Bab 3] rumor

1.1K 128 13
                                    

Dipagi harinya mentari bersinar terang, membagikan kehangatannya pada seisi kota seoul.

Tapi suasana itu tidak terasa dikediaman keluarga jo, tepatnya keluarga dengan tiga orang anggotanya. Sang ibu yg sibuk dengan berkas miliknya, sang ayah bermain dengan ponselnya dan yg lebih muda sedang berkutat didapur.

Sudah menjadi rutinitas jay untuk menyiapkan sarapan untuk kedua orang tuanya. Dia yg terbiasa ditinggal sendiri menjadikannya pribadi yg mandiri dan mengurus segala urusan rumah yg tidak bisa dilakukan oleh orang tuanya.

"Bagaimana dengan sekolahmu?" Ujar ibunya dingin tanpa melihat wajah putranya dia masih sibuk dengan berkas yg ada ditangannya.

'Lagi.' Batin jay miris.

"Tidak ada masalah."

"Bagus, lanjutkan seperti itu. Ayah ingin kau bisa masuk ke universitas bagus setelah lulus nanti." Kali ini sang ayah yg menjawab namun matanya masih sibuk mengamati tab miliknya.

Tanpa tau raut wajah putranya yg menatap sendu kearahnya.

"Iya ayah."

Mereka bertiga makan dengan suasana hening hanya ada suara detingan sendok yg terdengar. Tidak ada satupun yg memulai percakapan sampai acara makan selesai. Jay membereskan piring-piring kotor dan langsung mencucinya.

Jay tidak menyukai hal kotor, dan lagi ibunya akan sangat marah jika dirinya menunda-nunda pekerjaan. mereka mendidik jay untuk tidak menjadi sosok yg pemalas.

Bahkan tak jarang keduanya melayangkan pukulan pada tubuh kecilnya jika sang anak mulai membangkang.

Sedari kecil perlakuan orang tuanya sangat disiplin kepadanya, mereka juga mendaftarkan jay keberbagai tempat les. menyuruh anaknya untuk mempelajari materi yg seharusnya belum dipelajarinya. Mengekangnya dengan alasan untuk masa depannya.

Apa benar dengan didikan keras seperti itu bisa membuat masa depan seseorang menjadi lebih baik?

Entah lah jay tidak tau yg ada diotak sekarang hanya mengikuti ambisi kedua orang yg menjadi walinya. Bertindak sesuai dengan apa yg diinginkan kedua orang tua itu.

Selepas membereskan semuanya jay melangkahkan kakinya menuju pintu utama. Jay mengengok kebelakang untuk sekedar melihat soaok orang tuanya yg masih sibuk dengan urusanjya masing.

"Ibu.. ayah.. aku pamit dulu." Ucapnya lirih.

Merasa tak ada balasan jay memilih untuk melanjutkan langkahnya kembali keluar dari rumahnya berjalan menuju halaman mengambil sepeda tua peninggalan almarhum pamannya. Jika mengingat pamannya hati jay sedikit menghangat

Sosok malaikat yg sangat menyayanginya satu-satunya orang yg bisa membuat jay kecil terseyum lebar ditengah tekanan dari orang tuanya. Namun tuhan berkehendak lain saat jay berumur 10 tahun pamannya mengalami kecelakaan maut yg berujung membuatnya kehilangan nyawa.

Jay kecil langsung bisa menyadari situasi, bahwasanya sang paman tidak akan bisa bersama dengannya. Anak kecil itu menangis, meraung dan bahkan berteriak kencang saat melihat jazad sang paman yg dimasukan kedalam peti mati.

Lagi dan lagi tuhan seolah mempermaikannya dengan cepat mengambil satu-satunya sosok penyemangat hidup si kecil.

Dihari itu pula awal mula sifat jay mulai berubah. dingin, tidak ada lagi senyum polos yg menghiasi wajah imutnya. Jay merasa dunianya gelap, menutup mata serta hatinya untuk percaya lagi orang lain.

menarik dirinya dari orang lain, tidak memperdulikan sekitarnya. Perubahan itu juga dirasakan oleh kedua orang tuanya tapi seolah acuh mereka hanya membiarkan saja. Toh jay tidak membantah perintah keduanya.

Third ending (Owenjay)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang