05.

646 63 8
                                    

Hari ini Minggu. Kenapa gitu? Karena ya gitu. Nah, mumpung hari ini hari libur, Rafa mengajak ayahnya untuk pergi ke kebun binatang. Katanya ia sudah lama tidak kesana, sekaligus menyeret ayahnya untuk tidak tidur seharian di rumah.

“Atir ayoo ih! Lama bangeeet~”

“Sabar napa, dua cuman kaki gue.”

“Kaki aku juga cuman dua. 'Kan sama-sama manusia. Dasar aneeh, gitu aja gak tau.” Rafa mencibir ayahnya itu. Membuat Samuel kesal ingin membuang anaknya ini ke sungai.

“Serah. Udah ayo, jadi kagak?”

“Iya bentar ih!”

.

.

.

.

“Atir, atir! Kenapa ada yang namanya buaya muara?”

Samuel menghela nafas. Anaknya ini memang memiliki keingintahuan tinggi. “Karena mereka tinggal di Muara.” Jawabnya singkat.

“Kalo kamu?”

“Hah? Gue kenapa?”

“Kamu 'kan buaya darat. Tapi dipanggil gitu karena suka bilang, ‘Hai cantik, kamu perempuan tercantik yang pernah aku liat’.” Jawab Rafa dengan cengiran lebar. Tanpa menyadari bahwa wajah ayahnya sudah keruh.

“Heh bocah, siapa yang ngajarin lo begitu?” Tanya Samuel masam.

“Kak Jendral! Soalnya kak Kevin suka gitu pas pulang sekolah, jadi kak Jendral bilang itu namanya buaya darat.” Celoteh Rafa lucu. Ia menceritakan bagaimana Kevin selalu menggoda perempuan cantik setiap mereka pulang sekolah.

“Ya terus, kapan gue pernah ngomong gitu coba? Anjir bener pait dah.”

“Ih kamu suka gitu di aplikasi cari temen ituu. Kesepian sekali kah?” Tanya Rafa dengan polosnya.

Samuel memejamkan matanya sabar. Sialan, ia akan memusnahkan aplikasi itu nanti. Dan akan memberikan pelajaran pada duo kembar itu karena menodai anak manisnya.

“Dah-dah, mau makan gak? Udah siang, lotionnya belom dipake lagi 'kan? Ayo cari makan dulu.” Samuel menggenggam tangan mungil anaknya dan mengajak anak itu untuk ke parkiran. Mereka akan pergi mencari restoran untuk makan.

.

“Hai cantik, mau jadi pacar abang gak? Abang juga banyak duitnya loh, dari pada sama om-om mending sama abang.”

Sapaan yang bagus saat Samuel dan Rafael sampai pada warung makan terdekat. Iya, warteg, bukan restoran karena Rafa sudah mengeluh lapar sekali. Jadi sesudah sampai, ia memakaikan lotion pada anaknya agar tidak gatal-gatal jika terkena panas.

Samuel menatap tajam remaja yang menggoda anaknya. Dalam hati bertanya, muka tampannya ini terlihat sangat tua kah? sialan.

Sedangkan Rafa mengekerut bingung. Siapa yang dipanggil cantik oleh orang tadi?

Tiba-tiba orang tadi dengan PD-nya mengambil gitar milik temannya dan mendekat pada dua anak ayah tersebut.

“Oy adek berbaju merah... Cantik molek wajahnya cerah... Dapat salam dari ibu ayah, ayo sekarang kita menikah.”

“U-uh? Tapi Rafa cowoo, kenapa dipanggil cantik? Atir, Rafa ganteng 'kan?” Protesnya pada remaja yang lebih tua darinya itu. Ia memilih bertanya pada ayahnya yang langsung memalingkan muka tidak ingin ikut campur.

“Loh cowo? Gapapa, abang bisa jadi bisex buat adeknya.” Remaja itu, panggil saja Asep, masih mencoba menggoda Rafael.

“Najis! Pergi lo bocah. Anak gue masih polos, gausah lo nodain.” Samuel meludah pada Asep. Menarik tangan Rafael untuk keluar dari warteg tadi.

“Loh Atir? Kita gak jadi mam? Aku laper tau!”

“Udah diem. Emang bocah jaman sekarang perlu di didik yang bener. Bisa-bisanya dia ngomong gitu depan anak gue yang—”

“Atir, Bisex itu apa?”

“—Polos.”










tbc.

icikiwirr hello gengs. Pa kabar nich. ayo menjamet bersama qu 😘

aq kemarin tuch udh mw nulis kan... taffieh tuch tiba2× idenya ilank.. jadi gx jadi dech 😞 mff yah baru apdet, hehe..

Elzhatar FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang