02. murmansk night

118 35 3
                                    

02.

Chanyeol menemukan Wendy duduk di dekat jendela yang setengah tertutup layar putih. Ada americano yang masih utuh di atas meja. Wendy membaca sesuatu pada iPad-nya hingga keningnya berkerut. Pipinya yang berisi masih bersemu merah, membuat Chanyeol ingin sekali melakukan sesuatu pada pipinya. Sebuah insting yang cepat ditepiskannya.

"Hai. Sori, nunggu lama, ya?"

"Nggak apa-apa. Aku juga baru mulai. Harusnya aku yang minta maaf, aku minta waktumu." Wendy melirik sebentar ke benda-benda yang diletakkan Chanyeol di atas meja. Ponsel, sebungkus rokok, pemantik, dan kunci kartu kamarnya. "Kalau kau mau merokok, silakan saja, aku santai, kok."

"Nggak, aku nggak bisa merokok di depan orang lain." Chanyeol tersenyum, berusaha seramah mungkin. "Jadi, kita mulai dari mana?"

"Kau punya informasi tentang Gwang?"

"Temanmu tidak punya kenalan di sana?"

"Oh, aku belum cerita berita buruknya, ya?" Wajah Wendy masam. Menjawab pertanyaan lewat isyarat mata Chanyeol, ia menghela napas. "Temanku dari kedutaan sudah pulang tadi pagi, kembali ke Moskow karena dia dibutuhkan. Aku tidak tahu, mendadak. Jadi aku sendirian untuk hari terakhir."

"Damn," Chanyeol mendecakkan lidahnya. Dia mengelus dagunya, berpikir sesaat. "Di panel diskusi, apakah kita harus membawa seluruh perusahaan ke atas meja? Yang kudengar, diskusi nanti akan lebih banyak berkisar pada satu pembahasan tunggal tentang perusahaan berkelanjutan di sekitar Arktik. Ekstraksi sumber daya di perbatasan sabuk kutub oleh Korea paling banyak dilakukan oleh Song Bersaudara. Kenapa tidak membahas mereka saja? Kalau kita terfokus di sana, orang-orang tidak akan menyinggung yang lain."

"Prepare for the worst." Wendy mengangkat bahu.

"Kau bilang sebelumnya, kau paling menguasai tentang Song Bersaudara, kan? Fokus saja pada bidang pengetahuanmu."

Wendy mengetuk-ngetuk layar iPad-nya dengan ritme yang Chanyeol pikir adalah sebuah lagu. "Kau tahu bahwa Song Bersaudara adalah easy target untuk mereka? Terlebih oleh pihak polisi dunia itu."

Chanyeol memandang Wendy dan berusaha mencari tahu sesuatu di balik matanya. Wendy tahu sesuatu, pikirnya. Setidaknya ia ada pada lapisan informasi yang tidak hanya di permukaan. Song Bersaudara adalah pemilik anak perusahaan-perusahaan multinasional yang memiliki jangkauan di berbagai bidang. Mulai dari kartel hingga jaringan hotel, otomotif, ekstraksi minyak dan batubara, hingga bisnis plastik. Mereka terkenal dermawan dan telah membangun beberapa yayasan pendidikan hingga filantropi, tetapi siapa yang tahu rantai bisnis macam apa yang berlindung di bawah operasi bisnis biasa milik mereka?

"Kau sudah menyiapkan poin-poin untuk disampaikan? Terlepas dari perusahaan apa yang akan kau bahas."

"Ini." Wendy menyalakan iPad kembali, kemudian memutarnya untuk Chanyeol lihat. "Aku ingin memaparkan tentang CSR."

Chanyeol menatap beberapa poin yang dibuat Wendy. Dia mengembalikan iPad itu beberapa saat kemudian. "Yang pernah kudengar, mereka membuat program di pesisir bersama dengan Rusia. Mereka bekerja sama dengan lembaga non-pemerintah Rusia untuk modifikasi albedo."

"Oh, aku juga pernah mendengarnya. Apakah rekayasa albedo yang mereka buat punya dampak besar untuk iklim? Setahuku, teknologi modifikasi albedo masih berupa percobaan dan tidak bisa menjadi unsur geoengineering yang menjanjikan."

"Pengadaan program dengan pengkajian dampak adalah hal yang berbeda. Tugasmu hanya memaparkan program, kan?"

Wendy mengangkat bahu.

Chanyeol sudah bisa membacanya. "Tidak perlu prepare for the worst, Nona. Kadang-kadang kita tidak perlu memikirkan risiko."

Wendy tertawa kecil. Bagi Chanyeol, itu menular.

codename: red appleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang