Prolog.

183 4 3
                                    

Aku terus meratapi makam Camryn.

"Sas, sudahlah hapus air matamu. Jangan terus meratapi makam Cam, biarkan dia tenang disana. Kau sudah 3 jam disini. Kau akan sakit nanti. Kau harus istirahat, ayo pulang!" bujuk sekaligus perintah Felly.

"Aku tidak bisa Fell, ak-u merasa sangat bersa-lah." gumamku sambil terus meratapi makam Cam.

"Aku mengerti Sas, ayo pulang. Kau butuh istirahat." bujuk Felly sambil mengusap punggungku.

Aku hanya mengangguk dan melap air mataku dengan kedua tanganku seperti membasuh muka.

Jika kalian bertanya siapa itu Camryn? Dia adalah adikku. Camryn Zac Cais, namanya. Dia meninggal karna kecelakaan saat balapan mobil liar. Akibat ulahnya ia merusak 1 mobil dan mobilnya hancur berkeping-keping, begitu juga mobil Cam dan Cam tidak terselamatkan. Kecelakaan terjadi pukul 2.00 am dini hari. Ia dimakamkan tadi siang pukul 12.30 pm.

Biar aku ceritakan sedikit, aku dan Cam tinggal berdua di rumah sederhana di Breda, kami baru 5 tahun tinggal disini, setelah kami pindah dari London. Awalnya kami tinggal berempat dengan kedua orang tua kami, namun orang tua kami meninggal 2 tahun lalu. Ayah meninggal karna di tembak saat sedang tugas sebagai Tentara Angkatan Laut, dan ibu karna narkoba. Saat ibu meninggal ia menyisakan hutang yang cukup banyak, sehingga aku kehabisan tabungan untuk membayar itu semua. Dan akhirnya aku memutuskan untuk bekerja dan berhenti kuliah. Aku bekerja di dua tempat dari hari senin-jumat. Jam 09.00 am-14.30 pm, aku bekerja di sebuah books shop sebagai kasir. 15.00 pm- 21.00 pm aku bekerja di salah satu restaurant sebagai pelayan. Dan hasil dari perkejaan itu aku gunakan untuk kebutuhan hidup aku dan Cam. Awalnya Cam juga berkerja di salah satu toko roti, tapi ia memutuskan berhenti. Dan ia menjadi sering keluar malam, balap mobil dengan menggunakan mobil kami satu-satunya. Ia pernah bilang bahwa ia lelah hidup serba kekurangan.

"Minumlah!" kata Felly sambil menyodorkan minuman di depan wajahku yang frustasi.

"Simpan disitu." Pintaku, menunjuk ke arah meja di depanku.

Aku mengusap kepalaku frustasi.

"Ada apa lagi?" Tanya Felly yang duduk disampingku.

"Aku akan menjual rumah ini, untuk membayar semua kerugian yang dibuat Cam."

"Apa katamu?!"

"Mau bagaimana lagi Fell? Aku tidak ada pilihan lain. Korban dari Cam hanya memberiku waktu 2 minggu. Dan itu tidak cukup bagiku," Ucapku. "Dan... aku tidak akan tinggal di rumah ini lagi...di negara ini lagi," Jelasku.

Felly mengerutkan dahinya. "Lalu, kau tinggal dimana?"

"Entahlah. Aku hanya ingin kehidupan baru tanpa di hantui perasaan sedih seperti ini. Semua keluargaku meninggalkanku di negara dan di rumah ini," Ujarku. Tanpa ku sadari air mataku menetes lagi.

"tapi ... dimana?" tanya Felly dengan suaranya yang menggetar.

"Los Angeles. Ya!. Aku ingin tinggal disana. Fell, bisakah aku minta tolong padamu? Tolong bantu aku mencari apartment disana atau tempat tinggal layak. Aku akan mengurus rumahku, dan aku ingin menjual camera,sebagian pakaianku dan laptopku untuk menambah biaya."

"Sassie, bahkan kau boleh tinggal di rumahku untuk sementara, dan aku akan membantumu. Tidak perlu seperti ini--" ujar Felly dan tanpa ia sadari ia meneteskan air mata.

"Tidak fell, kau tidak perlu repot, lagi pula kau juga akan segera menikah. Aku tidak ingin merepotkanmu, kau sudah banyak membantuku Felly." Elakku.

"Tapi aku tidak-- ingin sesuatu hal buruk terjadi padamu," Ujarnya peduli. "Kau akan tinggal disana sendirian."

Aku memeluk tubuhnya yang ramping. Dan mengusap punggungnya. "Semuanya akan baik-baik saja Fellyku."

The TwoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang