04

144 12 2
                                    

🌼🌼

Hujan turun pada sore hari ini. Gadis yang memiliki kulit sawo sedikit pucat itu, sedang terduduk di depan jendela, memandang hujan yang begitu menyegarkan matanya.

Kamarnya yang kecil juga dengan cahaya yang hanya remang-remang tak membuat Hera malas untuk belajar. Hera membaca buku didepan jendela sembari memandang hujan diluar sana. Kilat menampakkan wujudnya, juga dengan petir yang menyambar dengan keras. Hera tak takut ia hanya kaget, baginya hujan sangat indah, tapi jika didampingi oleh sang petir ia sedikit tak suka, walau begitu ia akan menerimanya.

Hera berjalan ke arah lemari kecil yang berada di samping ranjang kecilnya, ia mengeluarkan sebuah kalung yang tak lain kalung yang ia temukan di pusat belanja kemarin bersama Bu Resti.

"H?, Apa ini milik sastra?, Aish, apa sopan aku memanggilnya nama?." Hera memandang kalung itu seksama, kalung dengan warna silver juga permukaan bandulnya yang di hiasi berlian. "Apa aku coba tanya Tala?."

Lama Hera memandang kalung tersebut. tiba-tiba kamarnya terbuka secara kasar, Hera menoleh mendapati lelaki jangkung berdiri disana.

Sky berjalan menghampiri Hera yang menunduk menggenggam erat kalung ditangannya. "Ikut gue"

Hera tau, bahkan sangat tau apa maksud sky menghampirinya, "pu-punggungku sakit sky aku mohon tidak untuk hari ini."

"Banyak alasan Lo!"

Sky membuka resleting dress sederhana milik Hera, Hera hanya bisa diam. Sky dapat lihat punggung Hera terdapat luka kecil-kecil yang membiru.

"Dibully lagi Lo?" Tanya sky seraya membenarkan resleting milik Hera kembali. Sky menarik kursi kecil disana dan duduk tepat didepan Hera yang senantiasa menunduk. "Makanya jadi cewek jangan lemah, sampah. Gue gak mau tau Lo harus ikut gue." Hera hanya bisa mengangguk sebagai jawaban.

Sky beranjak dan di ikuti dari belakang oleh Hera. Mereka berdua sekarang berada di ruang tinju milik sky. "Duduk Lo" Hera menurut, ia duduk di kursi tanpa punggung yang terletak di tengah-tengah matras, ia duduk membelakangi sky.

Bugh

Bugh

Bugh

Tiga pukulan diberikan sky pada punggung Hera. Hera membekap mulutnya dengan mata yang dialiri air matanya. Ia membekap mulutnya agar tak mengeluarkan suara merintih, jika itu terjadi sudah dipastikan sky akan menambah pukulan untuk Hera.

"Oke, berhubung gue kasian sama Lo, Lo boleh pergi" dengan segera Hera meninggalkan sky, ada sesuatu yang mati-matian ia tahan sejak tadi. Hera berlari ke arah kamar mandi didekat dapur, di wastafel terdapat kaca persegi yang tertempel.

Hera dengan perlahan menurunkan tangannya yang membekap hidung dan mulutnya, ia melihat bercak darah disana, mendongak menatap kaca, mulut juga hidung Hera sudah dihiasi oleh darah yang merah pekat. "Hiks semua jahat" Hera segera membasuh wajahnya, dengan lemas ia terduduk bersandar pada tembok disana "sakit..., mental Hera rusak" lirihnya yang hampir parau.

. . .

"SASTRA DWI RANGGA!" Teriak murka lelaki paruh baya menatap tajam sastra.

Sastra duduk dengan santai menyilangkan kakinya didepan ayahnya-Anggara. Athala yang berada diperlukan sang bunda hanya bisa menangis tersedu sedu melihat kemarahan sang ayah terhadap kakaknha yang entah keberapa kali terjadi.

"Nama saya hanya Sastra Putra. Tidak usah melebih lebihkan" desis Sastra pada ayahnya.

"Jangan kurang ajar kamu Sastra!" Tegas sang Ibunda.

All about HERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang