Butuh berbulan-bulan lamanya bagi Scheelite untuk bangkit kembali. Bahkan dengan bantuan Taafeite dan beberapa keluarga bangsawan yang tersisa sekalipun. Sementara beberapa bangsawan lainnya yang terbukti merencanakan pemberontakan dengan Duke Richard telah dieksekusi dan juga diasingkan.
Tentang perkataan Jeno beberapa bulan lalu yang menyinggung tentang pergi ketempat yang jauh, lelaki itu tak sepenuhnya berbohong.
Jeno berencana untuk turun dari takhtanya, dan memberikannya kepada satu-satunya saudaranya yang tersisa yang berhasil ia selamatkan dari pembantaian terdahulu.
Renjun tak masalah dengan rencana tersebut, apalagi dengan tubuh aslinya kini yang membuatnya berpikir bahwa dirinya tak akan dengan mudah diterima. Jadi membesarkan kedua anaknya jauh dari tempat dimana semua orang mengenalnya dan juga Jeno sama sekali bukanlah ide yang buruk.
Hari ini adalah hari dimana ia pertama kali akan bertemu dengan saudara Jeno. Sementara itu, Jeno sendiri beberapa bulan ini sibuk membereskan segala kekacauan yang secara tidak langsung dibuat oleh dirinya sendiri.
Renjun tengah merajut syal untuk kedua putra putrinya saat Jeno tiba-tiba saja masuk ke dalam kamarnya. Dengan wajah lelah, lelaki itu melangkah mendatangi kedua putra putrinya yang sedang bermain berdua dengan senyuman lebar.
"Jadi, kemana kita akan pergi?" Ucap Renjun.
Jeno yang tengah menggendong kedua anaknya yang tertawa sekaligus mengalihkan pandangannya kepada Renjun. "Sebuah wilayah di Herkimer, ada sebuah mansion tua yang diberikan oleh ibuku kepadaku. Apa kau tak keberatan?" Ucap Jeno.
Renjun menggeleng pelan dan tersenyum. "Terdengar menyenangkan." Renjun meletakkan syalnya yang baru separuh selesai dan beranjak. "Sekarang bagaimana jika kita menyambut saudaramu, yang mulia? Kuyakin sebentar lagi Jisung akan datang untuk mengabarkan kedatangannya," Ucap Renjun seraya mengulurkan tangannya untuk mengambil alih Calliope dari gendongan Jeno, melihat lelaki itu yang sedikit kewalahan dengan keduanya.
Beberapa saat setelah ia menyelesaikan ucapannya, Jisung muncul secara tiba-tiba.
"Yang mulia, pangeran Chenle dan kesatria nya sudah sampai."
Jeno menggunakan satu tangannya yang babas untuk memukul pelan pucuk kepala jisung. "Lain kali gunakan pintu depan," Ucapnya.
Jisung menunduk hormat. "Saya sibuk, jadi maafkan saya jika menggunakan cara cepat. Kalau begitu saya permisi," Ucap Jisung yang kemudian menghilang lagi.
"Aku merasa tidak enak pada ayah dan kakakmu, bahkan aku tak bisa menjadikanmu sebagai permaisuri," Ucap Jeno sembari melangkahkan kakinya menuju pintu keluar diikuti oleh Renjun.
Renjun menggeleng kecil. "Ayah lebih suka jika aku dan juga cucu-cucunya hidup bahagia daripada sebuah gelar, begitupun Hendery. Lagipula gelar itu harusnya berlaku untuk saudari perempuanku bukan?" Ucap Renjun dengan nada mengejek.
Jeno mendengus kecil. "Dia akan melompat dari akhirat untuk mencekikku jika aku mengiyakan pertanyaan itu," Balas Jeno.
Pintu terbuka dan menampilkan Dame Azurite yang kini mengenakan zirah kesatrianya. Surai biru tuanya yang dipotong sebahu tergerai indah, serasi dengan wajah cantiknya yang tampak berseri. Ia membungkuk hormat sejenak sebelum akhirnya mengantarkan keempatnya keruang pertemuan.
Setelah keruntuhan keluarga Duke, atas partisipasinya Azurite dihadiahi sebuah gelar baru untuk memerintah wilayah Duke terdahulu. Namun gadis itu menolaknya dan memilih hidup sebagai seorang kesatria. Jeno dan juga Renjun menyetujuinya, dengan syarat ia tetap akan menerima gelar marchioness.
"Lady--- ah maksudku Dame, bagaimana dengan latihanmu?" Ucap Renjun.
Azurite tersenyum cerah. "Berkat yang mulia, semuanya berjalan dengan lancar."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm A Princess/Noren (End) ✔
FanfictionBagaimana rasanya terbangun di dunia lain dan memiliki calon suami seorang tirani? -yaoi Content - noren content