Bab 5

174 16 6
                                    

"Sudah lama kita tidak bertemu. Senang bertemu denganmu kembali." sapa Rafan kepada Riza. Tetapi Riza kembali menatap layar handphonenya. Ia tidak menjawab sapaan dari Rafan.

"Sepertinya di sebelah sini sangat dingin Nata. Aku mencium aura seseorang yang siap meledak." kata Yuda kawatir.

"Pssstt. Diam saja kamu. Cerewet sekali. Sudah lihat saja apa yang terjadi." kata Nata yang tampak lebih senang melihat ketegangan ini. Lebih seru menurutnya.

Lili menatap tajam ke arah Riza yang tidak menghiraukan sapaan dari Rafan. Lelaki tampan, baik dan sopan itu menurutnya sangat sabar sekali menghadapi tingkah Riza yang menurutnya seperti kekanakan.

"Sombong sekali memang lelaki itu. Terbuat dari apa hatinya? Disapa oleh orang lain dengan baik. Tetapi dia tidak menghiraukannya. Dasar. Sepertinya memang.. Ah sudahlah."gumam Lili dalam hati.

"Hmmm. Bapak minta bantuan apa dari saya tadi pak? Saya siap membantu." tanya Lili kepada Rafan yang terlihat sangat ramah dan ceria.

Tampak, Ben, Nata, dan Yuda saling memandang melihat Lili berbicara kepada Rafan.

Tidak menunggu waktu lama, Riza beranjak dari tempat duduknya itu dan berlalu pergi. Ia sengaja menabrak lengan sebelah kanan dari Raga. Riza pergi tanpa melihat Lili maupun Rafan. Melihat sikap Riza yang seperti itu membuat semua orang di situ menjadi bingung. Apalagi Lili. Ia masih sangat tidak paham dengan Riza. Lili menggelengkan kepalanya namun kedua matanya masih menatap kepergian Riza.

"Pak bos. Pak bos mau kemana?" tanya Ben kepada Riza yang ditahan oleh Nata.

"Biarkan dulu bosmu itu. Mungkin dia ingin ke kamar mandi. Tak perlu dicemaskan. Dia lelaki sudah cukup umur. Benarkah kakak cantik?" ujar Nata yang selalu memberi kata-kata yang tidak serius di setiap perkataannya.

Kedua mata Rafan juga menatap kepergian Riza. Yang ia tahu, Riza selalu menganggap dia sebagai saingannya.

"Kemana orang aneh itu pergi? Ada-ada saja yang dia perbuat. Yang membuat semua orang bingung melihat tingkahnya. Biarkan sajalah. Bukan urusanku juga." gerutu Lili dalam hati.

"Mari pak ke sebelah sana?" ajak Lili kepada Rafan. Lili mengajak Rafan ke pojok ruang yang terdapat meja dan kursi untuk duduk dan membicarakan suatu hal. Mereka berdua lalu meninggalkan Ben, Nata, dan Yuda.

Setelah berjalan menuju pojok ruang itu. Mereka berdua duduk untuk membicarakan suatu hal.

"Silahkan pak!" ujar Lili.

"Hmmm. Maaf kalau akan merepotkanmu. Saya ingin meminta bantuanmu untuk mencari amplop berwarna merah muda bertuliskan SF12123. Aku sepertinya menjatuhkannya di pub ini sebelum kita bertabrakan. Tenang saja. Isinya bukan uang. Hanya saja hal yang sedikit penting bagi hidup saya. Bisakah membantu saya?" pinta Rafan dengan sangat sopan.

"Oh baik Pak. Saya akan membantu bapak dengan senang hati. Saya juga akan meminta bantuan semua karyawan yang ada di sini. Kalau sudah ketemu. Bagaimana saya memberitahukan bapak?" tanya Lili kepada Rafan.

"Ah. Iya. Maaf. Aku belum memberimu kartu namaku. Sebentar." kata Rafan kepada Lili sambil membuka dompetnya.

"Ini dia kartu nama saya. Kamu bisa menghubungi saya di nomor ini. Sekali lagi terima kasih atas bantuannya ya." ujar Rafan.

"Sama-sama pak." jawab Lili sambil tersenyum manis.

***************
Di ruang lainnya di dalam pub nampak Riza duduk di kursi dan di depannya juga duduk seorang lelaki yang sedikit gemetar.

"Pak Riza adakah alasan saya harus memecat Lili? Eh. He. Setahu saya dia tidak melakukan kesalahan yang fatal. Apa bisa diganti dengan memberikan dia skors." kata Pak Jayus yang berusaha untuk melakukan negosiasi kepada Riza terhadap nasib Lili.

My BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang