penuh kasih sayang.

Akan dia pastikan kalau anaknya kelak tidak akan kekuarangan apapun, baik dalam hal materi atau kasih sayang.

Mengingat tentang materi, Yasmin ingat kalau dia masih memiliki harta yang cukup dari peninggalan kedua orang tuanya dan juga dari Gusti.


Gusti menatap foto pernikahannya dengan pandangan sendu. Dia merasa sangat kehilangan dengan ketiadaan Yasmin di rumah ini.

Dia sudah terbiasa dengan kehadiran Yasmin di sini.

“Maafkan aku, Yasmin,” kata Gusti dengan lirih.

Andaikan saja dia bisa tegas dengan dirinya sendiri dan pada keputusannya, mungkin saat ini Yasmin masih berada di sisinya. Dan andaikan saja, dia bisa membantah perkataan ibunya, dia tidak akan pernah bercerai dengan Yasmin.

Gusti ingin sekali menyalahkan ibunya yang terus mendesaknya berpisah karena Yasmin tak kunjung hamil, tapi dia tidak bisa menyalahkan hal itu sepenuhnya kepada ibunya karena dia sendiri juga menghendaki adanya perpisahan tersebut.

Gusti juga tidak habis pikir dengan ibunya yang dengan mudahnya menyuruhnya untuk menikah lagi dengan Grace.

Percakapan Gusti dan Bu Nara beberapa menit yang lalu.

Gusti, kamu sudah resmi berpisah dari Yasmin. Ibu rasa sekarang kamu juga sudah siap untuk membangun rumah tangga lagi,” kata Bu Nara dengan senyum lebarnya.

Gusti yang memdengar itu tentu saja langsung terkejut dan menatap ibunya dengan tatapan tidak percaya.

Hey, dia ini baru saja bercerai, loh. belum ada genap dua hari, masa iya sudah disuruh menikah lagi?

“Bu, aku gak mau nikah lagi. Cukup Yasmin saja dan aku gak mau ada Yasmin yang lainnya,” tegas Gusti pada ibunya.

Bu Nara seketika menatap tidak suka pada pemikiran Gusti.

“Kali ini Ibu jamin gak ada Yasmin yang lainnya karena calon menantu yang Ibu pilih sangat berkualitas. Tidak seperti pilihan kamu yang asal comot entah dari mana itu,” balas Bu Nara sengit.

Gusti memijat kepalanya yang mendadak terasa pening seketika.

Ibu dan obsesinya ini sungguh membuat Gusti kelimpungan. Andai saja dia memiliki saudara kandung, sudah Gusti pastikan kalau ibunya ini akan tinggal bersama dengannya bukan dirinya.

Tapi sayang, Gusti hanya bisa berandai saja karena faktanya, dia adalah anak tunggal.

“Bu, sekali aku bilang gak, ya, gak! Tolong ngertiin aku, lah, Bu. Aku baru saja kehilangan Yasmin dan aku gak mau nikah lagi.“ Gusti terlihat memohon dengan sangat pada ibunya.

Tidak bisa Gusti bayangkan bagaimana perasaan Yasmin ketika dirinya tahu kalau dia akan menikah dalam waktu cepat sedangkan mereka baru saja resmi bercerai.

Gusti tidak ingin Yasmin sampai memikirkan hal yang tidak-tidak padanya. Karena, Gusti hanya ingin Yasmin tahu, cinta Gusti itu tulus padanya.

Setidaknya, biarlah cinta tulus mereka yang masih terjaga walaupun hubungan mereka sudah tidak bisa dijaga. Jangan sampai yang satu itu juga rusak. Gusti tidak akan sanggup.

“Pokoknya, kamu akan menikah dengan Grace! Titik gak pakai koma!“

Kalimat bernada tegas itulah yang mengakhiri percakapan panas Gusti dan ibunya.

Lagi dan lagi Gusti tidak bisa membantah apa yang dikatakan oleh ibunya, karena memang ibunya sendiri tidak suka dibantah dan suka memaksakan kehendaknya.

Katakanlah Gusti bodoh atau apa karena terus mengalah pada ibunya. Gusti sendiri juga tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Semua dikendalikan oleh ibunya.

Ponsel Gusti berdering membuat Gusti yang sedang asyik memakan tersadar, Gusti berdiri dan berjalan mendekati meja di mana Ponselnya tersimpan.

“Halo, kamu bawa kabar apa?“ tanya Gusti pada orang suruhannya yang dia tugaskan untuk mengawasi Yasmin.

Sudah dibilang kalau Gusti itu masih mencintai Yasmin. Dia akan menjaga Yasmin walau dari jauh.

“….“

Mata Gusti membola mendengar kabar tersebut. Dia langsung menyambar kunci mobilnya dan bergegas turun ke lantai satu.

“Saya ke sana sekarang. Kamu tetap awasi Yasmin,” kata Gusti seraya memutuskan sambungan ponselnya.

Gusti meletakkan ponselnya ke saku dan berlari ke luar rumah. Untung saja ibunya itu sedang pergi entah ke mana bersama dengan calon menantu barunya, Gusti tidak peduli dan malah sangat bersyukur.

Gusti mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi dan tak lama kemudian dia sampai di depan rumah sakit, di mana Yasmin katanya sedang dirawat di sini.

Yap. Gusti tadi mendengar kabar kalau Yasmin pingsan dan dibawa ke rumah sakit terdekat.

Betapa khawatirnya Gusti ketika mendapat kabar tersebut. Dia takut kalau Yasmin sampai kenapa-kenapa.

Berdasarkan informasi dari bawahannya, Gusti langsung berlari menuju ke arah ruang rawat Yasmin.

Sesampainya di depan ruangan, Gusti langsung masuk dan berjalan mendekati Yasmin yang terbaring dengan raut wajah panik.

“Yasmin, kamu baik-baik saja, sayang? Ada yang sakit lagi?“ tanya Gusti pada Yasmin yang masih terkejut melihat kedatangan Gusti.

Yasmin terdiam. Dia tidak menyangka kalau Gusti akan menghampirinya dengan raut wajah panik seperti ini.

Diam-diam Yasmin bertanya dalam hati, apakah Gusti juga tahu kalau dirinya tengah hamil?
Tiba-tiba Yasmin merasa cemas dan tanpa sadar memegang erat perutnya.

Gusti yang sedari tadi mengamati pergerakan Yasmin langsung menangkap pergerakan tangan Yasmin.

“Perut kamu kenapa? Perut kamu sakit? Mau aku panggilin dokter, sayang?“ tanpa jeda Gusti bertanya dan tidak sengaja memanggil Yasmin, sayang.

“Aku panggiling dokter saja, ya?“ Gusti hendak keluar memanggil dokter, tapi tangannya ditahan oleh Yasmin.

Gusti menatap Yasmin dan bertanya, “Ada apa? Aku mau panggil dokter sebentar.“

“Kita sudah bukan siapa-siapa lagi, Mas. Mas gak perlu khawatir seperti itu,” kata Yasmin yang membuat Gusti kembali tersedar akan kenyataan.

Kenyataan di mana Yasmin bukan miliknya.
Kenyataan di mana, dia dan Yasmin sudah berpisah.

Bagaimana bisa dia melupakan hal itu semua?

—TBC—

Oh, My Baby! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang