Chapter 4

90 5 0
                                    

"Hey, mengapa fotografernya harus tetap? Apakah dia sehebat itu? Aku akan bosan menatap kamera bila 2 tahun kedepan hanya orang bernama Chris atau Christopher itu yang berada di balik kamera." Ujarku kesal kepada managerku.

"Asal kau tau ya, dia merupakan fotografer nomor 3 di Jepang. Dia sudah menghasilkan beberapa karya yang sangat hebat. Kau beruntung, Eliz." Balas Shiziteru.

"Yah, hanya nomor 3. Aku kira dia merupakan nomor 1. Mengapa dia bisa ada di Jepang?"

"Apakah kau bodoh? Dia lahir di Jepang, keturunan Jepang, dan tinggal di Jepang. Memangnya kenapa?"

"Rasanya aku pernah melihatnya, entah di Sydney atau Jepang."

"Itu karena dia memang terkenal, sayang. Mengapa kau pintar sekali?" Benar benar lelah berbicara dengan Eliz.

"Untuk model, harap bersiap siap!"
Teriakan dari staff untuk mengingatkan.

Dengan pemandangan pantai di sore hari itu, Eliz kebanyakan berpose candid menghadap ke laut.

Direktur pun mengarahkan agar lebih banyak pose yang menghadap ke kamera, karena ini merupakan foto bertemakan glamour di pantai.

Senyum itu...
Mengapa membuat hatiku berdebar?
Rasanya aku belum pernah merasakan ini sebelumnya.

"Chris! Kau sedang apa? Mengapa kau malah terdiam mematung disana, bukannya mengambil foto? Kau tak lihat modelnya sudah berpose?!" Oceh sang direktur.

"Aku bilang juga apa, dia tak sehebat itu. Pft." Ujar Eliz diam diam.

Pemotretan berlangsung lama, selama kira-kira 2 jam. Sampai akhirnya matahari benar benar terbenam, dan lokasi pemotretan dibubarkan.

Setelah pemotretan ini, para staff, termasuk aku, diajak untuk makan malam bersama.
Yang menyebalkan adalah, itu di restoran ayahku. Huh, ayahku pasti memberikan sponsor besar-besaran.
Padahal, aku sudah sangat amat bersyukur karena tidak menginap di hotel milik V Group.
Tapi sama saja, makan malamnya pun juga di restoran milik V Group.

Kebetulan, disitu ada bar. Daripada bersama keramaian, lebih baik aku merenungkan sesuatu di bar, sekaligus minum.
Hari ini terlalu melelahkan jika aku harus terpaksa berbicara dengan kru dan staff.

Sambil duduk di tempat yang lumayan pojok, aku memesan sebotol minuman dengan kadar alkohol yang tidak terlalu tinggi. Bisa gawat jika aku mabuk dan terkena skandal.

Namun, ada 1 hal yang membuatku bingung.
Laki-laki itu.
Christian Tanaka.
Ekspresinya tak asing.

Aku merasa seperti dia sedang duduk di sebelahku. Dengan tatapan dalamnya, bibir tipisnya, muka yang pernah kukenali sebelumnya.

Dia sedang memesan minuman juga. Dan parahnya, setauku, itu merupakan minuman yang dapat membuat mabuk dengan sekali teguk.

Halusinasiku berlebihan.

Eh tidak, ini bukan halusinasi.
Dia benar-benar berada di sampingku.

Apakah aku bermimpi? Apakah aku terlalu banyak minum alkohol?
Aku bahkan belum meminum 1 teguk.

Jelas, dia benar benar Christian Tanaka.

Apa yang membawanya kesini dan apa yang membuat dia minum se"ekstrim" itu?

Ini tidak benar. Aku harus menghentikannya. Dia sudah minum hampir setengah botol.

"Kauー Ya, kau, Joy."

Joy? Aku?
Mengapa cara dia memanggil namaku sangat berbeda dari orang lain? Seperti ada sesuatu.

"Kau, bicaralah. Kau Joy, kan? Elizabeth Joy Fujiwara. Tak mungkin kau lupa. Kita satu SMA."

Apa yang dia bicarakan? Dia pasti mabuk.
Sangat mabuk.

"Kau, bila memang kau Joy yang pernah aku kenal, mengapa kau tak mengenali aku?"

Aku memang mengenali dia, tapi aku tak ingat sama sekali siapa dia. Memangnya itu salah?

"Perbuatanmu itu tidak benar. Aku masih sangat mengingatmu. Apa yang telah aku lakukan sehingga kau lupa padaku?"

Sial, apakah dia bisa membaca apa yang aku pikirkan? Aku benar-benar lupa dengan di

Oh Tuhan.

Aku ingat dia.

Aku ingat.

Sangat ingat.

Bagaimana mungkin aku melupakannya?

Dia....

Cinta pertamaku.

Yang sangat menyakitkan.

Invisible TearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang