Prok prok prok
Suara tepuk tangan mengisi kekosongan ruang dengan beberapa senjata tajam. Malam telah larut sehingga suasana mencekam dan mengerikan terasa jelas.
"Melody Aurelie Anggara! Jadi dia anak dari wanita itu?"
Pria dengan rambut ikal menyunggingkan senyum miring, "Sejauh ini, saya lihat dia melakukan permainan di dalam wahana yang tidak dia sadari. Dia mengira dialah dalangnya padahal dia hanya wayang."
Wanita paruh baya dengan wajah angkuh terkekeh kecil, "Kau tahu dari mana? Apa aku harus menjelaskan kembali siapa itu Melody di mata kami, dia lebih licik dari yang kita pikir. Jangan meremehkan wajah polosnya."
Mendengar penuturan itu, si Pria berambut ikal menunduk. Ia tidak bisa menjawab lagi. Wanita paruh baya duduk di sofa kemudian mengusap pistolnya. Tatapan matanya begitu dingin.
"Hebat! anak manis sepertinya bisa sampai pada titik ini, pasti dia melewati banyak hal buruk. Sungguh gadis malang..."
***
"Dari mana lo?"Pertanyaan itu menghilangkan senyum cerah di wajah Nathan, dia melirik ke arah ruang tamu. Kakaknya berdiri sembari menatap Nathan penasaran.
"Mini market, tapi keujanan jadi neduh dulu."
"Bukannya lo bawa mobil? Kenapa pake acara neduh segala?" Samuel menaikkan sebelah alisnya.
Nathan menghela nafas, ia beranjak menaiki tangga. Samuel menyusulnya, pria itu membuntuti adiknya menuju balkon kamar Nathan.
Keduanya duduk, Nathan menyodorkan permen karet. Namun, Samuel malah merebut rokok yang baru saja Nathan keluarkan dari saku.
"Bang!"
"Gue cuma minta satu. Pelit!"
Dengan korek api, Samuel membakar rokok itu dan menghisapnya. Nathan mencontohnya. Udara dingin khas setelah hujan membuat suasana menjadi nyaman.
"Dia juga suka ngerokok." celetuk Samuel membuat Nathan meliriknya. "Gue gak bisa larang dia, gue gak berani."
Samuel menerawang saat-saat dia dan Melody merokok di atas gedung tua. Dia sangat bahagia saat itu.
"Dia pernah bilang gini 'aku kayak pernah gini, tapi aku gak inget sama siapa.' lo tahu? Hati gue sakit waktu itu."
"Dia sering ngomong gitu kalau ada kejadian yang dia alami sama lo dilakuin lagi sama gue." Samuel terkekeh kecil, "Dia lucu pas kebingungan, tapi gue kasian karena dia gak bisa kembali ke masa itu."
"Seringkali gue alihin pembicaraan cuma biar dia gak bahas apa yang dia inget."
"Gue sayang sama dia, gue mau selalu ada buat dia, gue mau dia cuma jadi milik gue."
"Gue egois, ya?" lirih Samuel.
Nathan tak menjawab, tatapan matanya tak dapat dibaca. Tertusuk, terluka, begitulah hati Nathan saat ini.
"Mencintai itu hak setiap orang, memiliki adalah untuk orang yang beruntung."
Setelah mengucapkan itu, Nathan menepuk bahu Samuel lalu pergi dari tempatnya. Samuel memperhatikan punggung tegap adiknya dengan tatapan bersalah.
"Dan yang bertahan sampai akhir hanya untuk orang yang dikehendaki penulis." desis Samuel melanjutkan perkataan Nathan.
***
"Gue cinta sama dia."
"Jadi temen aja cukup buat lo. Sadar!"
Pria beralis tebal dan wajah tegas itu mengacak rambutnya frustasi. Dia benar-benar mencintai gadis itu. Dia lelah harus berpura-pura tidak menyimpan rasa.
"Kita cuma bisa lindungin dia, bukan milikin dia." Pria lain menepuk bahu kembarannya memberi pengertian.
"Gue gak bisa, Ren. Gue mau dia."
"Pikir sekali lagi, Rel. Kalo lo bilang yang ada hubungan kalian renggang. Lo gak akan bisa kek sekarang."
Pria itu memejamkan mata, tangan berdarah nya tak ia hiraukan. "Gue harus apa? Gue mau miliki dia buat gue sendiri."
"Itu masuknya obsesi, Rel. Berhenti manjain keinginan lo. Gue bisa kapan aja bilang ke bokap kalau selama ini lo--" Tidak sanggup menyakiti hati kembarannya, Pria berkemeja putih itu pergi.
***
Lumitttt
KAMU SEDANG MEMBACA
Angel Baby
Novela Juvenil"Sebenarnya dia siapa?" "Lo tau geng T-rex?" "Lo manusia apa monster?" "Waktu lo lima detik!" Mengungkap kebenaran merupakan sesuatu yang sulit. Melody contohnya, Ia bertekad mengungkap sebuah kebenaran tentang hilangnya seorang pria yang merupakan...