BAGIAN 3 Ingatan dibalik jurnal

26 14 0
                                    


Happy Reading


Setelah selesai dengan interview singkat itu. Sabit memutuskan kembali ke apartemen yang sudah Gina sewa untuk mereka tinggali selama di Bali. Tampaknya, Gina belum mulai masuk bekerja karena katanya harus menunggu patner kerjanya yang lusa baru mulai bekrgabung. Gina cukup bahagia mendengar hal itu, karena itu artinya ia memiliki waktu untuk membongkar dan menyusun baju-bajunya dari dalam koper ke lemari. ia juga dapat menikmati Bali dengan santai sebelum akhirnya ia akan disibukkan dengan Desain-desain yang membuat kepala Gina serasa mau pecah.

Gina kembali dari dapur dengan membawa sepiring buah Naga yang sudah diptong-potong kecil untuk siap di santap dan garpu yang berada di sebelah kanannya. Ia berjalan untuk bergabung dengan Sabit yang berada di ruang tengah. Tampaknya gadis itu tengah sibuk melakukan hobinya yang memang selama ini sering ia lakukan.

Gina mengerutkan keningnya ketika mendapati jurnal-jurnal yang Sabit keluarkan dan Sabit kerjakan tampak berbeda dari Jurnal milik gadis itu sebelumnya. Jurnal itu masih tampak baru. biasanya, Jurnal yang Sabit keluarkan akan sedikit menggembung karena sudah banyak tempelan-tempelan kertas yang gadis itu susun dari hari ke hari. Namun kali ini, tampak ada yang berbeda dengan jurnal tersebut.

"Ganti Jurnal?" meletakkan garpunya di atas piring, Gina meraih buku A5 berwarna putih itu dan mengecek bagian dalam bukunya. Benar, buku itu jelas terlihat berbeda. ditambah lagi, masih banyak kertas-kertas yang berkosongan.

"Jurnal yang lama hilang, deh, kayaknya. Soalnya gue inget banget udah gue bawa waktu beresin barang-barang di kantor. Jatuh kali, ya." Sahut sabit yang menatap raut wajah Gina dengan melas. Bisa-bisanya Sabit tidak menyadari Jurnalnya telah hilang. Ia sadarnya ketika hendak membereskan barang-barangnya ke dalam koper untuk ikut di bawa ke Bali.

"Sayang banget, Bit, Jurnal itu udah lo susun dari lama banget, lho!" Gina terkejut bukan main. Ia tahu perjuangan Sabit membeli pernak-pernik dalam pembuatan Jurnal mengeluarkan dana yang tidak sedikit. Dan jurnal-jurnal yang Sabit buat juga sangat bagus-bagus sekali. Gina terkadang berdecak sangking kagumnya dengan manusia yang serba bisa seperti Sabit. 

Oh tidak-tidak, masih ada hal lain yang tidak bisa Sabit lakukan. memasak. Yah, gadis itu sangat buruk dalam hal memasak. paling-paling masak mie instan kalau dia sudah sangat kelaparan sekali. selebihnya, Gina tidak memberikan akses dapurnya kepada Sabit. 

Sabit menganggukkan kepalanya, lalu setetalnya ia malah tertunduk lesu. Ia jadi kepikiran tentang jurnal-jurnalnya yang sudah ia susun dengan penuh upaya. Sabit menghela napasnya, mau di cari lagi tapi ia sudah di Bali. Merelakan adalah jalan terbaiknya. tapi jauh di lubuk hatinya, ia masih begitu berharap bahwa jurnal itu akan kembali kepadanya lagi.  Sabit juga  berharap kepada Tuhan, semoga yang menemukan jurnalnya adalah orang Baik. Karena Jurnal itu adalah pemberian dari papa yang sangat berharga bagi Sabit. Hanya itu kenang-kenangan yang ia miliki dari papa. Sebelum akhirnya, Papa dan juga Mama pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya.

Ia jadi teringat akan perjuangan Papa untuk mendapatkan jurnal book se-ashtetic itu. Kala itu, papa sedang ada perjalanan bisnis di Kanada--Negeri daun maple itu. Dan Sabit meminta kepada papanya untuk dicarikkan jurnal book yang ashtetic. Karena katanya, diluar negeri itu jurnal booknya memiliki kesan indah yang medalam.

Papa yang saat itu harusnya segera terbang untuk melanjutkan perjalanan bisnisnya ke Singapore dengan sukarela meluangkan waktunya untuk mencari jurnal book yang Sabit inginkan. karena papanya itu tipikal orang yang tidak bisa berkata tidak. Sekalipun permintaan sabit sedikit aneh, papanya tidak pernah menolak. Papa selalu bilang, "Apapun untuk Sabit, papa selalu usahain."

Dengan mengingat hal itu saja, air mata Sabit kembali menetes, membasahi kertas jurnal yang sudah ia hias sedemikian rupa. Papa adalah pahlawan Sabit yang sebenarnya. Sebelum akhirnya Papa meninggal karena kecelakaan ketika Papa dan Mamanya sedang dalam perjalanan pulang dari pesta bisnis. Dan karena hal itu pula Sabit harus rela Hengkang kaki dari rumah yang begitu banyak kenangan dengan Papa dan Mamanya. Karena keluarga papa yang maniak akan harta membuat mereka semua dibutakan akan kekayaan Papa yang hanya di wariskan oleh putri tunggal mereka.

LANGIT SABITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang