Seorang anak perempuan tidak menghabiskan makanannya. Ini sudah kesekian kalinya ia berbuat demikian. Makanannya tidak pernah tidak tersisa. Selalu tersisa. Kedua orang tuanya sudah lelah menasihati anak semata wayang mereka. Sifatnya yang tidak ingin dibantah menjadi alasan kedua orang tuanya lelah.
Keesokan harinya, anak itu diajak oleh kedua orang tuanya pergi ke sebuah toko. Sepanjang perjalanan, anak itu melihat ada banyak pengemis di jalan. Ada yang sedang bernyanyi, ada yang meminta uang seikhlasnya dan ada yang sedang menggendong anaknya sembari mengais makanan di tempat sampah. Tapi, ada sesuatu yang mampu membuatnya tertegun. Mereka tersenyum saat mendapatkan uang ataupun makanan. Anak itu menyaksikan semuanya.
Sepulang dari toko, ia merenungkan apa yang baru saja ia lihat. Ia membandingkan yang ia lihat dengan kehidupannya yang kecukupan. Ia berpikir jika selama ini ia tidak mensyukuri apa yang ia dapatkan. Tetapi, mereka yang hidup berkekurangan tidak mengeluh. Mereka tersenyum yang diartikan sebagai rasa syukur mereka oleh anak itu.
Ia menyesal karena selalu menyia-nyiakan nasi yang tidak pernah ia habiskan selama ini. Ia berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Dan ia membuktinya di hari selanjutnya. Ia menghabiskan makanannya tanpa sisa nasi barang satu butir saja. Kedua orang tuanya terkejut dan senang saat anak mereka menghabiskan makanannya.
“Penyesalan datang di saat terakhir. Namun, aku masih memiliki waktu untuk berubah karena aku belum terlambat.”
KAMU SEDANG MEMBACA
DUNIA
Krótkie OpowiadaniaCerpen adalah suatu karya sastra dalam bentuk tulisan yang mengisahkan tentang sebuah cerita fiksi lalu dikemas secara pendek, jelas dan ringkas. Ada banyak cerpen dengan berbagai pesan di dalamnya. Begitulah cerpen, seperti dunia yang memiliki kebe...