empat

1K 153 6
                                    

"Haerin itu bedanya cuma pas sama Hanni."

|

"Jatuh cinta kayaknya asik, ya."

Hanni mendengus, "ya kalo sama-sama suka, kalo nggak mah boro-boro."

Haerin sontak menoleh, menatap sahabatnya itu dengan binar polos seolah mencoba mengerti arah pembicaraan Hanni.

Sadar akan tatapan Haerin, Hanni akhirnya menoleh dan pandangan keduanya beradu.

Hanni mengernyit.

"Apa?"

Haerin tersenyum.

"Aku lupa kalo kamu pernah pacaran. Salah sih aku nanya gitu ke kamu, ya?"

Mendengar pernyataan Haerin, entah niat Haerin ingin meledek Hanni atau tidak namun kata-kata itu berhasil membuat Hanni tertawa.

"Apaan sih, aku 'kan jawab kamu! Nggak jelas ah," tukas Hanni dengan nada kesal, diiringi tawa Haerin yang menikmati secangkir caramel di sampingnya. Mereka singgah di salah satu kedai kopi di pinggiran Bandung sebab terik mentari yang kian menjengkelkan.

Kembali dalam hening keduanya, Hanni yang menikmati roti pesanannya dan Haerin yang menerawang bebas melalui pikiran.

"Tapi, aku beneran penasaran rasanya pacaran, Han."

Hanni berhenti memotong rotinya, kembali ia tatap sahabat terbaiknya itu.

"Nothing special. Paling cuma muterin mall, makan, nonton, gandengan tangan, pelukan. So boring." jengah Hanni, menyuapkan sepotong roti ke mulutnya sendiri sedangkan Haerin masih diam berpikir.

"Nggak lebih asik dari hang out kita sekarang?"

Hanni mengangguk tanpa pikir panjang, "iya, makanya nggak usah kepo pengen pacaran."

Haerin menyeringai jahil sambil menyenggol pundak Hanni.

"Ngomong aja takut aku tinggalin."

Mendengar godaan perempuan mirip kucing itu sontak menimbulkan reflek Hanni yang mendengus kasar sambil merotasikan matanya jengah, "najis."

Haerin tertawa puas.

|

"Kamu mau beli apalagi, Han? Minggu lalu kita udah ke sini buat beli perlengkapan kuliah, sekarang ke sini lagi."

Hanni berjalan semakin cepat, gencar berputar-putar berkeliling Miniso untuk melihat barang-barang yang re-stock. Haerin hanya pasrah mengekor sambil membawa barang yang Hanni inginkan.

"Tumblr-nya lucu nggak sih?! Aku jadi pengen beli.." celetuk Hanni dengan memanyunkan bibirnya lucu sementara meraih berbagai tumblr bergantian dari atas rak, Haerin hanya mengangguk sekenanya.

Beberapa saat berlalu, Haerin mendengar bunyi ting dari beberapa tumblr yang tak sengaja bertubrukan; Hanni selesai memilih.

"Ini aja deh, bawain" ringis Hanni menyerahkan tumblr berwarna pink pada Haerin yang menghela napas lelah.

Mereka kembali berputar sampai Hanni berhenti di rak boneka, mata bulatnya memicing mendapati bentuk familiar dari jajaran boneka berwarna hijau.

"Ih! Itu mirip froggie-mu nggak sih, Rin?"

Mendengar nama boneka katak kesayangannya, Haerin langsung mengikuti Hanni yang mencoba meraih boneka berwarna hijau yang berada cukup tinggi di atas rak.

"Haerin, ambilin." tunjuk Hanni manja, dengan senang hati Haerin raih kembaran froggie itu dari posisinya dan memberikan pada Hanni yang girang menerimanya.

Haerin mengernyit, "kamu mau beli itu juga?"

Hanni mengangguk antusias.

"Tapi 'kan kamu bisa pinjem punyaku aja?"

Hanni menatapnya, wajahnya malas.

"Biar froggie-mu nggak jomblo terus kayak yang punya, udah ayo mau bayar!"

Haerin hanya mampu mengikutinya dengan pasrah.

|

Pada akhirnya, Haerin mengeluarkan duitnya lagi untuk membayar seluruh belanjaan Hanni yang justru memicu amarah dari perempuan menggemaskan itu.

Haerin mengamati Hanni yang masih memunggunginya meski sampai mereka tiba di kedai Starbuck untuk menikmati waktu senggang sambil menyesap kopi.

Merasa bingung dan belum paham letak kesalahannya, Haerin membuang napas lalu menepuk tangan Hanni pelan untuk menarik atensi perempuan dua puluh tahunan itu.

"Han, aku salah apa?"

Haerin berusaha menekan gengsinya namun Hanni justru membuang muka, enggan menatap Haerin yang bingung karena tingkahnya.

"Masa bayarin kamu doang salah? Kita 'kan selalu gini, Han-"

Hanni mendengus lucu.

"Aku bisa bayar sendiri, Haerin! Aku juga punya uang, please stop treating me like a child!"

Haerin terhenyak, sebelum mata kucingnya menajam; "aku nggak pernah kok perlakuin kamu kayak anak kecil, Han." katanya membela diri.

Hanni menaikkan sebelah alisnya, tertawa ironi.

"Buktinya? Mana buktinya? I told you, aku mampu beli segalanya sendiri but you keep forcing anything as if i was your responsibility!"

Haerin diam, tidak mengelak dan tidak memberikan pembelaan diri.

Mereka saling berpandangan.

Hanni menghela napas dalam, "kamu itu aneh. Kamu selalu kayak gini, Rin. Kamu selalu beda sama aku, kenapa? Aku itu apa? Kita ini apa?"

Haerin membuka mulutnya namun Hanni kembali memotongnya.

"Kamu sendiri nggak punya jawaban buat itu 'kan? Kamu itu aneh, aku berusaha paham tapi memang kamu itu sulit buat dipahamin!"

Haerin mengurungkan niatnya untuk membalas penyudutan Hanni terhadapnya ketika menyadari sepasang mata indah Hanni bersinar.

Hanni berusaha keras menahan tangis dan Haerin tak berdaya menolongnya.

"I should've known better, Rin."

|

2023, written by applefalls

Tergila-gila • Kittyz ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang