BAGIAN 21 Story in The Tree House

12 3 1
                                    


Happy Reading


Sabit membuat anak-anak panti duduk melingkar. Setelah beberapa saat lalu Sabit mendengar banyak cerita baik tentang Langit dari mulut-mulut tulus seperti mereka. Bagaimana raut wajah penuh binar itu memberitahunya bahwa langit cukup sering berkunjung ke sini. Bahwa hampir setiap sebulan sekali langit akan datang dan membawakan makanan lengkap dengan kebutuhan mereka. Bahwa Langit... sudah seperti saudara bagi mereka. Bahkan tak jarang, Langit akan menghabiskan waktunya hingga larut malam untuk bermain dengan mereka semua.

Dan satu hal lagi yang Sabit ketahui, bahwa rumah pohon yang ada di pekarangan belakang rumah panti yang saat ini tengah kokoh berdiri di depan mereka, yang membangunnya adalah Langit. Di bantu oleh beberapa anak panti lainnya.

Kini, Sabit membuat mereka duduk melingkar, dengan Sabit yang ada di salah satunya. Sabit mengeluarkan gitar miliknya. Membuat anak-anak tersenyum senang melihatnya.

"Kak Sabit, mau nyanyi?" Tanya si anak berumur 5 tahun yang terlihat sangat menggemaskan.

Sabit mengangguk antusias, "Mau dengar Kak Sabit nyanyi, gak?"

"Mauuuu!" jawab mereka serentak yang sontak membuat Sabit tertawa senang.  

Entahlah, Sabit merasa bahagia bisa duduk bersama mereka di bawah rimbunnya pohon. Sabit merasa seperti melihat diri Sabit di dalam diri anak-anak panti. Senang rasanya bisa bergabung dengan mereka. Senang rasanya dapat merasakan tebar senyum yang mereka berikan kepadanya. Sabit senang berada di sini. Setidaknya, ia jadi tidak merasa sendirian dengan ketidaksempurnaan keluarganya.

Sabit meletakkan gitar itu dalam pangkuannya. "Nyanyi apa kita?" Tanyanya ketika tak menemukan satu lagu pun untuk bisa iya nyanyikan.

Mereka semua menggeleng polos. Kontras membuat Sabit terkekeh akan wajah-wajah polos dari mereka semua. Seketika itu, sekelebat ingatan tentang lagu yang beberapa hari lalu ia pelajari kuncinya terlintas dalam otaknya. Maka dengan begitu saja, Sabit menggenjreng senar gitarnya, memberi tahu mereka bahwa Sabit akan mulai bernyanyi.

Ketika Sabit memulainya. Anak-anak di sana menggoyong-goyangkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri, mengikuti irama musik yang keluar dari genjrengan gitar milik Sabit. Mulut Sabit mulai bernyanyi. Dan kini ia menjadi pusat tonton anak-anak di sana.

Kutatap langit di pagi hari

Ku awali hari dengan doa

Semoga satu hari ini bisa

Dipenuhi oleh senyum

Sabit melebarkan senyumannya, menatap berbagai tatapan mereka semua yang juga tulus menatapnya.

Walaupun terkadang hujan turun

Dan air mata juga mengalir

Di hari yang tak berjalan dengan mulus

Besok pun tetap semangat

Anak-anak begitu lekat menatap Sabit. Walaupun banyak dari mereka yang belum mengerti makna lagu yang Sabit bawakan, tapi irama lagu itu begitu enak terdengar. Mereka menyukai Sabit dan genjrengan gitar yang keluar dari tangan Sabit.

Di dalam mimpiku selalu

Terlihat ada diriku sendiri

Yang dengan bebasnya melakukan semua

Hal yang ingin aku lakukan

Sekali lagi Sabit menggenjreng gitarnya dengan penuh semangat ketika lagu itu akan sampai kepada puncaknya. Dengan senyum yang enggan ia biarkan luntur, Sabit pun kembali bernyanyi dengan tempo bersemangat. Hal itu pula membuat anak-anak kian tersenyum lebar.

LANGIT SABITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang