"Tapi, Tuan, apakah mereka akan mudah ditangkap?"
"Saya sangsi, dan karena itulah saya perintahkan senjata dibawa. Saya ingin mereka ditangkap hidup-hidup dan tanpa cedera. Tapi jika mereka mempertahankan diri dan menggunakan senjata, maka"- Kolonel ragu, ia tahu ke arah mana tekanan kata-kata itu. Dokter berdiri pucat dan tangannya mengepal. Setelah beberapa saat terdiam Kolonel melanjutkan dengan suara keras: "Jika mereka menggunakan senjata, Anda diperbolehkan menggunakan senjata pula. Suruh salah seorang kepala Anda yang amat berpengaruh, seperti Dambung Papundeh memimpin ekspedisi ini. Suruh ia segera kemari untuk menerima perintah."
Kolonel berbicara tegas seperti lazimnya seorang komandan. Semangatnya tampak memengaruhi Temenggung, yang segera bangkit untuk pergi. Tetapi melihat dokter yang wajahnya pucat dan
kecewa, ia berhenti. Ia betulkan sarungnya, seakan-akan ikatan kain
itu menyakiti dia, dan kembali duduk."Atas perkenan Anda, Tuan," ia berkata dengan tenang tetapi tegas, "pengejaran itu tidak dapat dilakukan, sudah sangat terlambat, dan perintah-perintah Anda akan menimbulkan keresahan besar di
dalam kampung.""Wah! Memangnya apa yang bakal terjadi?"
"Para perempuan dan anak-anak akan ketakutan, dan tujuan ekspedisi ini mungkin disalah artikan. Anda tahu Tuan, kendati Anda berupaya mendamaikan penduduk, kita tidak dapat memercayai sebagian besar mereka. Selain itu sedang beredar kabar burung. Saya katakan kemarin bahwa rangkan-rangkan yang penuh dengan
para pengayau dari Dusun telah terlihat di sekitar kami. Saya tidak bilang bahwa saya memercayai laporan-laporan ini, tetapi berita-berita itu boleh jadi benar adanya, karena beberapa keluarga telah
meninggalkan rumah mereka tadi malam dan berlindung di hutan-hutan.""Tapi, Temenggung," sela Kolonel.
"Percayalah kepada saya, Tuan," kata Temenggung meyakinkan. "Percayalah kepada saya. Anda tahu bahwa saya adalah seorang hamba Belanda yang setia. Tujuan ekspedisi malam ini akan disalahartikan oleh penduduk. Mereka akan ketakutan, terutama bagi keluarga
keluarga yang anggotanya dikirim untuk tugas ini. Selain itu, kemana mereka harus pergi? Anda bilang para buronan tidak lari ke arah laut. Maafkan saya, maaf beribu maaf jika saya katakan saya
tidak sependapat dengan Anda. Tapi seandainya dapat dibuktikan bahwa mereka telah pergi ke pedalaman, saya tetap mengulangi pertanyaan saya, 'Ke arah mana orang-orang Dayakku akan pergi? Pulau Kalimantan ini amat luas. Siapa yang akan memimpin mereka ke jalur yang benar dalam kegelapan ini?""Lalu apa yang harus dilakukan?" tanya Kolonel tidak sabar.
"Menunggu," jawaban yang dingin. "Besok pagi saya akan tahu bagaimana serdadu-serdadu Anda itu melarikan diri, dan saya jamin saya akan segera dapat mengejar mereka. Mereka tidak dapat keluar distrik ini tanpa pengawasan. Sebaliknya, jika sekarang, dalam malam gelap dan adanya laporan-laporan jahat dari luar, Anda hanya akan menimbulkan ketakutan dengan mengambil tindakan apapun.
Besok, ketika matahari menerangi langit, saya lebih leluasa bertindak. Penduduk akan lebih jelas memahami tujuan ekspedisi kita, dan semua kecemasan akan sirna. Dengan demikian saya akan lebih mudah mendapatkan sejumlah sukarelawan untuk menjalankan tugas ini. Saya juga akan memimpin sendiri ekspedisi ini, jika Anda mengizinkan, dan kiranya saya tidak dapat mulai bertindak malam ini."Kolonel merenung beberapa saat. Ruangan membisu, hanya suara napas kelegaan dokter yang terdengar. Sejurus kemudian Kolonel sampai pada satu keputusan.
"Anda benar, Temenggung, benar sekali, dan: saya berterima kasih atas saran Anda. Kendati demikian, saya tentunya lebih suka mulai melakukan pencarian malam ini, karena semakin cepat orang-orang malang itu jatuh ke tanganku, semakin berkurang penderitaan mereka. Mereka harus membayar cukup mahal ekskursi ini; barangkali mereka harus menebusnya dengan nyawa."
KAMU SEDANG MEMBACA
PARA DESERTIR
Historical FictionKisah pelarian para desertir melintasi liarnya hutan belantara Kalimantan.