AKU DAN DIA

9 9 0
                                    

Hai! Namaku Anderson Karin. Aku dipanggil dengan nama Karin. Aku memiliki seorang sahabat. Dia bernama Hanna. Kami sudah bersahabat sejak kami duduk di bangku sekolah dasar. Kami selalu bersama saat suka dan duka.

Bel berbunyi pertanda jam istirahat. Aku mengeluarkan kotak makan siangku. Dan baru saja aku akan menyantap makan siangku. Sahabatku, Hanna datang ke mejaku.

“Karin, apa kau tahu Niko?”

Ya, Hanna selalu tahu informasi terbaru di sekolah.

“Tidak, aku tidak tahu,” jawabku. “Siapa dia?”

“Bagaimana bisa kau tidak tahu? Dia murid pindahan hari ini.”

“Seperti apa rupanya?”

“Hm, rambut hitam pendek, mata sipit, kulit putih, dan pastinya idaman banget.”

“Begitukah?” tanyaku.

“Ya,” jawab Hanna. “Ayo kita temui dia sekarang!”

Aku pasrah. Hanna menarik tanganku. Aku tidak tahu ke mana aku akan dibawa olehnya. Aku melihatnya dengan mataku, Hanna melihat ke kanan dan ke kiri. Lalu, Hanna menarik tanganku lagi. Hanna terlihat bersemangat. Aku dan Hanna sampai di pinggir lapangan.

“Niko!” panggil Hanna.

Pemilik nama menoleh dan menghampiri kami.

“Salam kenal. Namaku adalah Hanna dan ini adalah sahabatku, Karin.”

“Hai,” sapaku.

“Senang mengenal kalian.”

Bel berbunyi. Hanna tersenyum dan menarik tanganku lagi. Hari ini, aku melewatkan makan siangku. Tapi, tidak apa-apa. Karena sekolah akan usai satu jam lagi.

•••

Aku berjalan pulang sendirian. Hanna sudah pulang duluan. Aku menunggu jemputanku di ruang tunggu. Sepi. Yang aku dengar hanya anak-anak yang bermain di lapangan. Aku melihat lapangan sampai sebuah suara memanggilku kembali.

“Ah, kau Karin, bukan?”

Aku menoleh dan mendapati orang yang memanggilku. Niko ternyata.

“Ya,” jawabku seadanya. “Ada apa?”

“Tidak apa-apa,” jawabnya. “Apa aku boleh meminta nomormu?”

Aku mengambil handphone-ku dan aku memberikan nomorku padanya. Ia tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Ia segera pergi karena sudah dijemput.

•••

Keesokan harinya, aku berjalan menuju kelasku. Aku duduk di mejaku. Tidak ada yang aku lakukan selain diam menunggu bel berbunyi. Bosan. Andai waktu bisa diputar. Aku ingin mempercepat waktu.

“Hai.”

Jangan katakan siapa pelakunya. Aku tahu siapa dia tanpa kau beritahu. Dan, benar saja. Dia lagi. Tidak apa-apa. Bukan masalah untukku.

“Boleh aku duduk di sini?”

Aku hanya mengangguk. Dia duduk setelah mendapat izin dariku. Aku menatap ke luar jendela. Bisa aku lihat, anak-anak bermain di lapangan. Ada yang berteriak kemenangan dan ada yang menerima kekalahan dengan lapang dada.

“Apa kau ingin bermain di bawah sana?”

“Tidak,” jawabku.

“Aku menyukaimu.”

Aku menolehkan kepalaku dan menatap lawan bicaraku tidak percaya.

“Aku menyukaimu sejak itu,” katanya. “Aku akan menunggumu.”

Dia meninggalkanku yang mematung di tempat. Jujur saja. Aku tidak mengerti kata suka yang dimaksudnya. Aku tidak mau mengambil kesimpulanku sendiri sebelum mendengar penjelasannya.

•••

Sejak saat dia mengatakan itu, dia tidak pernah absen menunjukan wajahnya di depanku. Aku tidak masalah. Karena aku berpikir jika dia menyukaiku sebagai teman. Tapi ternyata, bukan.

“Jadilah kekasihku, Anderson Karin,” katanya.

Aku terkejut saat itu.

“Apa jawabanmu, Karin?” tanyanya padaku.

Aku hanya mengangguk dan tersenyum padanya.

“Terima kasih.”

DUNIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang