01. Juni ; Panca Warna

65 25 48
                                    

- Circle 45 ; Caka -






Jalan demi jalan telah ditelusuri, kali ini ia berhenti dan menapakkan kakinya pada rumah megah yang sudah lama tidak ia singgahi. Terdapat banyak kenangan yang tertinggal di rumah ini.

Tapak kakinya terus berjalan memasuki rumah dikala kecilnya, tatapan datar ia berikan saat kepala rumah tangga berada tepat di depannya.

"Kemana saja kamu? Sudah bertahun-tahun tidak kembali, syukurlah sekarang kamu sudah ingat dengan rumahmu", tanya pria yang cukup berumur di hadapan laki-laki berusia 21 tahun itu.

"Saya bertanya dan harusnya kamu menjawab, Novan", ucap pria itu saat tak kunjung mendapatkan jawaban.

Novan ingin menjawab, tapi seolah ada lem yang menempel di bibirnya, sehingga ia sulit untuk membalas ocehan pria tua di depannya. Tatapannya masih datar, ia berjalan santai menuju kamarnya.

"Novan, disini ada ada orang tuamu. Tidak seharusnya kamu melewatinya begitu saja, kamu harus sopan", timpal wanita di sebelah papa Novan.

Wanita itu bukan bundanya, wanita itu hanya seseorang pengganggu yang Novan anggap sebagai pembunuh bundanya.

"Dan tidak seharusnya anda menyuruh saya, anda tidak memiliki hak apapun untuk itu", Novan membalikkan ucapan wanita itu.

Tanpa menghiraukan lagi ocehan ocehan yang dilontarkan dua orang pengecut dibelakangnya, Novan melanjutkan langkahnya menuju kamar dan ia langsung mengunci kamarnya dengan rapat.

Tubuh kekarnya ia baringkan di atas tempat tidur yang sangat dingin, empat tahun lamanya ia tidak membaringkan tubuhnya di atas kasur itu. Terakhir kali ia menempati tempat ini saat kematian bundanya, setelahnya ia tidak pernah terlihat lagi di kediaman itu, bahkan saat ayahnya menikah kembali.

Novan melihat ke arah sudut kamar, ia teringat saat ia tengah menempuh pendidikan di kelas 4 SD, bundanya menemaninya belajar hingga tertidur. Ia pejamkan matanya dengan erat, air mata yang sedari tadi ia tahan pelan pelan keluar dari pelupuk matanya.

"Bunda"

"Caka udah di rumah"

"Bunda dimana?"

"Semalem katanya mau nemuin Caka di rumah"

"Sekarang bunda dimana?"

Novan terus terusan meneriakkan nama bunda dalam batinnya, mata yang kini basah ia tutupi dengan bantal. Ia menangis tersedu dalam gelapnya kamar, lama kelamaan ia mulai terlelap.

"Caka".

Anak laki-laki yang tengah menangis sebab mainnya diambil mengadu dengan meneriaki bundanya. "Huah, bundaaa"

"Cup cup, bunda disini", ucap bundanya memenangkan.

"Udah, Caka ga boleh nangis. Nanti bunda belikan gitar baru", bundanya masih terus membujuk.

Mainan gitar gitaran Caka masih dimainkan oleh temannya, Aiden. Aiden yang menyadari Caka menangis karenanya pun menepuk bahu Caka.

"Caka mau main ini, ya? Ambil aja, kan ini punya Caka, Iden main yang lain aja".

Mendengar penuturan Aiden, Caka langsung menghapus air matanya yang meleber di pipinya.

Sosok Caka itupun terbangun dari tidurnya, hari sudah malam dan jam menunjukkan pukul 21:49 WIB. Ia melakukan apa yang dilakukannya di mimpi, menghapus jejak air matanya yang mengering.

Ia mengambil beberapa hal penting di kamarnya, kemudian keluar dari kamar dan menguncinya kembali. Kunci kamarnya selalu ia bawa, ia tidak ingin bila sewaktu waktu kamarnya diberikan kepada anak baru ayahnya.

Lagi dan lagi, tanpa berpamitan, Novan berjalan keluar dari istana yang membangun luka di hatinya. Ternyata ayahnya berada di teras, sibuk dengan handphonenya.

"Pulang, Van?", tanyanya sok peduli.

"Hm", jawab singkat Novan dengan menyalami ayahnya.

"Hati hati".

_•_•_•_•_


So i'll let you

Hold on to my heart

No i won't run away

Even if you tear me apart

You know i will always stay

'Cause it's better to try

And love to hard

Than to always

Be stuck on the start

Alunan lagu Scars - Keenan Te menggema di kamar milik Aiden, Circle 45 tengah berkumpul di kamar Aiden. Mereka semua bermain kartu uno bertiga, tanpa Aiden.

Aiden menatap langit-langit kamarnya, tidak berminat ikut serta bermain. Fokusnya hanya kepada telinganya yang berdengung, volume di handphonenya semakin ia kencangkan.

So i'll let you

Hold on to my heart

'Cause love

Is worth of all scars

Brakk..

Bantingan pintu lumayan kencang, terlihat di sana ada Novan yang tengah memijat tengkuknya. Novan berjalan menuju ranjang Aiden, ikut berbaring di sebelahnya.

"Gue habis dari rumah jahanam", adu Novan kepada Aiden.

"Ga ada apa apa, kan?", tanya Aiden.

"Ga, cuma ya gitu", jawab Novan.

"Gara gara mama pasti, iya kan?", tebak Aiden.

Mereka berbincang pelan dengan iringan musik yang sudah berganti.

"Emang, dia bilang. 'Bisa sopan sedikit ga, disini ada orang tua kamu', padahal mah semenjak mereka nikah gue kagak pernah dianggap anak", jelas Novan.

"Wkwk, gue dari kecil juga selalu dapat ucapan kayak gitu dari dia. Bahkan waktu udah cerai sama papa dia masih bilang kayak gitu, padahal gue udah ogah jadi anaknya ", balas Aiden yang sama sama merasakan hal itu.

"Sekali lagi maaf, Ka", lanjut Aiden.

"Lo ga capek terus terusan ngewakilin nyokap lo buat minta maaf ke gue, ini salah nyokap lo, bukan lo".

"Mau gimanapun dia tetep nyokap kandung gue, gue bakal ngewakilin permintaan maafnya sampe diri gue capek. Gue sebenernya gamau nyokap gue kek gini, mana sampe ngerebut bokap sahabat gue sendiri. Jujur, gue selalu malu kalo ketemu lo, malu sama kelakuan nyokap".

Aiden dan Novan tenggelam dalam percakapan, sampai tak sadar jika Genta, Eren dan Harsa sudah keluar dari kamarnya.

"Anak mana sih yang mau punya ibu pelacur, ga ada, kan? Gue selalu nerima kehadiran Lo, Den. Yang gue salahin disini itu nyokap lo, bukan lo".

"Tetep aja, Ka".






_-_-_-_-_-_

Chap 01

Konflik cerita ini semakin gede kedepannya, jadi dimohon kuat ya.

Jangan lupa votment






13 January 2023

Juni ; Panca Warna [HIAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang