2 | Dos

51 12 0
                                    

Rona bahagia terpancar jelas dari kedua mempelai, usai pastor menyatakan mereka resmi menjadi sepasang suami istri yang sah di mata tuhan. Tamu undangan yang menjadi saksi bersatunya anak Adam dan Hawa dalam ikatan suci pernikahan turut merasakan pancaran cinta dan kasih sayang dari masing-masing mempelai.

Riuh tepuk tangan dan seruan yang ditujukan untuk Adam agar pria itu segera mencium Giselle—mempelai wanitanya—membuat Giselle salah tingkah. Ia tidak membayangkan rasanya akan se-memalukan ini, padahal Giselle sering bertingkah memalukan saat sedang bucin dengan Adam.

“Jangan lama-lama,” ucap Giselle ambigu.

Meski begitu Adam tahu maksud ucapan Giselle, “tapi aku maunya lama. Biar orang-orang iri melihatku menikah dengan gadis cantik sepertimu.”

Mendapat gombalan dari pria pendiam itu rasanya lebih ngena, masuk tepat di relung hati paling dalam, menimbulkan rasa melayang yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.

Masih dalam posisi menggenggam kedua tangan Giselle, Adam memajukan kepalanya untuk mendaratkan bibirnya tepat di bibir ranum Giselle. Kecupan singkat dari Adam membuat suasana semakin riuh, menginginkan Adam memperdalam ciumannya.

“Kita lanjut nanti. Yang lebih panas dari ini.” Ucapan Adam terdengar vulgar, meski tidak mengandung kata-kata vulgar.

Giselle memalingkan pandangannya, dan menetralkan debar jantung yang menggebu-gebu.

“Dasar mesum!”

“Mesum sama istri sendiri nggak boleh?”

Giselle mencubit perut Adam saat pria itu membalas ucapannya, sontak membuat Adam menggeliat kesakitan akibat ulah istrinya. Ya, meski Adam hanya pura-pura kesakitan untuk menyenangkan istrinya.

Momen tersebut tentunya menjadi tontonan lucu bagi tamu undangan. Ada yang gemas dengan tingkah keduanya, ada juga yang iri karena di usianya yang sekarang belum juga menemukan tambatan hati.

Usai pemberkatan, rangkaian cara selanjutnya berjalan lancar tanpa halangan yang berarti. Meski tadi ada sedikit keributan karena Adam memaksa Giselle untuk meninggalkan pesta agar tidak terlalu kelelahan. Tentunya Giselle menolak, dan terjadilah pertengkaran kecil Giselle dan Adam, dan berakhir dengan kemenangan Giselle atas Adam.

Sesuai perkiraan Adam, Giselle tumbang setelah mengikuti pesta yang berakhir jam dua pagi. Tubuhnya terasa panas saat Adam mencoba membangunkan Giselle karena hari sudah siang.

Giselle menggeliat tidak nyaman karena perbuatan Adam, “Adam ... Kok baru dibangunin, ‘kan aku harus bikin sarapan buat kita.”

“Tidur lagi aja, badanmu panas banget.”  Adam membenarkan selimut yang Giselle kenakan.

Giselle menurut. Ia mengeratkan selimutnya karena merasa kedinginan.

Adam mengerutkan kening, “Yang dirasaain dingin atau panas?”

“Dingin ... ” ujar Giselle lemah.

“Maaf, ya, aku belum bisa ngasih apa yang seharusnya Adam dapatkan setelah kita nikah.” Imbuhnya. Tangan kanannya meraih tangan Adam yang duduk di tepi ranjang, menatap Adam dengan tatapan bersalah.

Matu sayu, bibir pucat, tangannya terasa panas saat bersentuhan dengan kulit Adam karena kondisi masih demam, tapi kenapa masih bisa berpikiran seperti itu!? Batin Adam tidak habis pikir dengan istri kecilnya itu.

Bahkan tidak terpikirkan oleh Adam untuk meminta haknya sebagai suami dalam waktu dekat. Olahraga malam pasti akan sangat melelahkan bagi Giselle, apalagi Adam adalah tipe pria dengan pola hidup sehat tanpa rokok dan tanpa minum-minuman beralkohol, pasti gempurannya tidak main-main, dan berujung tidak tidur semalaman. Adam tidak masalah jika tidak tidur semalam suntuk agar bisa bergulat dengan Giselle, tapi Giselle? Gadis itu tidak akan bisa melayani nafsu buas Adam yang selama ini tertutup rapat oleh sifat pendiamnya.

Trapped In A NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang