Tiga puluh tiga - END

47 6 10
                                    

|| Dibalik Alasan Gama ||


Hampir satu jam sepasang anak manusia saling duduk berdampingan namun berjaga jarak di bangku taman tempat mereka pernah menikmati sepeda air. Aroma pinus yang seharian terkena sengatan matahari memberikan hawa menenangkan untuk Calya. Ia masih canggung dan kikuk, bagaimana harus mengawali percakapan di senja ini.

Sebuah senyuman samar terlihat di balik wajah yang dihiasi kelegaan. Setelah hampir dua bulan entah berapa pesan dan panggilannya selalu diabaikan, tadi pagi ketika ia hendak ke rumah sakit untuk melakukan terapy, ponselnya berbunyi singkat tanda pesan masuk.

Calya
Jam 4 sore aku tunggu di taman sepeda air

Ingin rasanya Gama melompat setinggi mungkin jika tidak mengingat kondisi yang masih harus dibantu tongkat penyangga hanya untuk menopang tubuhnya.

Seolah tak ingin melewatkan kesempatan yang diberikan Calya, Gama sudah datang tiga puluh menit sebelum waktu yang ditentukan. Pria yang mengenakan kemeja lengan pendek warna putih ini sengaja memilih bangku yang dulu pertama kali mereka tempati ketika singgah di tempat ini. Bangku ini dulu menjadi saksi ketika mereka mulai menjalin hubungan dan sekarang bangku taman berwarna putih ini juga lah yang akan menjadi saksi untuk kelanjutan kisah mereka.

"Salsa," panggilnya pelan dan untuk pertama kali Gama memanggil Calya  dengan nama yang biasa dipanggil di keluarganya. Dengan kedua tangan ia memindahkan kaki kirinya yang sampai sekarang belum bisa ditekuk, bahkan saat ini ia terpaksa duduk dengan salah satu kaki terulur ke depan.

"Calya Salsadila, gimana kabar kamu?" ucapnya lagi sambil memiringkan sedikit kepala ke arah kanan.

Sedikit bahasa tubuh Gama yang berada di sisi kirinya membuat bulu kuduk Calya meremang, degup jantungnya berdetak lebih cepat dibandingkan ketika ia baru tiba di tempat ini.

"Baik," jawab Calya pelan.
Suara yang telah coba ia lupakan  dengan semua kenangan sekaligus pemiliknya, kembali menghampiri gendang telinganya. Masih sama, selalu terdengar lembut dan memberi kedamaian.
Tidak bisa dipungkiri bahwa gadis berambut pendek ini masih sangat menyayanginya.
Setiap malam dengan lelehan airmata ia selalu berdoa bahwa yang terjadi adalah sebuah mimpi buruk. Semua akan baik-baik saja ketika alarm di ponselnya berbunyi di esok pagi, persis ketika ia memimpikan cinta monyetnya.
Seperti air yang berada di dalam plastik, ketika ada jarum yang menusuknya maka air itu langsung berebut keluar melalui celah lubang yang ditinggalkan oleh jarum. Begitu juga dengan perasaan Calya, kerinduan yang selama ini ia pendam, serasa begitu mengalir ketika bertemu lagi dengan Gama.

"Terimakasih, Cal, kamu sudah memberi kesempatan. Aku enggak berharap kamu akan memaafkan aku, tapi setidaknya tidak ada salah paham lagi di antara kita," terang Gama yang memperhatikan perubahan Calya lewat ekor matanya. Betul kata Angga, adiknya kini terlihat kurus, wajahnya semakin tirus dengan cekungan nampak jelas di rongga mata. Gama sangat mengerti apa yang dirasakan oleh Calya karena iapun merasakan hal sama.

Gadis itu selalu terlihat cantik dan anggun mengenakan drees selutut dengan riasan natural namun tidak bisa menyembunyikan warna hitam di area matanya. Gama bisa menduga bahwa gadis itu pasti sering kehilangan waktu istirahat malamnya. Ia duduk menunduk, memainkan ujung kuku yang bertaut di atas pangkuan. Sesekali Calya juga menggigit bibir bawahnya.

Terakhir kali Gama melihat gadis ini menangis penuh kedukaan di hadapannya. Memakinya dengan tatapan penuh emosi atas kesalahpahaman di antara mereka.

Sekali lagi Gama mengangkat sebelah kakinya setelah ia menggeser duduknya dua jengkal mendekat ke arah adik Angga. Pandangannya kembali tertuju pada air danau yang dihiasi beberapa daun pinus kering di permukaannya.
"Seandainya aku tahu Calya dan Salsa adalah satu orang yang sama, dan itu ternyata putri Meliana ... aku enggak akan melakukan ini ...," ujarnya. Pandangan Gama menyisir ke sekitar pohon pinus yang semakin samar karena sinar matahari mulai menghilang.

Calon Papa (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang