Menyesali perbuatannya karena telah khawatir dan melompat keluar dari kereta hingga hampir terjatuh sepertinya pilihan terbaik bagi Renjun. Awalnya ia pikir yang menyebabkan kereta mereka berhenti mendadak adalah kawanan bandit atau apalah, tapi ternyata setelah dilihat secara langsung hal pertama yang ia lakukan adalah menepuk dahi.
Jeno memang menarik keluar kavalerinya, tapi ternyata yang ia hadapi adalah Mark yang balas menatap Jeno tanpa rasa takut seperti kebanyakan orang dan bahkan pemuda itu mengusap belakang kepalanya.
"Sial sekali ya, aku malah nyasar kemari dan bertemu seorang raja monster seperti ini."
Dahi Jeno berkerut dalam, sudut bibirnya berkedut seolah tengah menahan umpatan. Meski begitu ia tetap mengacungkan pedangnya ke hadapan Mark. "Dan kenapa kau ada diluar wilayahmu?"
Bahu Mark terangkat, dengan wajah cuek ia mengabaikan Jeno. "Aku ini terikat pada-- hei! Wow ini keren, kau yang melakukannya?" Ujar Mark sumringah, mengabaikan tatapan menusuk Jeno dan tetap mendatangi Renjun yang cuma terbengong-bengong.
"Berapa jam ini bisa bertahan?" Ucap Mark masih menatap takjub kearah Renjun seolah-olah Renjun adalah objek sihir paling menarik yang pernah ditemuinya. Tanpa menunggu jawaban Jeno yang sepertinya juga tidak punya niatan untuk menjawab, Mark mengoceh lagi. "Nah aku ini terikat dengan pangeran ini, jadi kemanapun dia pergi otomatis wilayah bepergianku juga jadi luas," ujarnya sembari menunjuk Renjun dengan jempolnya.
Pelipis Jeno berkedut kesal, membayangkan orang menyebalkan ini terikat dengan istrinya... entah kenapa sedikit mengganggunya. Akhirnya Jeno memilih untuk menyarungkan kembali kavalerinya dan berjalan mendekat kearah Renjun.
"Mark apa yang kau lakukan disini?" Ucap Renjun setelah sebelumnya berdehem kecil untuk mengenyahkan kecanggungan diantara mereka.
"Tadinya aku mau pulang ke taafeite, tapi aku malah datang kemari. Akhir-akhir ini sihirku agak sedikit terganggu, dan aku jadi sering tersasar. Kalian akan pergi? Kemana?"
Renjun berani bersumpah jika Mark adalah orang paling acuh yang pernah ditemuinya, bahkan ia pun berbicara kasual dengan Jeno yang mana merupakan orang paling disegani di tempat ini. Para bangsawan pun jarang ada yang berani berbicara dengan menatap langsung padanya.
Karena Jeno yang juga sama acuhnya tak berniat menjawab pertanyaan Mark, Renjun pun bersuara. "Ke herkimer, ada persoalan yang harus diselesaikan disana."
Mark mengangguk-angguk saja seolah mengerti dengan topik pembicaraan ini.
Hingga akhirnya di seberang jalan, sesuatu tampak bergerak-gerak dibalik semak-semak. Jeno sudah mencengkram gagang kavaleri nya lagi, bersiap menyerang secepat kilat andai andai itu adalah kawanan bandit yang bersembunyi.
Akan tetapi ia harus menelan pahit kembali. Bukannya bandit yang keluar, seorang pemuda berpakaian bak bangsawan dengan ranting dan daun kering yang mencuat di rambutnya berjalan gontai dari arah semak. Dan tentunya Jeno mengenal siapa pemuda tinggi itu.
"Ups aku lupa kalau ada seseorang yang memaksa ikut denganku," celetuk Mark.
"Jen-- ah maksudku yang mulia, senang bertemu anda disini. Apa yang anda lakukan di tempat seperti ini dan siapa dia?" Ucapnya sembari menunjuk Renjun.
Renjun mafhum jika Jaemin tak mengenalinya dalam wujud ini.
Jeno melepas tangannya untuk kedua kali dari gagang kavaleri. "Harusnya aku yang bertanya padamu, kenapa kau disini dan bukannya di luz? Dan kenapa kau bersama orang ini?"
Jaemin meringis, ia tak mungkin menceritakan kaburnya ia dari Luz kepada sepupunya sendiri. "Ceritanya panjang, dan siapakah?"
Jeno mengikuti arah pandang Jaemin yang terjatuh pada Renjun.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm A Princess/Noren (End) ✔
Fiksi PenggemarBagaimana rasanya terbangun di dunia lain dan memiliki calon suami seorang tirani? -yaoi Content - noren content