tiga

950 156 13
                                    

"Haerin bisa jadi konspirasi,
saking misteriusnya."

|

"Gimana lo sama Haerin, kak? Ada progres?"

Pertanyaan itu melejit bebas ke arah Hanni yang tengah asyik dalam scroll aplikasi tiktok-nya. Alhasil, perempuan berponi itu menoleh dan mendapati sosok gadis ternyata duduk di sisi kanannya. 

"Progras, progres! Gue sama Haerin nggak ada apa-apaan, lagian lo tau apa sih?" sungut Hanni dengan wajah masam sementara gadis lain itu jelas tak senang mendengar ucapan Hanni yang kesannya merendahkan secret job-nya sebagai intel kampus.

"Gue tau banyak kali, malahan gue juga tau siapa aja yang bakal nembak Haerin minggu ini," sahut gadis itu tak mau kalah dengan sebelah mata yang memicing, memberi iming-iming kepada Hanni yang pura-pura sibuk dengan ponselnya.

Seperti harapan, Hanni terlihat gelisah mendengar pernyataannya barusan. Plus satu poin untuknya pada papan skor dalam imajinasinya!

"Masa sih nggak mau tau soal si ayang yang paling cool sedunia itu?" 

"Nggak sih, gue 'kan cuek."

Gadis itu mengangguk-angguk, sesekali melirik jahil Hanni yang kelihatan setengah cemberut.

"Haerin juga kayaknya berpotensi suka sama orang ini, sih. Yah, gue nggak bisa bantu lo lagi sih kak, cukup sampai di sini karena gue nggak lo gaji juga setelah ini semua buat lo yang nggak ada progres apa-apa. Saya, Eunchae menyatakan keceber alias kecewa berat," lanjut Eunchae, gadis yang kini duduk di sisi kanan Hanni sekaligus teman satu kelas Haerin sendiri.

Memang ironi mengingat Haerin yang sama sekali tak punya clue bahwa kedua sahabatnya punya ikatan darah.

Hanni dan Eunchae adalah sepupu, tak cukup dekat bagi Haerin untuk mengetahui informasi simple ini karena Hanni dan permintaannya pada Eunchae untuk merahasiakan hal ini demi aksi mata-matanya berjalan lancar.

"Yaudah kalo lo nggak mau tau. Gue sebagai sahabatnya Haerin juga harus bisa jaga rahasi-"

"Ih, siapa emangnya?"

Eunchae menaikkan sebelah alisnya, membatalkan aksi pura-pura meninggalkan Hanni. Ini dia respon yang ditunggu-tunggu!

"Katanya cuek?"

Hanni mendengus, "nggak usah mancing lo, bocil kematian."

Eunchae memberi cengiran khasnya lalu kembali duduk di sisi Hanni, menghirup napas dalam dan membuangnya perlahan seolah hendak menceritakan rahasia negara pada Hanni.

Perlahan, Eunchae mendekatkan bibirnya ke telinga Hanni dan berbisik pelan.

"Sebenernya gue sendiri juga nggak tau sih, kak."

|

"Hanni?"

"Hm?"

"Kenapa telepon?"

Hanni mendengus sambil merebahkan dirinya di atas kasur dan berguling, ia yakin Haerin mampu mendengarnya dari seberang telepon.

"Oh, sekarang udah nggak mau aku telepon?"

Hening, Hanni pikir teleponnya mati sampai suara bising terdengar seolah menunjukkan bahwa ada kehidupan dari Haerin.

"Bukan gitu juga. Cuma nggak biasa kamu telepon aku jam segini."

"Sekarang jam berapa emangnya?"

"Jam dua belas malem, Hanni. Harusnya kamu tidur bukannya telepon aku. Gimana kalo orang rumah pada denger?"

Hanni terkekeh, tersenyum sejenak memandangi langit-langit kamarnya yang remang berkat lampu tidur yang menyala.

"Kalo denger juga emangnya kenapa?"

Hening lagi.

"Nggak enak aja, takut dimarahin mami. Kamu 'kan pernah cerita ke aku pas mami marah, mami ke kamarmu sambil maskeran dan bawa kemoceng waktu denger kalo kamu teleponan tengah malem?"

Tanggapan jenaka Haerin mengundang tawa ringan dari Hanni yang serentak membawa tawa Haerin meramaikan suasana.

"Ih, yang dulu itu 'kan sama pacarku! Beda dong! Kalo sama kamu mah nggak bakal kena marah, Rin, ngaco deh.."

Haerin tak lagi menyahut, bahkan tawanya pun mendadak terhenti setelah ucapan Hanni berakhir.

"Rin?"

"Iya?"

Hanni menatap dirinya sendiri dari pantulan cermin, terlihat duduk lesu sambil menggenggam ponsel di tangan kirinya. Ia menghela napas.

"Gimana kalo misalnya besok pagi ada yang nembak kamu?"

Hanni diam, mendengarkan dengan seksama balasan dari Haerin yang anehnya mampu membuatnya penasaran.

"Kenapa kok tiba-tiba nanyain hal kayak gini, deh? Bukan kamu banget," dengus Haerin merasa lucu mendengar alur pembicaraan Hanni.

"Jawab aja," Hanni menjeda kalimatnya, "apa yang bakal kamu lakuin, Rin?"

Hanni bersikeras untuk mengetahui Haerin.

"Aku nggak paham, Hanni. Tapi apapun yang kamu pikirin itu, yang pasti aku bakal nolak dia."

Suara Haerin terdengar begitu tenang, seolah pertanyaan itu hanya angin lalu meski Hanni yakin bahwa pertanyaan itu memutar otak Haerin sesaat.

Hanni tercenung, membuka bibirnya, "kenapa?"

Haerin bersenandung bingung.

"Kenapa gimana?"

"Kok kamu tolak?"

Hanni rasa dadanya sesak

"Karena hatiku juga udah ada yang nempatin, Hanni. Nggak ada ruang buat yang baru."

Dunia Hanni seperti runtuh detik itu.

"Siapa?"

Haerin membisu.

"Siapa, Rin?"

Masih membisu.

"Haerin!"

"Kenapa kamu peduli?"

Kali ini, Hanni 'lah yang dibuat bungkam.

"Karena kamu itu sahabatku, aku harus tau segalanya tentang sahabatku."

Haerin diam lagi.

"Nggak semuanya perlu kamu tau, Hanni. Aku juga punya privasi."

Haerin benar, Hanni merasa bodoh.

|

2023, written by applefalls

Tergila-gila • Kittyz ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang