"Haerin itu espresso,
pahit tapi nagih."|
Terkejut bukan reaksi yang tepat untuk menggambarkan Hanni.
Rumor soal Haerin yang beredar adalah hal biasa; soal bagaimana gadis itu selalu bersikap dingin, cuek, dan irit bicara bagi semua orang.
Kalau seumpama kopi, Haerin itu espresso. Pahit. Bukan rahasia lagi.
Namun, Hanni sulit mempercayai setiap rumor soalnya.
Nyatanya, saat ini Haerin tengah bersimpuh di hadapannya dan mengikat tali sepatu Hanni yang terurai setelah jogging bersama sementara Hanni mengamatinya dengan senyum.
"Lain kali, perhatiin tali sepatu kamu. Kalo sampai jatuh kayak gitu pas aku nggak ada, gimana?" tutur Haerin, nadanya dingin meski sikapnya manis.
Hanni terkekeh dan turut berjongkok, mengulur tangan untuk menyentuh pipi Haerin dan mengelusnya penuh afeksi.
"Tapi kenyataannya apa? Kamu selalu ada buat aku 'kan, Rin?"
Haerin mendongak, wajahnya datar seperti biasa sebelum perlahan bibirnya membentuk senyum.
"Masih sakit?" Haerin khawatir.
Hanni menggeleng, hatinya hangat.
"Nggak. Kan udah kamu pijit!"
Haerin pun menggeleng, sedikitnya heran dengan tingkah Hanni yang selalu melebih-lebihkan segala hal.
Seolah memang Hanni tampak berbohong, Haerin berakhir memutar badannya hingga punggungnya menghadap Hanni yang bertanya-tanya.
"Kamu ngapain?"
Haerin meraih kaki Hanni dan menepuk-nepuk pelan.
"Naik. Aku tau kaki kamu sakit. Aku gendong aja, nggak papa 'kan?"
Ah, Hanni senang sekali.
Ya, dia Haerin yang sama dengan Haerin yang orang bicarakan. Manis 'kan?
|
"Rin, sini bentar."
"Apa, Han?"
Hanni memanyunkan bibirnya gemas sembari merentangkan kedua tangan ke arah Haerin yang tersenyum gemas.
"Peluk."
Tanpa banyak bicara, Haerin segera mendekat dan memeluknya erat. Mereka larut dalam sunyi yang teduh.
"Kenapa, Han?"
Hanni menyimpan wajahnya pada ceruk leher Haerin, menggesekkan ujung hidungnya di sana hingga menarik kekehan ringan dari Haerin.
"Kenapa kamu manis gini?"
"Manis?"
Hanni mengangguk, Haerin terdiam.
"Orang bilang kalau kamu dingin, Rin. Tapi kamu nggak pernah dingin sama aku, kenapa gitu?"
Hanni diam, menunggu jawab.
Namun, jawaban itu tak kunjung terdengar dari bibir Haerin.
"Rin," panggilnya, memastikan gadis itu tidak tertidur dalam peluknya.
"Jangan dengerin kata mereka, ya."
Hanni sontak melepaskan pelukannya, menangkup pipi Haerin dan menatap dalam-dalam mata sayu temannya.
"Never. Buktinya, aku masih di sini sama kamu dan akan selalu buat kamu," Hanni tersenyum, mengelus pipi gembil Haerin dengan ibu jarinya.
Senyum Haerin pahit, Hanni tahu.
"Jangan berubah ya, Hanni."
Hanni mengangguk, mengikat sumpah dengan dirinya sendiri untuk tak pernah berubah demi Haerin, sang embodimen bulan.
"Aku sayang kamu, Rin."
Haerin hanya tersenyum.
"Aku sayang kamu juga, Han."
Hanni pikir, di sinilah hidupnya berakhir dan Haerin yang mengakhirinya, dalam pelukan gadis misterius yang jadi titipan hati.
|
Bagaimana Hanni bisa percaya dengan rumor-rumor Haerin? Ketika gadis itu rela datang jauh-jauh dari gedung fakultas mereka yang berbeda hanya sekedar membawakan makan siang untuk Hanni?
Hanni selalu heran ketika melihat Haerin berdiri di depan kelasnya, ia tak tahu kapan jam matkul Haerin berakhir namun ia selalu melihat Haerin dengan posisi yang sama setiap harinya.
"Hai," sapa Haerin dengan senyuman, ia menyodorkan satu kotak ayam goreng kesukaan Hanni dan satu cup green tea. Hanni tersenyum sambil menerimanya.
"Thanks. Kamu udah makan?"
Haerin menggeleng, "belum. Tapi ini bukan soal aku 'kan? Kalo aku udah di fakultas kamu, berarti ini tentang kamu."
Hanni berharap Haerin tak pernah mengatakan hal itu, karena Haerin tak pernah mengingkari perkataannya.
Setiap hari, Haerin hanya soal Hanni tanpa tahu seperti apa Hanni soal Haerin.
|
STARRING
BYHaerin & Hanni
AND
MORE|
a/n: kinda nervous for this but yolo anyway ;)
2023, written by applefalls
KAMU SEDANG MEMBACA
Tergila-gila • Kittyz ✓
FanfictionKalau eksistensi Haerin dalam hidupnya itu sebuah pantangan, Hanni rela jadi seorang yang tabu demi selalu terus bersamanya. copyright: January 2023, written by applefalls. [!] ever was #1 in newjeans & haerin!