Sebelas

17 7 1
                                    

|| Nostalgia||

☆☆☆

Calya berjalan memasuki bangunan yang hingga kini masih berwarna putih dilengkapi dengan pintu gerbang besar berwarna hitam. Berkeliling mengamati lingkungan tempat belajarnya belasan tahun yang lalu. Ruang guru, perpustakaan, lapangan basket, dan yang lain semuanya masih tampak sama tidak ada yang berubah. Hanya saja menurut info yang Calya dapat, ketika di angkatannya terdiri dari delapan belas  kini sudah bertambah menjadi dua puluh satu kelas.

Calya menyusuri koridor memilih tujuan bangunan paling belakang di masa putih birunya. Sepanjang perjalanan, aura sumringah terpancar jelas dari wajahnya.

Enam ruang kelas yang saling berhadapan dan dibatasi taman dengan kolam ikan di tengahnya. Tempat dimana Calya tanpa sengaja mengukir kisah manisnya, menemukan motivasi belajar hingga satu sekolah mengenal siapa dirinya.

Senyum Calya semakin merekah, ia seperti melihat adegan yang diputar ulang ketika  mengingat kejadian ia memperhatikan cowok bermata sipit dengan gaya duduk khas menekuk lutut dan menautkan jemari di depan jahitan celana berwarna biru.

Seandainya dulu pihak sekolah menerbitkan album kenangan ...,

Tapi siapa sangka gue bakal ketemu dia lagi di lain kesempatan

Hampir dua puluh menit Calya menikmati masa indahnya, memutar semua kenangan indah dan melupakan kehidupannya sekarang.

Ia kemudian melangkahkan kaki menyusuri koridor sekolah menuju ruang kelas tingkat akhirnya.
Calya berdiri tepat dimana dulu ia sering berdiri memperhatikan cowok itu. Rasa sesak merasuki rongga dadanya, mengenang ia semakin kehilangan sosoknya dan bahkan sampai perpisahan sekolahpun cowok itu tidak terlihat.
Butiran bening terbendung di kelopak matanya, mengingatkan Calya tentang peristiwa besar yang juga terjadi di keluarganya.

Calya menghela nafas, memijat pangkal hidung berniat mengusir butiran bening yang akan menetes. Ini hari bahagia, nggak semestinya kamu mengingat masa lalu, hiburnya dalam hati.

Calya kembali berjalan menuju ke lapangan upacara yang telah disulap oleh panitia sebagai tempat reuni.
Barisan kursi yang sebagian telah terisi oleh peserta reuni, dengan panggung besar ditutuy karpet berwarna biru. Calya memperhatikan teman seangkatannya, banyak yang telah berubah. Sambil menyapa temannya, pandangan Calya masih tertuju pada arah datang para peserta reuni.

"Ehem ... kayaknya ada yang lagi ngrasain deg-deg gimana gitu nungguin sesuatu," ledek Nata dengan menyikut lengan sahabatnya.

"Nata! Gue kaget tahu!" omel Calya pada Nata yang kini memanjangkan leher dan berkali kali melihat ponsel memastikan jam di sana.

"Masih ada limabelas menit sebelum acara mulai, itupun kalo Gama nggak ngaret, Cal," ucap Nata seakan mengerti isi kepala Calya.

"Dia nggak bakal telat. Cuma pertanyaannya dia beneran dateng apa nggak?"
Calya menaikkan sebelah alisnya.

Pertanyaan Calya dijawab Nata dengan tepukan ringan di bahunya sambil menunjuk ke suatu tempat.

"Apaan sih, Nat?"

"Tuh, lihat tu!!"
Bersamaan dengan suara pengumuman yang menyuruh semua panitia berkumpul, Nata pergi meninggalkan Calya sendiri dengan mengacungkan dua jempolnya.

Calya memperbaiki penampilannya, kali ini ia mengenakan dress warna salem dengan rambut khas sebahunya. Dilengkapi dengan tas warna senada dengan sepatunya.

Calya berusaha bersikap netral seakan dia tidak menunggu kedatangan seseorang. Dengan langkah seanggun mungkin, Calya mengayunkan kakinya ke belakang barisan kursi undangan yang mulai penuh dengan peserta reuni.

Sepuluh ... sembilan ... delapan ...

Calya dalam hati menghitung mundur langkah kaki pria yang  dinantinya, dan sampai pada hitungan ketiga.

"CALYA!!"

Bersambung

Coba tebak siapa yang manggil Calya barusan ya?
Beneran Gama atau bukan?

Jangan lupa tinggalkan bintangnya ya, kritik dan sarannya juga diterima dengan lapang dada.

Kota Ngapak 150720

Calon Papa (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang