[4 : Ice Cream, I Scream]

58 10 3
                                    

“Pilih es krim manapun yang kau mau. Aku akan mentraktirmu. Ya, sebagai permohonan maaf dari tingkah cerobohku,” ujar Gojo sensei.

“Tumben,” gumamku.

Akhirnya tanpa pikir panjang aku memesan satu ice cone dengan dua rasa, sedangkan Gojo sensei memesan es krim dalam cup big size.

Kami pun memutuskan untuk duduk di pojok ruangan agar tidak terlihat oleh orang yang berlalu-lalang.

“Gojo sensei, apa ide gila yang kau punya?” Ucapku yang memulai topik pembicaraan.

Ia memasukan beberapa sendok es krim ke dalam mulutnya sebelum berkata, “Ideku tidak gila. Ideku selalu cemerlang tahu.”

“Banyak yang gagal juga,” timpalku yang mengingat beberapa kekacauan tempo hari.

Aku tidak mau menjelaskannya saat ini karena hal itu bisa merusak moodku secara instan.

“Jadi, besok aku akan memberikan latihan pembuatan financial report secara berpasangan. Kau bisa sekelompok dengan Megumi,” ujarnya.

“Kalau ia memilih Itadori atau Nobara bagaimana?” Tanyaku.

“Benar juga ya. Kau kan tidak terlalu pintar,” gumam Gojo sensei yang masih dapat tertangkap oleh indra pendengaranku.

Aku sudah mencengkram ice cone ku dengan erat. Rasanya aku ingin menumpahkan semua es krim itu ke wajahnya. Namun tentu saja itu tidak mungkin.

“Gojo sensei niat membantu tidak sih?” Keluhku.

Ia tersenyum lebar dan itu terasa menjijikan. “Tentu saja, aku menyayangi semua muridku. Kau tidak perlu marah begitu.”

Aku hanya dapat mendengkus dan kembali menikmati es krimku.

“Begini saja. Aku akan menentukan kelompoknya. Jadi kau pasti akan sekelompok dengan Megumi. Ajak ia kerja kelompok bersamamu. Aku akan memberikan kunci jawaban tugas tersebut sehingga kau terlihat lebih pintar di hadapannya. Okay?”

Ide itu sebenarnya tidak terdengar buruk, namun entah mengapa firasatku merasakan hal yang lain.

“Baiklah.”

“Nah begitu dong. Tidak usah marah-marah. Aku akan membantumu sampai berhasil. Ngomong-ngomong kalau kau kerja kelompok di rumah Megumi hati-hati ya.”

“Hati-hati kenapa?” Tanyaku.

“Ayahnya Megumi agak kurang waras jadi berhati-hatilah,” bisiknya.

Aku tidak mengerti arti ucapan Gojo sensei namun aku akan berusaha mengingatnya. Setelah menghabiskan es krim kami pun beranjak menuju kasir. Pelayanpun memberikan nota kepada Gojo sensei.

Pria bersurai putih itu merogoh sakunya, lalu terlihat agak panik.

Ia tersenyum pada sang kasir lalu berbisik padaku, “aku lupa membawa dompet dan ponsel.”

Aku menatapnya dengan cukup tajam. “Sensei bercanda?”

“Wajahku terlihat bercanda?” Ia menunjuk wajahnya sendiri.

Aku hanya dapat menghela napas. Harusnya aku memperkirakan bahwa kemungkinan Gojo sensei tidak membawa dompet adalah 100/100.

“Yasudah jika Gojo sensei tidak bisa membayar sekarang biar aku—“

“Biar apa? Kau mau bicara pada Utahime untuk tidak menikah denganku karena aku miskin? Dengar ya mobilku saja—“

“Siapa yang akan bicara seperti itu?” Potongku.

“Kalau Gojo sensei tidak bisa membayar sekarang biar aku yang bayar tagihannya.”

Mission Impossible with GojoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang