"Balas dendam mungkin?"
"Hentikan tingkah konyol mu Na Jaemin, sudah cukup bermainnya, tanganku benar-benar kesakitan karena mu. Sekarang kemari dan lepaslah tali sialan ini." Mendengar penuturan sahabatnya itu membawa wajah jengah Jeno terpampang.
Lee Jeno ini tidak tahu jika temannya bukanlah orang yang sama. Bukan orang yang selalu berbagi tawa dengannya di sekolah, melainkan orang yang akan membawa penderitaan untuknya.
Jaemin hanya terdiam, raut mukanya tidak menampilkan apapun. Anak ini hanya menatapi Jeno dengan mata yang sedikit memicing.
Jeno?
Ia masih membawa netranya pada Jaemin dengan tatapan bingungnya, "Oh ayolah, jika kau masih dendam dengan dare yang kuberikan itu, aku bisa memberikan mu motorku itu, atau jika kau tak mau kontak Karina akan segera tertera di handphone mu itu."
Jeno pikir dengan memberikan kontak sepupunya itu akan membuat Jaemin luluh.
Jaemin sendiri yang mengutarakan perasaannya pada Jeno, bahwa pemuda Na ini menyukai sepupunya. Memberikan kontak Karina bisa membuat mereka dekat lebih cepat. Penalarannya yang berkesimpulan seperti itu.
Seringaian Jaemin seperti asing, seumur hidupnya Jeno tidak pernah melihat Jaemin dengan raut wajah yang seakan-akan merendahkannya seperti ini.
"Cih, Lee Jeno ... dengar sini baik-baik-"
"AKH!" Surai hitam legam Jeno ditarik paksa hingga membuat empu mendongak paksa menatap wajah Jaemin dihiasi dengan ringisannya menahan pedih, Jaemin menjambaknya tidak main-main sakitnya.
"-aku sama sekali tidak tertarik dengan kekayaan mu maupun dengan wanita yang kau tawarkan padaku, aku lebih tergiur melihatmu yang bermandikan darah karena ku, dibandingkan semua aset yang kau miliki itu!"
Seperti tak punya hati, Jaemin menghempaskan cengkramannya pada rambut Jeno dengan kasar. Tubuh terikat erat di kursi itu bahkan terjatuh. Kepalanya juga terhantam oleh batu yang entah mengapa ada di dalam ruangan ini.
Ngiiing... Suara penging itu membawa Jeno kembali kedalam alam bawah sadarnya, ia merasakan cairan kental berbau anyir mengalir dari pelipisnya. Sempat-sempat netranya menangkap seorang laki-laki yang ia kenal betul siapa itu.
"K-kakak...."
Jeno tidak sadarkan diri
***
"Kak, emangnya rumah kak Lucas itu jauh, ya?" Yeji membuka keheningan ini, Hwang bungsu ini tidak betah keheningan.
"Hmmm, jauh? Tidak juga, jika kau bawa tidur bangun-bangun pasti sudah sampai."
"Oh yah? Apa rumah Kak Lucas beneran mustahil ditemuin?"
"Entahlah."
"Kak Changbin kayaknya sering pergi deh, katanya mustahil bah-"
"-tidurlah bocah, akan ku putarkan kau lagu pengantar tidur."
'ck, apa susahnya bilang kalau Yeji mengganggu sih?' Yeji dengan senyum canggung yang tertuju untuk Changbin diam-diam berbatin. Bilang saja kalau ia ini berisik.
Kan?
Sedangkan kembarannya tengah menutup mulut, Hargailah Hyunjin yang berusaha tidak membuat Yeji kesal dengan gelak tawanya.
Seulgi menggeleng maklum, memang di umur seperti ini lagi lucu-lucunya.
Ngiiing... dengingan terdengar di pendengarannya, bersamaan dengan pening hebat yang tiba-tiba saja merasukinya kepalanya. Seulgi meringis pelan akibat duo kombo itu, rasanya benar-benar sakit andai saja ia bisa ekspresikan dengan bebas, jeritan mungkin bisa lolos dari mulutnya.
Namun itu tak mungkin, ia bisa mengundang khawatir anak-anak di dalam mobil ini. Cukup Seulgi membebani mereka dengan permintaannya, tidak dengan yang ini. Biarlah ia tangani ini sendiri.
Atau tidak?
"Oh? Bibi nampaknya tertidur, kalian berdua tak ingin menyusul?" Changbin sekilas melihat di kaca spion, Ibu dari temannya itu tertidur benar-benar pulas.
"Tidak, orang mana yang akan tertidur saat caramu mengendarai saja sudah seperti orang kesetanan?" Kali ini si sulung yang berujar.
Hei memang benar tahu! Changbin mengemudi seperti sudah dalam arena balap saja, kecepatannya diatas 60, dua Hwang ini tentu saja terjaga, jaga-jaga kalau sesuatu yang tak diinginkan bisa terjadi.
"Adalah, kau bisa melihat Bibi Seulgi di samping Yeji yang sedang terlelap."
Sontak Yeji melirik Seulgi yang menyandarkan kepalanya di jendela. Pasti posisi tidurnya tak nyaman karena harus terantuk-antuk.
Yeji ingin menyandarkan kepala Ibu Jeno itu ke bahunya agar nyaman untuk tertidur, namun saat tangannya terulur untuk menyentuh kepala Seulgi, panas menerpa kulit tangannya. Dilihatnya juga ibu 2 anak itu mengeluarkan peluh di sekitar pelipisnya.
"ASTAGA!"
"HEI AKU SEDANG MENYETIR, JANGAN MEMBUAT KAGET SEPERTI ITU BOCAH!" Changbin berseru memarahi Yeji, bisa-bisa mereka kecelakaan karena lengkingan suaranya itu.
"M-maaf, Kak! Tapi suhu tubuh Ibu panas banget! Apa nggak ada rumah sakit sekitar sini?" Yeji panik, Hyunjin panik, Changbin pun juga panik.
"Tidak ada! Rumah Lucas saja masih jauh, rumah sakit juga masih sangat jauh di depan."
Hyunjin yang mendengar itu dalam dilema besar, haruskah ia pergi ke sana atau tidak? Kondisi Seulgi begitu parah, namun tempat itu akan menimbulkan sesuatu yang tak ia inginkan.
Haruskah?
Tatapan memastikan ia berikan pada Yeji, haruskah mereka menemui orang itu?
Yeji memeluk kuat tubuh Seulgi, masa bodoh, ia akan menyampingkan itu, "Pergi saja, Kak," Jawaban itu terdengar lirih, mereka tak bisa apa-apa.
"Putar balik, Kak. Aku tahu tempat yang bisa dikunjungi."
"Kemana?"
"Rumah adikku...
...Ni-ki"
================================
Hayolooooo
KAMU SEDANG MEMBACA
Dare || Lee Jeno
FanfictionSaat itu Jeno terlena dengan permainan populer yang dibawakan temannya, tanpa ia tahu bahwa ia sedang digiring menuju maut. ©violahtte , 2022 ========================================== ❏sᴛᴀʀᴛ: 01 ᴊᴜʟʏ 2022 ❏ᴇɴᴅ: --- -🧸