1. Caddy Golf

109K 4.7K 119
                                    

Ludah Mr. Mahmud tumpah-tumpah dari berdirinya di seberang meja. Muncrat dan mendarat sampai ke pipi Anin dalam kecepatan 20km/jam. Padahal jarak mereka cukup jauh. Anin hanya bisa menunduk sambil berdiri. Mana berani dia duduk? Begitu masuk ruangan saja, semburan mulut naga langsung menyapa.

Kepala Anin semakin rendah. Pura-pura menyesal sekaligus mengelap basahan menjijikkan di pipi memakai lengan bajunya.

Lagi-lagi, Anin melakukan kesalahan. Lulusan mahasiswa ekonomi yang sengaja menjerumuskan diri bekerja sebagai caddy golf ini, 30 menit lalu baru saja melayangkan tongkat golf ke jidat salah seorang tamu. Si direktur keuangan PT. Adiloma itu memang mengaku tidak sengaja. Tapi menurut Anin, tangan gatal sang tamu usia 50 tahunan tersebut memang aslinya belum pernah disekolahkan kesopanan.

"Sekali lagi begini, saya pecat kamu!" Mr. Mahmud memijat pelipisnya frustasi. Anin mengaitkan kedua tangan di depan badan sambil memasang tampang sedih bohongan. Jarinya memainkan asal bagian dalam topi golf putihnya. Beberapa titik masih basah bekas keringat.

"Astaga Anin!!! Baru 2 minggu kerja kamu udah bikin 2 kesalahan! Bisa-bisa nama club ini hancur gara-gara kamu!" Jari telunjuk Mr. Mahmud mengacung ke depan saat Anin ingin membela diri. "Stop bersikap sedih atau nangis-nangis!! Beruntung Pak Andre nggak minta ganti rugi! Saya masih kasihan sama kamu. Seenggaknya kalau dipecat, kamu masih bisa makan uang gaji satu bulan! Nurut sedikit bisa nggak sih? Senyum, salam, sapa, ramah sama tamu. Ini saya pertahankan kamu karena kita masih sama-sama satu daerah. Kalau kamu bukan orang Blora, nggak nangis-nangis sampai bawa nama keluarga kamu yang susah makan di sana, udah saya pecat dari seminggu lalu!"

Anin mengangguk. Siapa sangka di balik wajah menyesalnya, dia berdecih tidak terima. Orang Blora kok maunya dipanggil Mr. Udah tua, kumis putih, masih aja pakai setelan ketat slimfit ke kantor. Udah tahu ini club golf. Kenapa dia nggak pakai outfit yang cocok saja sih? Berharap caddy-caddy yang lain terpesona? Jangan harap. Di sini masih banyak sasaran tamu empuk dan potensial dibandingkan Mr. Mahmud.

"Baik, Mr. Saya nggak akan mengulangi kesalahan saya."

"Permintaan maaf klasik. Dah sana! Kerja! Bilang sama Cindy. Minta dibimbing lagi!"

"Baik, Mr. Terimakasih banyak, Mr."

Keluar dari ruangan Mr. Mahmud, manager operasional Balaraja Golf Club, Anin berjalan gontai ke lantai bawah. Wajahnya mendung senada awan di langit yang mulai menutup matahari. Dia mendaratkan pantat pada kursi busa di ujung sekretariat. Meletakkan kasar topi di atas meja. Di sana ada Gayatri juga Leo, petugas yang mengatur pekerjaan Anin dan kawan-kawan, pembagian lapangan, juga pendaftaran para tamu.

Dilihatnya juga Cindy, senior di BGC, yang sedang beramah tamah pada segerombol tamu. Sepertinya mereka telah selesai main. Terlihat dari isi percakapan yang khas orang berpamitan dan Cindy merayu agar kembali bermain lagi ke sini lain waktu.

"Lesu amat, Mbak? Nggak dipecat kan?"

"Jaga mulut lo, Gay. Kalau gue dipecat sekarang, ini rekor kerjaan tercepat sepanjang sejarah hidup gue."

Gayatri dan Leo terbahak. Hari hampir gelap. Tamu Cindy tadi adalah tamu terakhir. Beberapa caddy girl telah berganti baju dan menunggu waktu absen pulang sembari masak-masak mie instan di pantry. Kedengaran sekali berisiknya.

"Lagian sih, cari gara-gara sih lo, Mbak."

Anin menegakkan kepala dari bersandarnya di dinding, sedangkan punggung masih bertahan menempel di kursi. "Itu reflek tahu, Le. Apalagi lihat muka tamunya. Jijik gue."

"Hush! Ntar kedengaran Mr. Mahmud lagi lo, Mbak."

"Bodo! Pecat ayolah. Tujuan gue masih bisa gue raih dimanapun. Nggak cuma di BGC ini doang."

Leo tergelak. Cindy yang langsung nimbrung duduk di seberang meja sekretariat langsung memicingkan mata. Diam mendengarkan keluh kesah Anin, sang karyawan yang sejak dua minggu lalu secara resmi langsung dilantik sebagai karyawan tertua.

Sedangkan Cindy, bisa didefinisikan sebagai princess. Cindy adalah caddy tercantik dengan badan paling ideal di BGC. Pokoknya seragam putih bercorak biru tua itu paling cocok dipakai Cindy. Kakinya juga jenjang tertutupi celana panjang putih seragam. Meski berpanas-panas, kulit Cindy sama sekali tidak terbakar. Rambutnya hitam lurus berkilau terkucir rapi tertutupi topi. Benar-benar bikin Anin iri maksimal.

"Memang tujuan Mbak Anin apa di sini? Cari uang, kan? Atau cari link? Mbak Anin ini sarjana ekonomi bukan sih yang saya dengar?"

Anin bahkan sampai bengong jika Cindy bicara. Suaranya lembut, artikulasi jelas, dan senyumnya teduh. Dia bicara sopan sekali pakai bahasa saya-kamu. Seharusnya perempuan seperti Cindy ini yang punya potensi besar mendapatkan tangkapan besar. Suami kaya 7 turunan, baik, businessman sukses dan tampan yang sering hilir mudik di BGC ini.

Benar kata Mr. Mahmud. Mulai sekarang, Anin harus belajar banyak dari Cindy. Terlebih soal manner, menghangatkan hati para tamu kelas kakap, juga yang terpenting adalah menjerat para pria tampan yang investasinya dimana-mana agar jatuh cinta pada Anin.

-----------

Segini dulu ya.
Jangan kaget ini perempuannya sedikit diluar biasanya.. makanya dia nyari suami sholeh tapi teteupp ye... kudu tajir.. 😂

Dukungannya ditunggu.

Vote✅
Komen✅
Share✅
Add library ✅

Follow akun emak ShiningHaha

Nuhun 🌷🌷🌷

Saga Anin (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang