Hola!!
Kamis di pagi cerah ini, kicaun burung berkicau dengan indahnya. Suasana yang tampak sedikit basah di karenakan hujan di subuh hari membuat hawa yang dingin. Dedaunan yang di timpa air hujan menetas ke bawah.
Matahari tampak malu-malu untuk melihat dunia, ia bersembunyi dibalik awan biru yang cerah.
Gadis dengan hodie hitam memakai penutup kepalanya. Tangan gadis itu berada di kedua saku hoodie nya, tak lupa dengan Earphone putih tanpa kabel melekat di telinga gadis cantik itu.
Diiringi musik In the stars- milik Benson Boone Vazia berjalan beriringan bersama Terra. Hanya kebetulan bertemu di parkiran sekolah tadinya.
Terra seperti memiliki dua kepribadian menurut Vazia. Seperti jika Terra di sekolah ia akan menjadi murid pendiam yang teladan, sedangkan jika Terra berada di Academy ia akan menjadi murid ceria dan sangat cerewet.
Berbicara tentang hal ini, Vazia juga dapat melihat dua kepribadian itu dari Brox si cupu yang akrab dengan Ethan endut jika berada di sekolah. Dan jika berada di Academy, tidak ada lagi Brox si cupu pemakai kacamata, tidak ada lagi Brox si cupu yang jika jalan selalu menunduk, hanya ada Brox yang tampak tegas, kuat, dan juga berani.
Apa dirinya juga akan memiliki dua kepribadian?
Vazia menggelengkan kepalanya pelan. Ayolah mengapa ia mememikirkan hal itu? Tak berguna. Tanpa sadar Vazia mendengus malas dengan isi pikirannya sendiri. Membuat Terra yang sadari di samping gadis cantik itu menoleh bingung.
"Kenapa Lo? " Tanyanya kalem.
"Apanya?" Vazia bertanya balik. Ia masih bisa mendengar samar pertanyaan Terra. Membuka satu Earphone sebelah kirinya, Vazia menoleh sekilas ke arah Terra.
Mendengus, Terra menjawab malas "Lo kenapa buang nafas malas gitu? "
"Oh"
Hampir saja Terra memukul kepala Vazia yang kelewat santai menurutnya. Apaan cuma 'oh' doang.
"Jadi? " Terra bertanya lagi.
"Gapapa"
Gila. Iya, Terra tau kalau Vazia orang yang jarang ngomong, tapi apa harus segitunya yah? Dirinya yang pendiam aja masih ngejawab pertanyaan dengan benar kok. Ini cuma 'oh', 'gapapa', kenapa gak tambah dikit kosa katanya gitu. Kayak 'oh itu... ' atau 'gapapa cuma buang oksigen aja' kan masih bisa gitu loh.
Lupakan.
"Oh"
Usai membalas ucapan Vazia Terra menduduki bangku miliknya, dengan gerutuan yang keluar pelan dari bibirnya. Namun tak lama, seperti hari lainnya, raut wajah Terra kembali terlihat santai dan kalem.
Vazia mengangkat bahunya acuh, lalu ikut menduduki bangkunya, yang berada tak jauh dari Terra. Di dalam kelas baru beberapa orang yang masuk termasuk Vazia dan juga Terra.
∆INEFFABLE∆
"Pasukan telah siap tuan"
"Bagus, segera kirim ke tempat anak itu bersekolah. Dan juga jangan sampai membuatnya terluka, dia orang penting untukku" ujar sosok berjubah hitam yang dipanggil tuan.
Sosok lain yang berada di depannya mengangguk tegas "baik tuan!" Lalu berbalik setelah sedikit membungkuk memberi penghormatan.
"Ahh gadis kecil itu ternyata telah tumbuh menjadi gadis yang cantik. Persis seperti ibunya" seringaian kecil namun mengerikan timbul di wajah yang penuh dengan luka bakar.
Entah apa yang lucu, sosok berjubah hitam itu tertawa lepas mengejutkan beberapa laki-laki bertubuh besar. Bukannya merasa hangat, tawa lepas itu justru membuat mereka ngeri. Tuan mereka mempunyai rencana besar.
...
Berisik.
Suasana kantin yang ramai, dengan suara tawa, suara pergibahan, suara permainan, dan suara teriakan.
Namun...
Hal itu tak berlangsung lama. Kala sebuah ledakan terdengar. Ledakan yang menghancurkan bangunan olahraga, tak terdengar lagi suara tawa hanya terdengar suara teriakan ketakutan bercampur panik.
Semuanya berteriak. Begitu juga dengan Kelas 11 1 Tripa, mereka ikut berteriak panik. Langkah kaki yang terdengar membuat mereka semakin merasa takut.
"Tenang anak-anak. Tenang." Pak Bear mencoba menenangkan anak kelasnya.
"Itu bom?" Tanya Archer yang diangguki oleh Riel.
"Gak salah lagi! Itu pasti bom!"
Pak Bear menatap Riel malas. 'yah kalo sudah tau itu bom Napa di pertegas?' batin pak Bear.
"Bapak kenapa diam?" Pertanyaan Vazia membuat Pak Bear mendelik, pria dewasa itu menegapkan badannya, "dengar! Bangunan Olahraga telah hancur akibat Bom yang dikirim oleh pengkhianat negara. Jadi untuk sekarang kalian bisa kembali pulang kerumah masing-masing. Dan yah pulangnya usahakan lewat depan, karena mereka (pengkhianat) berada pintu belakang. " Ucap pak Bear dengan santai.
"Kok di pintu belakang pak?" Riel memprotes tak senang, motor Riel ada di belakang ege. Dahlah.
"Lah kok kamu nanya saya. Wong saya gak tau" balas pak Bear.
Riel berdecak, "yasudah saya keluar duluan pak!" Ujar Riel seraya menyalami tangan pak Bear lalu berlari mengambil tasnya dan berlalu keluar ruang kelas.
"Ingat Riel. Pulang lewat depan" pak Bear berteriak, Riel yang masih bisa mendengar ucapan pak Bear mendengus malas. "IYA" balasnya enggan.
Pak Bear mengangguk puas, "nah sekarang kalian tidak ingin pulang?"
Serentak seluruh murid kelas 11 1 Tripa kecuali Vazia, Brox dan Terra, menggendong tas mereka dan menyalimi pak Bear.
"Hati-hati dijalan" pesan pak Bear yang diangguki para muridnya.
"Jadi???" Tanya Vazia bersedekap. Melihat hanya tinggal mereka ber-4 yang tinggal di kelas membuat Vazia jadi lebih berluasa untuk bertanya.
"Apanya??" Tanya pak Bear balik.
"Jawab aja pak. Lama bener" Brox berucap kesal.
Pak Bear berdecak sebal, "sialan! Dasar Junior tak sopan." Pak Bear menghela napas pelan, "yah ini ulah mereka. Orang yang membunuh bundamu" tatapan pak Bear mengarah kearah Vazia yang tangannya mengepal menahan gejolak amarah.
"Kaparat sialan itu?!"
.....
Hai semua. Gue balik lagi. Maaf yah kalo gantung. Maaaaaaf bangetttttttt.
Sampai jumpa
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable
Teen Fiction𝘚𝘪𝘯𝘨𝘬𝘢𝘵𝘯𝘺𝘢, 𝘬𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘥𝘪𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘪? ........... Vazza tak membalas ia hanya diam dengan pikiran berkecamuk. Ini jelas tak benar! Harusnya ia mati kan? Harusnya ia bertemu dengan bundanya! Tapi...